Sebagai negara kepulauan terbesar, total 17.491 pulau, bukan perkara sederhana bagi Indonesia untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 ke pelosok negeri. Bertaruh nyawa menjadi bagian dalam distribusi di pulau terpencil.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Sebagai negara kepulauan terbesar, dengan total 17.491 pulau, bukan perkara sederhana bagi Indonesia untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 ke pelosok negeri. Tantangannya tidak hanya infrastruktur penghubung antarpulau yang terbatas, tetapi juga infrastruktur kesehatan dan faktor cuaca di laut.
Pada Rabu (27/1/2021) siang, Kepala Puskesmas Seira Gerica Lenonduan bersiap berangkat dari Pulau Seira menuju Pulau Yamdena di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Bersama seorang perawat puskesmas dan Bhabinkamtibmas Seira Brigadir Kepala Donbosco Watkaat, Gerica hendak menjemput vaksin Covid-19.
Melihat perairan antara Pulau Yamdena dan Seira tengah bergolak dengan tinggi gelombang di atas 2 meter, mereka menunda keberangkatan untuk sementara waktu. Perahu cepat atau speedboat bermesin 40 tenaga kuda yang mereka sewa sekitar Rp 150.000 untuk perjalanan pergi pulang tak akan bisa menahan terjangan gelombang setinggi itu.
Waktu terus berjalan, telepon genggamnya pun tak berhenti berdering. Petugas Dinas Kesehatan Tanimbar terus menghubunginya, memastikan titik penjemputan vaksin.
Punggung gelombang masih di atas 1 meter, mereka memutuskan berangkat menuju Batu Putih, sebuah perkampungan di Yamdena, sekitar 35 kilometer arah barat Saumlaki, ibu kota Tanimbar. Meski gelombang laut masih cukup berisiko, Gerica tak gentar karena sudah puluhan tahun menghadapi kondisi serupa.
”Ini biasa saja,” ujar perempuan itu saat dihubungi Kompas, Kamis (28/1) malam.
Satu jam kemudian, mereka tiba di Batu Putih. Mobil pembawa vaksin dari Saumlaki masih dalam perjalanan. Brigadir Polisi Haeruddin, anggota Brimob yang mengawal perjalanan vaksin dari Saumlaki, mengaku kerepotan melewati jalanan yang dipenuhi rintangan. Baru saja diterjang hujan dan angin, banyak pohon tumbung menutup badan jalan.
Laju mobil pembawa vaksin tak bisa dipacu kencang. Mereka menghindari guncangan keras yang dikhawatirkan berdampak buruk bagi vaksin. Memang kemasan sudah diatur rapi, tetapi tidak salah jika mereka berhati-hati.
”Kecepatan mobil 30-35 kilometer per jam saja. Saumlaki ke Batu Putih yang biasanya 30 menit menjadi satu jam lebih,” kata Haeruddin.
Seusai serah terima vaksin di pinggir pantai, Gerica bersama rombongan kembali ke Seira. Gelombang laut kian tinggi dan beban Gerica kian berat. Tanggung jawab vaksin kini berada di tangannya. Di dalam boks itu terdapat 88 vial vaksin Covid-19 yang akan disuntikkan kepada 44 tenaga kesehatan di Puskesmas Seira. Satu orang disuntik dua kali.
Speedboat terus melaju dengan kecepatan yang rendah karena gelombang tinggi. Tangan Gerica menahan dan memeluk boks vaksin seberat 10 kilogram agar tidak terguncang keras. ”Ini barang negara, jadi harus dijaga,” ujarnya.
Satu jam kemudian, mereka tiba di Seira dengan selamat.
Sementara itu, tim lain ikut mendistribusikan vaksin ke Pulau Larat di utara Yamdena. Perjalanan ke sana menggunakan jalur darat menempuh jarak sekitar 110 kilometer. Brigadir Kepala Marthen Samar dan Brigadir Satu Ode Imran yang mengawal perjalanan vaksin juga kerepotan dengan pohon tumbang di jalanan.
Dengan kecepatan maksimal 30 kilometer per jam, lama perjalanan sekitar 4 jam. Selesai menyerahkan vaksin, mereka kembali ke Saumlaki, tiba keesokan harinya, Kamis (28/1/2021), sekitar pukul 02.00 WIT. Setelah istirahat, pukul 11.00 WIT mereka bersiap mengawal distribusi vaksin ke Pulau Selaru, selatan Yamdena.
Ini barang negara, jadi harus dijaga.
Akan tetapi, pagi itu tersiar kabar adanya cuaca buruk hingga keberangkatan ditunda. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Maritim Ambon, menyatakan, gelombang laut di Tanimbar antara 2,5 meter dan 4 meter.
Prakirawan pada Stasiun Meteorologi Maritim Ambon, Moch Zainuri Damayanto, menyatakan, tinggi gelombang bisa mencapai dua kali dari prakiraan. Gelombang tinggi berlangsung sepanjang Februari.
Marthen dan rekannya siap bilamana diperintahkan untuk mengawal vaksin ke Selaru. ”Termasuk dalam kondisi terburuk (seandainya perahu motor tenggalam) kami sudah pikirkan. Sudah ada pelampung untuk keselamatan diri kami dan juga keselamatan vaksin. Ini tugas negara, wajib kami tunaikan,” ujarnya.
Gelombang tinggi menjadi kendala distribusi vaksin di hampir semua wilayah di Maluku. Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Maluku, Adonia Rerung, mengatakan, pihaknya sedang mencari jalan keluar. Jika gelombang tinggi masih berlangsung, distribusi vaksin diupayakan menggunakan kapal berukuran besar milik TNI Angkatan Laut.
Termasuk dalam kondisi terburuk (seandainya perahu motor tenggalam) kami sudah pikirkan. Sudah ada pelampung untuk keselamatan diri kami dan juga keselamatan vaksin. Ini tugas negara, wajib kami tunaikan.
Datang ke kota
Selain distribusi vaksin, kendala lainnya adalah tidak semua puskesmas di Maluku dapat menggelar vaksinasi. Tenaga kesehatan diminta datang ke puskesmas terdekat atau ke ibu kota kabupaten untuk menjalani vaksinasi.
”Untuk urusan akomodasi para tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten,” ujar Adonia. Namun, lagi-lagi untuk meminta tenaga kesehatan datang ke ibu kota kabupaten tidak mudah saat gelombang tinggi.
Vaksinasi di Maluku dimulai 15 Januari lalu. Sekitar 1.600 tenaga kesehatan sudah divaksin dan hampir semuanya dari Kota Ambon. Sementara di 11 kabupaten/kota lainnya menyusul. Total tenaga kesehatan yang terdaftar menerima vaksin sebanyak 14.845 orang.
Vaksinasi tenaga kesehatan di Maluku diprediksi meleset dari target rampung April 2021. Penyebabnya adalah kondisi geografis dan cuaca buruk.
”Pengadaan fasilitas kesehatan terapung sangat diperlukan,” ujar Thomas Matulessy (62), pensiunan pegawai Dinas Kesehatan Maluku yang berpengalaman 40 tahun mendatangi warga di pulau-pulau, termasuk untuk vaksinasi.
Pahit getir tenaga kesehatan dan aparat dalam distribusi vaksin di pulau-pulau terpencil hendaknya membuka mata para pengambil kebijakan. Jangan ada lagi yang bertaruh nyawa mengarungi gelombang tinggi dengan sarana yang alakadarnya.