Kepri Waspadai Ancaman Virus Nipah di Peternakan Babi Terbesar
Balai Karantina Pertanian Tanjung Pinang memperketat biosekuriti di peternakan babi terbesar di Pulau Bulan sebagai bentuk antisipasi dini terhadap ancaman virus nipah.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Balai Karantina Pertanian Kelas II Tanjung Pinang mempererat pendampingan biosekuriti di industri peternakan babi terbesar di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau. Hal itu adalah bentuk antisipasi dini terhadap ancaman virus nipah.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Tanjung Pinang Raden Nurcahyo Nugroho, Rabu (3/1/2021), mengatakan, pengetatan biosekuriti serupa di Pulau Bulan sudah dilakukan sejak akhir 2019 untuk mengantisipasi wabah demam babi Afrika (ASF). Hingga saat ini, peternakan milik PT Indotirta Suaka itu masih steril dari ASF ataupun virus nipah.
Menurut dia, perusahaan tersebut selalu menerapkan biosekuriti yang ketat. Semua orang yang masuk harus membersihkan diri dulu, lalu mengenakan pakaian dan alas kaki khusus. Setelah itu, penyemprotan disinfektan dilakukan secara berlapis. Selama pandemi Covid-19, prosedur biosekuriti juga ditambah dengan mewajibkan tes cepat antigen
Peternakan babi di Pulau Bulan merupakan yang terbesar di Indonesia dengan populasi ternak lebih dari 230.000 ekor. Setiap hari, rata-rata 1.000 babi siap potong diekspor ke Singapura. Data Badan Karantina Pertanian menunjukkan, sepanjang 2018, peternakan itu mengekspor 271.000 babi yang bernilai sekitar Rp 1,1 triliun.
”Kewaspadaan terhadap ASF dan Covid-19 sudah sangat tinggi. Namun, virus nipah agak berbeda karena yang menularkan kelelawar. Maka, penataan tanaman di Pulau Bulan harus dipantau. Jangan sampai ada tanaman berbuah yang mengundang kelelawar,” kata Raden.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kelelawar buah dari famili Pteropodidae adalah inang alami virus nipah. Virus itu bersifat zoonosis atau bisa menular dari hewan ke manusia. Virus itu juga bisa menyebabkan penyakit parah kepada hewan seperti babi dan mengakibatkan kerugian ekonomi parah bagi peternak.
Penularan virus nipah dapat melalui makanan yang terkontaminasi. Pada manusia, virus itu bisa menyebabkan penyakit pernapasan akut dan radang otak yang fatal. Tingkat kematian akibat virus itu 40-75 persen. Sampai saat ini belum ada vaksin untuk penyakit tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kepri Mohammad Bisri menyatakan, virus nipah belum terdeteksi masuk ke Indonesia sehingga belum ada protokol khusus untuk pencegahan penyakit itu. Meski demikian, ia mengimbau warga agar meningkatkan perhatian dalam soal menjaga kebersihan bahan pangan, terutama buah-buahan.
Virus nipah belum terdeteksi masuk ke Indonesia sehingga belum ada protokol khusus untuk pencegahan penyakit itu. (Mohammad Bisri)
Kepala Bidang Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Batam Romer Simanungkalit mengatakan, belum ada petunjuk spesifik dari pusat terkait pencegahan virus nipah. Namun, secara umum, petugas KKP telah memiliki standar deteksi dan penanggulangan penyakit yang berpotensi mewabah.
Menurut ahli epidemiologi Universitas Andalas, Defriman Djafri, kesiapan Kepri dalam menghadapi wabah penyakit baru sangat vital mengingat provinsi ini berbatasan dengan sejumlah negara di Semenanjung Malaka. Sejak jauh hari, WHO telah memperingatkan virus nipah adalah ancaman yang nyata bagi negara-negara di kawasan tersebut.
Virus nipah pertama kali diketahui saat terjadi wabah di kalangan peternak babi di Malaysia yang juga berdampak sampai ke Singapura pada 1999. Kemudian virus itu muncul di Bangladesh pada 2001 dan terus muncul di sana sampai sekarang. Selain itu, infeksi virus nipah juga dilaporkan terjadi di India bagian timur.
Pada 2018, WHO memasukkan penyakit akibat virus nipah ke dalam cetak biru kajian prioritas penelitian dan pengembangan. Saat ini, beberapa lembaga kesehatan di dunia tengah berpacu memproduksi vaksin untuk menangkal virus nipah yang pernah mewabah di Asia Tenggara itu.
”(Virus nipah) ini ancaman nyata yang perlu diwaspadai. Jangan sampai wabah nipah merebak di tengah pandemi Covid-19 karena itu akan menjadi beban ganda yang harus dihadapi oleh Pemerintah Indonesia,” kata Defriman.