Memenangi Perang di Jalur Penyelundupan Pesisir Jambi
Maraknya penyelundupan di pesisir timur Jambi takkan mampu dihentikan sendirian oleh aparat penegak hukum. Karena itu, kolaborasi dengan masyarakat dibangun untuk memerangi praktik-praktik ilegal tersebut.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Puluhan tahun lamanya, pesisir Timur Jambi terstigma sebagai jalur penyelundupan. Dermaga tikus dan anak-anak sungai menyebar sekeliling desa. Menjadi incaran pelaku kejahatan meloloskan dagangan ilegal.
Sebenarnya, sudah lama masyarakat resah. Terkhusus di Desa Kuala Indah, Kecamatan Betara, yang merupakan pintu masuk dan keluar. ”Desa kami ini yang paling rawan, sampai-sampai disebut seperti jalan tolnya penyelundupan,” kata Raden Heryanto, warga Desa Kuala Indah, Senin (25/1/2021).
Disebut jalan tol karena desa terluar yang berdiri di atas air itu dapat leluasa dilintasi kapal-kapal tanpa perlu berhenti untuk melapor. Dari pantai terluar, kapal dapat langsung masuk melewati anak-anak sungai di desa. Di sekitar desa itu, banyak pula terdapat gudang hasil pertanian, perkebunan, dan hasil tambang untuk dikirim ke Batam, Riau, ataupun untuk diekspor.
Akan tetapi, masyarakat tak cukup berdaya menghalau praktik penyelundupan. Keseharian warga lebih banyak berada di kebun sebagai buruh. Sebagian lagi di laut untuk mencari ikan. Desa itu pun sepi karena hanya dihuni 600 keluarga, sebagian di antaranya merantau.
Menurut Raden, warga kesulitan mencium aroma penyelundupan. Di antara kapal-kapal yang melintas di desa, sulit dibedakan mana yang berisi barang selundupan dan mana yang bukan. Tak mungkin warga menghentikan kapal satu per satu untuk mengecek muatan yang dibawanya.
Dengan demikian, biasanya warga baru mengetahui terjadi penyelundupan setelah mendengar kabar dari desa tetangga atau dari berita-berita di media. Berdasarkan data Polres Tanjung Jabung Barat, angka penyelundupan di wilayah itu terbilang tinggi. Sepanjang 2020 saja, Polres Tanjung Jabung Barat menindaknya untuk 51 kasus penyelundupan narkoba. Angka itu naik dibandingkan tahun sebelumnya 38 kasus. ”Ini menandakan tingginya kasus penyelundupan di wilayah pesisir,” katanya.
Penyelundupan benur juga marak tiga tahun terakhir. Membawa nama pesisir timur Jambi makin ”mendunia”. Berdasarkan data Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Jambi, sepanjang 2019, ada 13 kasus penyelundupan benur terungkap melewati jalur ”tikus” untuk kemudian diseberangkan keluar lewat pesisir timur Jambi.
Kepala Pengawasan Data dan Lalu Lintas BKIPM Jambi Paiman menyebut pengiriman benur tersebut dilakukan oleh eksportir tak terdaftar.
Maraknya penyelundupan mendorong Kepolisian Resor Tanjung Jabung Barat membangun inisiatif. Setelah rangkaian diskusi dengan masyarakat pesisir, lahirlah gerakan kolaborasi.
Kolaborasi ini fokusnya untuk memerangi praktik-praktik penyelundupan. (Saputro)
Mereka menamainya Gerakan Bersama Masyarakat Memberantas Penyelundupan Narkoba dan Benur (Gemmpur). ”Kolaborasi ini fokusnya untuk memerangi praktik-praktik penyelundupan,” kata Ajun Komisaris Besar Guntur Saputro Kepala Polres Tanjung Jabung Barat.
Kolaborasi dibangun pada 10 desa rawan sebagai jalur penyelundupan. Letaknya di Kecamatan Betara dan Kecamatan Tungkal Ilir. Lewat gerakan itu, pengamanan wilayah melibatkan masyarakat. Sebagai contoh, ronda dihidupkan kembali dan menyasar titik-titik rawan bongkar muat barang selundupan.
Para sukarelawan diperlengkapi dengan sejumlah peralatan, seperti senter, sepatu bot, jaket, dan masker. Meskipun sederhana, dukungan itu melecut semangat warga. Secara swadaya, masyarakat akan membangun pos jaga sederhana di salah satu titik rawan. Sementara, permintaan warga kepada negara untuk memperlengkapi mereka dengan perahu karet kini masih berproses.
Kolaborasi yang baru berjalan dua pekan ini langsung membuahkan hasil. Rencana penyelundupan 401.463 benih bening lobster atau benur bernilai Rp 400 miliar menuju pesisir timur digagalkan masyarakat Kuala Indah bersama aparat Polres Tanjung Jabung Barat, 19 Januari lalu.
Warga yang tengah berjaga di kampungnya menemukan sejumlah kendaraan menepi di salah satu jembatan di Kuala Indah. Sopir dan penumpang kendaraan tampak buru-buru mengeluarkan dan menumpuk kotak-kotak itu di tepi jembatan. Karena penasaran, warga langsung mendekat.
Kedatangan warga membuat para pemilik kendaraan lekas pergi. Melihat itu, warga langsung menghubungi kepolisian terdekat. ”Setelah kami cek isi kotak, di dalamnya ternyata berisi benur,” kata Guntur.
Menurut dia, aparat penegak hukum takkan mampu memberantas praktik ilegal itu sendirian. Kolaborasi dengan masyarakat merupakan cara paling efektif. Pihaknya berharap kolaborasi dapat terus berjalan dan optimal memberantas praktik-praktik ilegal di wilayahnya.