Pengusaha Manado Keluhkan Tindakan Polisi dalam Penertiban Jam Buka
Pemilik rumah kopi di Manado mengeluhkan tindakan aparat keamanan yang dinilai berlebihan dalam penegakan batasan jam buka tempat usaha.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Beberapa pemilik rumah kopi di Manado, Sulawesi Utara, mengeluhkan tindakan kepolisian dan satuan polisi pamong praja yang mereka anggap berlebihan dalam penegakan batasan jam buka tempat usaha. Pada saat yang sama, Satuan Tugas Covid-19 di Manado mulai melaksanakan tes cepat Covid-19 di tempat usaha yang melanggar batasan jam operasional dengan dikawal aparat keamanan.
Insiden yang melibatkan karyawan rumah kopi dan aparat terjadi di Black Cup Coffee and Roastery, Kecamatan Sario, Sabtu (30/1/2021). Seorang barista diringkus polisi setelah adu argumentasi dengan rombongan polisi dan satuan polisi pamong praja (Satpol PP) yang mendadak ingin melaksanakan tes cepat antibodi di kafe itu.
Nouval Rantung (37), pemilik Black Cup Coffee and Roastery, mengaku kaget melihat sekitar 50 aparat keamanan masuk ke kafenya dan tiba-tiba menyatakan akan menggelar tes cepat. ”Kami juga baru tahu, ternyata hari itu akan ada operasi seperti itu. Kami tidak masalah, tetapi kaget karena tidak ada sosialisasi,” katanya, Selasa (2/2/2021).
Insiden tersebut terjadi menjelang pukul 21.00 Wita, satu jam setelah batas waktu operasionalisasi yang ditetapkan Pemerintah Kota Manado sejak 21 Desember 2020 bagi tempat usaha, yaitu pukul 20.00 Wita. Saat itu, para karyawan sedang membereskan kafe. Beberapa pelanggan masih duduk di luar, tetapi kafe sudah tidak menerima pesanan lagi.
”Mungkin polisi beropini kami masih buka. Katanya, kalau masih ada aktivitas, akan langsung diminta rapid test. Namun, mereka tidak bilang, aktivitas itu mengacu pada karyawan atau pengunjung. Makanya, karyawan saya mempertanyakan (dasar hukumnya), tetapi kemudian malah diangkut karena mungkin bersuara dengan nada tinggi,” ujarnya.
Nouval berharap Pemkot Manado dan kepolisian melaksanakan sosialisasi terlebih dahulu demi menghindari gesekan serupa. Ia tidak menolak kebijakan tersebut, tetapi berharap itu dilaksanakan dengan tepat sasaran, salah satunya dengan melaksanakan tes cepat antigen alih-alih antibodi.
Sementara itu, Edo Kolintama (20), pemilik kafe Oud Huis Koffie di Kecamatan Tuminting mengatakan, dua kali rombongan polisi dan satpol PP datang ke kafe sekaligus rumahnya pada Desember 2020 dan Januari 2021. Sempat terjadi konfrontasi antara dirinya dan aparat keamanan karena pelanggaran privasi.
Menurut Edo, rombongan aparat keamanan datang setelah pukul 20.00 Wita ketika masih ada pelanggan. Saat itu, ia sedang beristirahat di kamarnya. Polisi dan satpol PP datang dan langsung menggeledah hampir semua ruangan di rumahnya. ”Tiba-tiba, ada polisi PP yang masuk ke kamar saya. Saya hampir bertengkar dan diangkut,” katanya.
Polisi dan satpol PP bahkan juga masuk ke kamar orangtuanya. Mereka juga mengancam akan menyita semua peralatan pembuat kopi dari kafe yang baru dibuka pada 29 Agustus 2020 dan belum memiliki izin usaha itu. Donnie Kolintama (70), ayah Edo, bahkan sampai berlutut dan memohon kepada polisi untuk tidak mengangkut anaknya.
”Kami mengerti aturan, tetapi apakah benar kalau sampai masuk dan menggeledah rumah orang seenaknya? Di mana etika aparat keamanan?” kata Donnie.
Kendati begitu, beberapa tempat usaha berhasil lolos dari pantauan kepolisian. Diva Family Karaoke Manado, di Kecamatan Sario, sempat menjadi tuan rumah acara ulang tahun yang mengundang ratusan orang pada Selasa (19/1,2021). Protokol kesehatan tidak diberlakukan, tidak ada yang mengenakan masker. Acara berlangsung hingga lewat pukul 20.00 Wita.
Di lain pihak, Kepala Bagian Operasi Polres Manado Komisaris Alkat Karouw mengatakan, Gugus Tugas Covid-19 Kota Manado mulai memberlakukan kebijakan itu sejak Sabtu (30/1/2021). Semua tempat usaha yang masih buka melewati pukul 20.00 Wita otomatis menjadi lokasi tes cepat Covid-19.
”Kami memeriksa dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Yang melaksanakan adalah tenaga kesehatan Dinkes (Dinas Kesehatan) Manado, bukan polisi. Kebijakan gugus tugas tersebut tidak perlu dibuatkan surat keputusan karena kita sedang dalam situasi (tanggap darurat bencana) pandemi,” kata Alkat.
Ia meminta pemilik dan karyawan tempat usaha bekerja sama dengan tidak menghalang-halangi proses tersebut. Menurut dia, Pemkot Manado dan Pemerintah Provinsi Sulut masih memberikan kelonggaran dengan membolehkan bisnis beroperasi sampai pukul 20.00 Wita dan tidak ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Kami tidak pernah masuk ke rumah orang, jadi laporan itu belum tentu benar.
Soal tuduhan polisi dan satpol PP yang melanggar privasi pemilik tempat usaha, Alkat menyatakan, klaim itu harus diklarifikasi kembali. ”Kami tidak pernah masuk ke rumah orang, jadi laporan itu belum tentu benar,” katanya.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, tes cepat massal di tempat kerumunan yang berpotensi menjadi pusat penyebaran Covid-19 telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 413 Tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Aturan tersebut berlaku di daerah transmisi lokal, seperti Manado.
Di samping itu, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 masih berlaku. ”Jadi, kita tetap masih dalam kondisi tanggap darurat sekarang. Pelaksanaan rapid test itu bagian dari pemantauan. Kalau ada potensi penularan, tes harus dilakukan. Di pasar dan di kafe sama saja,” kata Steaven.
Dalam kondisi ini pula, semua warga harus taat dengan ambil bagian. Warga yang menolak berarti melanggar Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ancaman hukumannya kurungan 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.
Kini, Sulut telah mencatatkan 13.519 kasus Covid-19. Sebanyak 9.470 kasus telah sembuh, sementara 449 orang meninggal. Jumlah kasus terbanyak masih ada di Manado yang kini berstatus zona merah atau risiko tinggi penularan, yaitu 4.803 kasus.