Jembatan Penghubung Cirebon-Kuningan Putus, Ratusan Warga Merugi
Jembatan penghubung Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, di Desa Karangwuni, Kecamatan Sedong, Cirebon, terputus. Pemkab Cirebon berjanji segera membangun jembatan darurat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Salah satu jembatan penghubung Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, di Desa Karangwuni, Kecamatan Sedong, Cirebon, terputus. Warga di daerah perbatasan itu merugi karena harus menempuh jalur lebih jauh. Pemerintah Kabupaten Cirebon berjanji segera membangun jembatan darurat.
Jembatan sepanjang 30 meter dan lebar 5 meter itu ambruk di salah satu sisinya pada Senin (1/2/2021) sekitar pukul 23.00. Hujan deras sejak sore hari turut memicu putusnya jembatan. Fondasi jembatan yang lebih dekat ke Cirebon hancur terkikis derasnya Sungai Cijurai. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.
”Sejak 10 hari lalu sudah ada tanda-tanda jembatan terkikis. Makanya, kami melarang warga lewat, apalagi kendaraan roda empat. Tetapi, ada saja yang melintas,” kata Kuwu (Kepala Desa) Karangwuni Suhedi, Selasa (2/2/2021). Jembatan itu menyatukan Karangwuni dan Desa Kalimati, Kecamatan Japara, Kuningan.
Karangwuni terletak sekitar 33 kilometer sebelah selatan pusat kota Kabupaten Cirebon. Akses yang menanjak dan berliku menelan waktu tempuh berkisar 1,5 jam berkendara sepeda motor. Di sisi jalan tampak material longsor. Sebagian jalannya berlumpur.
Bagi warga Karangwuni, khususnya 220 rumah tangga di Blok Lojikaum, jembatan yang beroperasi sejak 2015 itu sangat vital. Sebagian besar warga menggarap sawah dan berdagang ke Kalimati. Tanpa jembatan, warga harus menyeberang sungai yang kian berbahaya saat hujan deras.
Sebaliknya, jembatan itu melancarkan perekonomian ratusan rumah tangga di Kalimati. Warga acap kali membeli kebutuhan sehari-hari di Pasar Sedong atau Pasar Karangsembung, Cirebon, dibandingkan ke Kuningan.
”Kalau ke Pasar Sedong, paling cepat bisa setengah jam. Kalau ke Pasar Cilimus di Kuningan bisa sampai 1,5 jam. Rata-rata barang di Cirebon juga lebih murah Rp 1.000 dibandingkan di Kuningan,” ungkap Suherna (40), warga Kalimati yang mengaku bekerja di toko material.
Menurut dia, putusnya jembatan tersebut telah merugikan warga di kedua daerah perbatasan itu. Suherna berharap, jembatan beraspal itu segera diperbaiki sehingga akses perekonomian warga kembali normal.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Iwan Rizki mengatakan, seharusnya jembatan tersebut bisa bertahan hingga 10 tahun atau 2025. ”Namun, kami hanya perencana. Jembatan ini bisa putus karena bencana,” ujarnya.
Jembatan dibangun di atas Sungai Cijurai yang berhulu di Kuningan. Sungai selebar 30 meter itu tidak memiliki tebing penahan tanah di kedua sisinya. Tanggul hanya berupa tanah dan persawahan yang kian terkikis arus sungai.
Kalau buat jembatan permanen, butuh Rp 1,7 miliar. Tahun ini akan kami kerjakan.
Iwan berjanji segera membangun jembatan darurat berlapis besi sepanjang 30 meter dengan lebar 1,4 meter. ”Pembangunannya bisa 10-14 hari. Kalau buat jembatan permanen, butuh Rp 1,7 miliar. Tahun ini akan kami kerjakan,” lanjutnya.
Menurut Iwan, ia masih mendata jembatan di daerah lain yang rawan ambruk saat musim hujan. Namun, pihaknya tengah merencanakan 15 kegiatan untuk antisipasi banjir, termasuk penguatan jembatan. Iwan juga akan berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, pengelola sungai di Cirebon.