Pemanfaatan Tes Usap PCR di Palembang Belum Optimal
Pemanfaatan layanan uji usap berbasis PCR di Palembang, Sumatera Selatan, masih rendah. Hal ini dikhawatirkan berdampak pada penularan Covid-19 yang meluas di Palembang.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemanfaatan layanan uji usap di Palembang, Sumatera Selatan, masih rendah. Hal ini terjadi karena terbentur aturan dalam Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 edisi lima yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Situasi ini dikhawatirkan berdampak pada semakin meningkatnya jumlah orang yang tertular Covid-19.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang Fauzia, Kamis (4/2/2021), menuturkan, saat ini kapasitas uji usap berbasis reaksi berantai polimerase (PCR) di Palembang 1.830 spesimen per hari. Layanan itu tersebar di sembilan fasilitas pelayanan kesehatan. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 1.000 spesimen yang dites setiap hari. ”Memang penggunaan PCR di Palembang belum optimal,” katanya.
Padahal, tes PCR memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi dari semua tes Covid-19. Tes itu juga menjadi acuan utama pemeriksaan Covid-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tidak optimalnya penggunaan fasilitas PCR karena terbentur dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 edisi lima dari Kementerian Kesehatan, di mana orang yang menjalani tes usap adalah mereka yang bergejala. ”Adapun yang tidak bergejala diminta melakukan isolasi mandiri di rumah,” ujar Fauzia.
Aturan ini juga yang membuat pelayanan isolasi di rumah sakit tidak selalu penuh. Dari sekitar 1.000 kamar isolasi yang disediakan di 16 rumah sakit di Palembang, hanya terisi sekitar 30 persen. ”Sebenarnya kami selalu siap menampung, tetapi karena yang dirawat hanya yang bergejala, kamar isolasi untuk Covid-19 banyak yang tidak terpakai,” ucapnya.
Terkait penambahan kasus, ujar Fauzia, hal itu sangat fluktuatif, tergantung mobilitas penduduk dan tingkat kepatuhan masyarakat. Karena itu, dia mengimbau agar masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Walaupun vaksinasi sudah berjalan, tidak tertutup kemungkinan risiko terjangkit masih tinggi mengingat vaksin hanya meningkatkan antibodi, bukan untuk menangkal virus masuk ke dalam tubuh.
Bahkan, dari beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini, lanjut Fauzia, penularan Covid-19 di Palembang banyak terjadi di keluarga dan perkantoran. Untuk itu, penting bagi semua orang menggiatkan protokol kesehatan secara benar.
Sebelumnya, Wali Kota Palembang Harnojoyo menuturkan, awalnya dia berpikir saat Covid-19 masuk ke Palembang, ruang isolasi di Palembang akan penuh. Nyatanya, saat fasilitas pelayanan dibuka di RS Bari, rumah sakit milik Pemkot Palembang malah sepi. Hal ini, dikatakannya, menandakan bahwa kondisi kesehatan warga di Palembang tergolong masih baik.
Dalam kondisi saat ini, kata Harnojoyo, sektor kesehatan dan sektor ekonomi harus berjalan seiring agar penularan tidak semakin meluas. ”Kedua sektor ini sama-sama penting sehingga harus diterapkan dengan optimal,” ujarnya.
Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, mengatakan, tidak masifnya pemeriksaan tentu akan berdampak pada meningkatnya kasus Covid-19. ”Semakin banyak orang yang tidak terdeteksi, risiko penularan tentu akan semakin besar,” ucapnya.
Bahkan, penularan terjadi di orang-orang terdekat. Terbukti, dari orang yang diduga menjadi kontak erat, sekitar 13 persennya dinyatakan terkonfirmasi positif. Ada kemungkinan yang terkena adalah mereka yang tinggal serumah dengan orang yang sedang melakukan karantina mandiri di rumah.
Karena itu, pelacakan, pemeriksaan, dan pengobatan harus seiring dengan protokol kesehatan (menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan). ”Kalau ada salah satu yang timpang, tentu akan sulit memberantas Covid-19 di Sumsel,” ujarnya.
Iche mengingatkan agar kewaspadaan tetap ditingkatkan karena kasus Covid-19 di Sumsel terus melonjak. Bahkan, penambahan kasus pada Januari 2021 merupakan yang tertinggi sepanjang pandemi, yakni mencapai 2.476 kasus. Ini lebih tinggi dari Desember 2020 dengan penambahan 2.370 kasus dan di November 2020 dengan penambahan 1.627 kasus.