Seminggu Kasus Jagal Kucing Bergulir, Polisi Periksa Ahli
Kelompok pencinta hewan mengapresiasi langkah kepolisian yang terus mendalami kasus jagal kucing di Medan. Seminggu bergulir, polisi telah memeriksa terduga pelaku penjagal, pekerja, ahli, dan pelapor.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kelompok pencinta hewan mengapresiasi langkah kepolisian yang terus mendalami kasus jagal kucing di Jalan Tangguk Bongkar VII, Medan, Sumatera Utara. Setelah seminggu bergulir, polisi telah memeriksa terduga pelaku penjagal, pekerja, ahli dari pencinta hewan, dan juga pelapor. Namun, belum ada tersangka dalam kasus itu.
”Bagi kami, ini adalah langkah maju dalam penegakan hukum terhadap kasus-kasus kekejaman terhadap hewan. Selama ini, kasus seperti ini tidak pernah mendapat perhatian,” kata pendiri Animal Defenders Indonesia, Doni Herdaru Tona, Kamis (4/2/2021).
Kasus penjagalan kucing itu awalnya terungkap dari unggahan Sonia Rizkika Rai di akun Instagram-nya, Rabu (27/1/2021). Sonia, yang sudah dua hari mencari kucingnya bernama Tayo yang hilang, pergi ke Jalan Tangguk Bongkar VII. Ia mendapat informasi ada kelompok pencuri kucing di sana. Setelah menemukan rumah yang dicurigai, ia dan temannya membuka goni di teras rumah itu.
Sonia pun terkejut melihat ada banyak bagian tubuh kucing, yakni kepala dan usus, yang sudah mulai membusuk di dalam goni itu, termasuk diduga kepala Tayo yang merupakan kucing jenis persia tulang besar. Sonia pun mengunggah kisahnya dan viral di media sosial. Setelah viral, laporan kasusnya diterima di Kepolisian Sektor Medan Area, Kamis (28/1/2021).
Doni mengatakan, penegakan hukum kasus jagal kucing atau kekejaman terhadap hewan bukan perkara mudah. Karena itu, ia memaklumi, hingga Kamis pagi, belum ada penetapan tersangka kasus tersebut. Doni yang datang dari Jakarta telah diperiksa polisi sebagai ahli. Ia menerangkan bahwa salah satu kepala kucing yang ditemukan di dalam goni adalah Tayo.
Menurut Doni, kasus jagal kucing yang sudah terjadi cukup luas dalam waktu lama di Kota Medan harus diungkap. Harus ada penegakan hukum yang memberikan efek jera. ”Karena itu, kami berharap kasus ini tidak hanya menerapkan pasal penganiayaan hewan, tetapi juga kasus pencurian dengan ancaman hukuman yang lebih berat,” kata Doni.
Kasus penganiayaan terhadap hewan diatur dalam Pasal 302 KUHP sebagai tindak pidana ringan dengan ancaman penjara paling lama 9 bulan. Kasus pelanggaran kesejahteraan terhadap hewan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sementara kasus pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP ancamannya paling lama 5 tahun dan Pasal 363 KUHP paling lama 7 tahun.
Pendiri Pecinta Kucing Medan, Riscki Elita, mengatakan, pihaknya berharap penegakan hukum bisa dilakukan untuk memberikan efek jera. Kasus ini menjadi momentum untuk melindungi kucing-kucing di Medan yang selama ini menghadapi ancaman jagal kucing. Mereka pun mendukung langkah kepolisian yang terus mendalami kasus tersebut.
Riscki menyebutkan, kasus jagal kucing di Medan dilakukan secara terorganisasi. Kelompok itu biasanya terdiri atas 2-3 orang dengan mengendarai becak barang. ”Mereka pun umumnya menangkap kucing liar atau kucing peliharaan yang sedang keluar dari rumah,” katanya.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, kepolisian masih terus mendalami kasus jagal kucing tersebut. Mereka pun belum bisa menetapkan tersangka dalam kasus itu.
Dalam kasus yang ditangani Polsek Medan Area itu, penyidik telah memeriksa pemilik rumah jagal kucing, pekerja, pelapor, orangtua pelapor, dan ahli. ”Kami sekarang melihat kasus ini ke arah dugaan pencurian,” katanya.
Namun, Hadi mengatakan, penjagal kucing tersebut mengaku hanya menangkap dan menjagal kucing liar. Ia menyebut tidak pernah memotong kucing peliharaan jenis persia tulang besar milik Sonia. Polisi pun memeriksa sejumlah ahli untuk membuktikan kepala kucing tersebut adalah Tayo.