Kematian massal ikan keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, kembali terjadi. Awal Februari ini, Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam melaporkan sekitar 15 ton ikan mati.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kematian massal ikan keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, kembali terjadi. Awal Februari ini, Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam melaporkan sekitar 15 ton ikan mati. Kematian ikan akibat keracunan material sisa pakan yang naik ke permukaan saat cuaca buruk sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kepala Dinas Perikanan Agam Ermanto, Rabu (3/2/2021), mengatakan, kematian ikan jenis nila ini berlangsung sejak Senin (1/2/2021). Kematian ikan paling banyak ditemukan di Nagari Bayua, Kecamatan Tanjung Raya. Di Nagari Koto Malintang dan Nagari Maninjau juga ada kematian ikan, tetapi tidak signifikan.
”Umumnya yang mati ikan siap panen, tetapi ada juga yang masih kecil-kecil,” kata Ermanto, ketika dihubungi dari Padang, Rabu siang. Dengan harga ikan nila saat ini Rp 23.000 per kilogram, sebut Ermanto, kerugian pemilik keramba sekitar Rp 345 juta.
Ermanto melanjutkan, kematian terjadi pada sekitar 50-100 petak keramba jaring apung. Satu petak berukuran 5 x 5 meter. Jumlah pemodalnya 10-15 orang. Namun, tidak semua ikan dalam satu petak mati. Dari sekitar 500 kilogram ikan dalam satu petak, ikan yang mati sekitar 200 kilogram.
Menurut Ermanto, kematian ikan dipicu angin kencang sejak Jumat (29/1/2021) dan Sabtu (30/1/2021) di kawasan Danau Maninjau. Cuaca buruk tersebut menyebabkan arus bawah danau naik dan menimbulkan racun bagi ikan. ”Di bawah danau sudah bertumpuk sisa pakan ikan, itu yang menjadi racun, naik ke atas,” ujarnya.
Ditambahkan Ermanto, saat ini cuaca sudah kembali normal dan tidak ada lagi kematian ikan yang signifikan. Ia mengimbau para pemilik keramba untuk segera memanen ikan yang siap panen. Sementara itu, ikan yang belum siap panen disarankan dipindahkan ke kolam air deras untuk menghindari kejadian serupa.
Camat Tanjung Raya Handria Asmi mengatakan, sekarang cuaca di sekitar Danau Maninjau sudah kembali normal. Kematian massal ikan sudah berhenti. ”Saya lihat tadi pagi, tidak ada penambahan kematian ikan yang signifikan,” kata Handria.
Menurut Handria, sepekan terakhir memang terjadi cuaca ekstrem berupa angin kencang di Danau Maninjau yang membalikkan massa air. Cuaca seperti ini terjadi setiap tahun pada periode November-Maret.
Handria pun mengimbau para pemilik keramba agar mengurangi menebar benih ikan pada periode tersebut atau mempercepat panen agar tidak mengalami kerugian besar. Handria juga meminta pemilik keramba yang mengalami kematian ikan agar tidak membuang bangkai ikan ke danau, tetapi dikuburkan di darat agar tidak menambah pencemaran danau.
Dalam catatan Kompas (11/2/2021), fenomena serupa di Danau Maninjau juga terjadi awal tahun lalu dan pemicunya sama. Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan mencatat, hingga 7 Februari 2020, jumlah ikan yang mati mencapai 79,5 ton. Sebagian besar ikan yang mati merupakan jenis ikan nila dan ikan mas majalaya.
Kematian ikan budidaya keramba jaring apung di Danau Maninjau sudah menjadi persoalan menahun. Pada Januari-Agustus 2016, jumlah ikan mati di Danau Maninjau mencapai 620 ton (Kompas, 2/10/2016). Sementara periode 2008-2016 sebanyak 32.803 ton. Kematian ikan di Danau Maninjau setidaknya sudah dilaporkan sejak 1997. Kompas (1/11/1997) mencatat, ikan yang mati tahun itu sekitar 950 ton.