Edarkan 668 Kilogram Merkuri, Oknum Anggota Brimob Polda Maluku Ditangkap
Seorang oknum anggota Brimob dari Polda Maluku mengedarkan 668 kilogram merkuri. Keterlibatan anggota Polri ini menjadi preseden buruk di tengah upaya pemberantasan peredaran merkuri. Ia pun terancam dipecat.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
NAMLEA, KOMPAS — Ajun Inspektur Satu Amir Tomia, anggota Brigade Mobil (Brimob) Polda Maluku, ditangkap saat hendak mengirim 668 kilogram merkuri dari Pulau Buru, Provinsi Maluku, ke Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, menggunakan kapal laut. Amir, yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara itu, juga dapat dipecat dari keanggotaan Polri.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, di Ambon, Kamis (4/2/2021), mengatakan, Amir ditangkap polisi pada 14 Januari lalu. Namun, demi kepentingan penyidikan, polisi baru membuka kasus tersebut kepada publik. Amir, yang merupakan anggota Kompi 3 Batalyon A Pelopor, Brimob Polda Maluku, itu kini sedang ditahan.
Roem menuturkan, keterlibatan Amir dalam peredaran merkuri itu disampaikan masyarakat kepada anggota Polres Buru. Anggota Polres lalu menyiapkan penyergapan saat mobil berisi cairan merkuri dibawa Amir menuju Pelabuhan Namlea. Saat itu, kapal milik PT Pelni, Kapal Motor Dorolonda, hendak sandar di pelabuhan tersebut.
Melihat mobil Amir hendak masuk pelabuhan, anggota memberi isyarat agar berhenti. ”Namun, yang bersangkutan malah tancap gas sehingga mobil tersebut hampir menabrak beberapa anggota. Segeralah dikeluarkan tembakan peringatan, tetapi mobil terus laju. Akhirnya ban mobil ditembak sehingga mobil berhenti,” kata Roem menjelaskan.
Polisi lalu menggeledah mobil dan menemukan cairan merkuri yang dikemas dalam 17 kardus dan 3 jeriken berukuran 5 liter. Amir yang sempat melawan petugas itu tak bisa mengelak. Setelah diukur, total cairan merkuri itu seberat 668 kilogram. Di pasar gelap, harga jual 1 kilogram merkuri sebesar Rp 1 juta.
Merkuri dimaksud, lanjut Roem, diolah di Buru. Bahan baku merkuri berupa batu sinabar yang diproses dengan cara penyulingan. Batu sinabar itu diperoleh dari lokasi tambang liar di Pulau Seram, Maluku. Merkuri biasanya digunakan untuk mengolah emas di lokasi tambang emas liar. Merkuri berfungsi mengikat emas dari mineral lainnya.
Penggunaan merkuri untuk pengolahan tambang menjadi perhatian dunia. Dunia melarang peredaran merkuri secara ilegal. Merkuri dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan saluran pencernaan, otak, jantung, ginjal, hati, paru, sistem saraf, dan sistem kekebalan tubuh. Dampak merkuri terbesar yang dicatat dunia adalah di Minamata, Jepang, tahun 1956.
Presiden Joko Widodo pun telah memerintahkan agar peredaran merkuri dihentikan. Tahun 2017, pemerintah meratifikasi Konvensi Minamata yang melarang perdagangan dan penggunaan merkuri. Selanjutnya, terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata tentang Merkuri (Kompas, 31/12/2019).
Roem menegaskan, pihaknya tidak akan main-main dalam menindak pelaku pembuatan dan peredaran merkuri, termasuk anggota Polri. Perbuatan pelaku tersebut memalukan institusi Polri. Amir dijerat dengan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. ”Dia bisa dipecat,” ujar Roem.
Disayangkan
Peneliti logam berat pada Universitas Pattimura Ambon, Abraham Mariwy, menyayangkan keterlibatan oknum anggota Polri dalam peredaran merkuri tersebut. Anggota Polri seharusnya bertugas mencegah peredaran merkuri sebagaimana atensi Presiden Joko Widodo, bukan malah jadi pengedar. Ia mengapresiasi langkah tegas Polri sembari berharap kasus itu diusut tuntas.
Menurut Abraham, merkuri telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah di Pulau Buru. Limbah pengolahan emas di Buru yang menggunakan merkuri telah mencemari sungai hingga teluk. Pencemaran itu menyimpan bom waktu yang menunggu saatnya meledak. ”Bukan tidak mungkin, tragedi Minamata bisa terulang di Buru,” katanya.
Yusthinus T Male, peneliti markuri yang juga dari Universitas Pattimura, menambahkan, perlu keseriusan semua pihak untuk memerangi peredaran merkuri. Salah satunya adalah menutup lokasi tambang liar batu sinabar di Pulau Seram. Lokasi tambang sinabar terbesar di Indonesia itu menjadi pemasok utama bahan baku merkuri.