Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur mulai berubah, empat hari terakhir jumlah pasien yang sembuh melampaui penambahan kasus.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur berubah. Empat hari terakhir, jumlah pasien yang sembuh melampaui penambahan kasus. Perubahan ini terjadi saat 17 kabupaten/kota dari 38 daerah tingkat dua di Jatim menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat untuk meredakan pandemi Covid-19.
Dari laman resmi infocovid19.jatimprov.go.id yang dikelola Pemprov Jatim, perubahan itu mulai terjadi pada Jumat (29/1/2021). Sebelumnya, sejak awal tahun, penambahan kasus harian selalu melampaui kesembuhan disertai dengan angka kematian yang tetap tinggi.
Hingga Selasa (2/2/2021), penambahan pasien baru sebanyak 3.385 orang atau 846-847 orang per hari. Adapun akumulasi kesembuhan sebanyak 3.791 orang atau 947-948 orang per hari dan kematian sebanyak 225 jiwa atau 56-57 jiwa per hari. Pengurangan jumlah pasien dirawat dari 8.008 orang menjadi 7.436 orang.
Data memperlihatkan, penambahan kasus harian dalam kisaran 693-1.006 orang, untuk kesembuhan 882-1.013 orang, dan kematian 51-63 orang. Penambahan kasus terendah terjadi pada Senin (1/2/2021) dengan 693 kasus atau di bawah 700 kasus yang menjadi target PPKM Jatim. Adapun kesembuhan tertinggi terjadi pada Jumat (29/1/2021) dengan 1.031 kasus. Sementara kematian terendah terjadi pada Minggu (31/1/2021) dengan 51 jiwa.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa berharap perubahan situasi yang cenderung membaik ini bisa bertahan lama, bahkan seterusnya. Diharapkan masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan, terutama menggunakan pelindung diri (masker, sarung tangan, face shield), menjaga kebersihan dengan rutin mencuci tangan atau memakai cairan penyanitasi, serta menjaga jarak dan menghindari kerumunan untuk mencegah penularan Covid-19.
”Saya harap perubahan ini disertai dengan kedisiplinan masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan,” ujar Khofifah, yang kurun 1-29 Januari 2021 melakukan isolasi mandiri karena Covid-19. Mantan Menteri Sosial ini dikategorikan orang tanpa gejala dan telah dinyatakan sembuh sekaligus negatif berdasarkan tes usap PCR terakhir.
Saat ini di Jatim sedang berlangsung PPKM tahap kedua mulai 26 Januari hingga 8 Februari 2021. Sebagian besar daerah pelaksana PPKM memperpanjang, sedangkan ada daerah yang baru menerapkannya karena situasi wabah memburuk.
Sesuai Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/34/Kpts/013/2021 tentang Perpanjangan PPKM untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19, kegiatan dilaksanakan di Surabaya, Sidoarjo, Gresik (Surabaya Raya); Kota dan Kabupaten Malang, Batu (Malang Raya); Kota dan Kabupaten Madiun, Magetan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Kota dan Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Tuban, dan Pamekasan.
Menurut laman resmi covid19.go.id/peta-risiko oleh pemerintah pusat, ada tujuh kabupaten/kota di Jatim pelaksana PPKM berstatus zona merah atau risiko tinggi penularan. Ketujuh daerah tersebut adalah Kota dan Kabupaten Madiun, Magetan, Ponorogo, Trenggalek, serta Kota dan Kabupaten Blitar (Blitar Raya). Lima daerah selain Blitar Raya merupakan kawasan Jatim bagian barat daya. Kabupaten/kota lainnya di Jatim berstatus zona jingga (oranye) atau risiko sedang penularan Covid-19.
Status zona kuning atau risiko rendah penularan belum lagi terjadi di Jatim sejak 5 Desember 2020. Saat itu, Pacitan dan Sampang menjadi dua daerah terakhir yang berstatus zona kuning, sampai sehari berikutnya berubah jingga. Sementara wilayah lainnya tetap jingga dan ada yang memburuk jadi merah. Hampir dua bulan, di Jatim belum ada daerah dengan situasi wabah membaik dilihat dari perubahan status zona dari jingga ke kuning.
Perubahan di Jatim bisa jadi tidak terkait dengan PPKM, tetapi merupakan dampak akumulasi.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, menilai, perubahan situasi wabah tidak bisa dikaitkan begitu saja sebagai dampak PPKM. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa PPKM tidak efektif meredakan situasi pandemi. Perubahan di Jatim bisa jadi tidak terkait dengan PPKM, tetapi merupakan dampak akumulasi. Ini, misalnya, peningkatan kinerja satgas dalam operasi yustisi, 3T (tes, telusur, tindakan), dan partisipasi masyarakat.
Windhu menambahkan, PPKM pertama di Jatim kurun 11-25 Januari 2021 dan tahap kedua pada 26 Januari-8 Februari 2021 kurang mendasarkan pada prinsip-prinsip epidemiologi. Misalnya, target PPKM menurunkan mobilitas publik sampai 40 persen, tetapi di kabupaten/kota pelaksana tidak ada mekanisme penyekatan dan pemeriksaan pergerakan warga.
Sementara perkantoran diminta agar pegawai bekerja dari rumah 75 persen, sedangkan yang 25 persen bisa bekerja di kantor. Windhu tidak yakin bahwa situasi itu bisa diawasi dengan baik. Pabrik-pabrik, bahkan industri mikro, kecil, menengah (IMKM), yang memproduksi barang tidak akan bisa menerapkan rasio 75:25 itu sehingga target menurunkan mobilitas 40 persen sulit tercapai.
Di sisi lain, operasi yustisi selama PPKM memperlihatkan tingkat pelanggaran tinggi. Selama PPKM tahap pertama, Polda Jatim mencatat 1.642.973 juta pelanggaran. Rata-rata harian selama PPKM tahap pertama mencapai 117.355 orang dan tempat usaha yang melanggar protokol kesehatan. Situasi ini mencerminkan kepatuhan dan disiplin warga tidak tinggi.