Sastra Rancage 2021 Panggungkan Bahasa Daerah Jadi Aset Budaya Nusantara
Enam karya sastra daerah terpilih sebagai pemenang hadiah Sastra Rancage dan Hadiah Samsudi 2021. Penghargaan ini diharapkan bisa memacu semangat para sastrawan lain untuk terus berkarya dan melestarikan bahasa daerah.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Enam karya sastra daerah terpilih sebagai pemenang Hadiah Sastra Rancage dan Samsudi 2021. Penghargaan ini diharapkan memacu semangat para sastrawan lain untuk terus berkarya sekaligus melestarikan bahasa daerah sebagai aset kebudayaan Nusantara.
Pemberian hadiah tahunan sastra daerah dirintis oleh sastrawan Ajip Rosidi melalui Yayasan Kebudayaan Rancage sejak tahun 1989. Dulunya, penghargaan ini diterima untuk sastrawan Sunda. Kemudian, pada 1994 juga untuk sastrawan Jawa. Selanjutnya, bertahap dimulai tahun 1998 untuk sastra Bali, Lampung (2008), Batak (2015), Banjar (2017), dan sastra Madura (2020).
“Ini merupakan tanda cinta kami untuk memajukan kehidupan bahasa daerah melalui sastra yang ditulis oleh pengarang dari berbagai daerah di Indonesia. Kami berharap dapat memicu untuk menempatkan bahasa daerah sebagai kurikulum nasional,” kata Erry Riyana Hardjapamekas, ketua Dewan Pembina Yayasan Sastra Rancage dalam sambutannya di Anugerah Sastra Rancage (ASR) 2021, Minggu (31/1/2021) sore, melalui kanal daring.
Erry menilai, selama ini, posisi bahasa daerah masih berada pada kurikulum lokal dan sepenuhnya diserahkan pada pemerintah daerah. Padahal, bahasa daerah sejatinya memiliki peran penting untuk menggali kearifan lokal yang dapat memperkuat kebudayaan nasional.
Di tengah pandemi, Erry mengapresiasi semangat para penulis yang tetap bersemi. Penerbitan buku dari tahun ke tahun mengalami pasang surut masing-masing. Akan tetapi, kualitas karya tidak hanya dinilai dari kuantitas yang diterbitkan. Lebih dari itu, regenerasi penulis hingga peningkatan kualitas bahasa dan sastra dari setiap daerah menjadi perhatian penting.
Tahun ini, ada 23 judul buku berbahasa Sunda yang terbit, meliputi kumpulan puisi, cerita wayang, kumpulan cerpen, prosa mini, novel, dan monolog. Novel Sasalad karya Dadan Sutisna terpilih sebagai penerima hadiah untuk sastra Sunda. Dadan pernah terpilih sebagai penerima Hadiah Samsudi 2004, penghargaan untuk bacaan anak-anak berbahasa Sunda, yakni karyanya yang berjudul Mister Haur Geulis.
Bahkan mungkin ke masa depan memungkinkan novel ini menjadi kritik, paling tidak sebuah perbandingan kelam atas carut-marutnya penanganan wabah yang mematikan. (Darma Putra)
Perwakilan Dewan Juri ASR, Darma Putra menyebutkan, karya ini dianggap mampu menjalin berbagai gaya, sumber penciptaan, dengan detail informasi yang susah dilakukan tanpa memanfaatkan berkah teknologi digital. Novel ini juga membuka luas cakrawala sosial politik latar Sunda pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.
“Bahkan mungkin, di masa depan memungkinkan novel ini menjadi kritik, paling tidak sebuah perbandingan kelam atas karut marut penanganan wabah yang mematikan,” kata Darma.
Tercatat 35 buku yang masuk dalam penilaian untuk sastra Jawa. Hadiah diberikan kepada Supali Kasim untuk karya kumpulan puisi berjudul Sawiji Dina, Sawiji Mangsa. Supali Kasim dikenal sebagai sastrawan yang kerap menulis kebudayaan Jawa Dermayu (Indramayu). “Karyanya membangun keseimbangaan antara keindahan seni dan kegunaannya membangun jiwa akan terciptanya karya-karya sastra, baik fiksi maupun prosa,” ucap Darma.
Untuk sastra Bali, penghargaan diberikan kepada Komang Berata atas karya kumpulan cerpen berjudul Nglekadang Meme. Karya ini dinilai dewan juri memiliki gaya bahasa kreatif, melukiskan latar belakang alam, dan diselingi perumpamaan atau pepatah dalam bahasa Bali yang sudah jarang dipakai dalam percakapan sehari hari. Karya ini menampilkan upaya penulis untuk menghidupkan kembali ungkapan bahasa Bali.
Untuk sastra Lampung, hadiah diberikan pada Dang Miwang Niku Ading karya Elly Dharmawanti. Karya ini memuat 70 judul puisi yang menggambarkan nasihat seorang kakak kepada adiknya yang patah hati karena ditinggal kekasihnya. “Dalam nasihat ini tercermin nilai-nilai tradisi, adat-istiadat, dan sikap orang Lampung dalam kehidupan sosial sehar-hari,” kata Darma.
Pemenang hadiah sastra Madura jatuh kepada Lukman Hakim AG dengan judul Sagara Aeng Mata Ojan. Karya ini menampilkan diksi, metafora, dan adanya kesadaran menulis dalam bahasa Madura tidak hanya terbatas pada persoalan kekerasan. Buku ini mencerminkan kehidupan masyarakat Madura yang biasanya melaut atau berlayar.
Hadiah Samsudi 2021 atau penghargaan untuk bacaan anak-anak berbahasa Sunda jatuh pada Pelesir ka Basisir karya Risnawati. Penulis dinilai ikut menyelamatkan literasi Sunda dari kelangkaan bahan bacaan untuk anak-anak dan remaja di zaman sekarang ini.
Tahun ini, pemberian hadiah tidak dilakukan secara tatap muka. Para pemenang mengikuti secara daring. Hadiah berupa piagam, piala, dan uang tunai sebesar Rp 7,5 juta akan dikirimkan ke alamat masing-masing.
Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Menurut Hilmar Farid, bahasa bukan hanya alat komunikasi, tapi juga membentuk bayangan tentang dunia. Sulit membayangkan kebudayaan yang berkembang tanpa akses terhadap bahasa. Misalnya, untuk memahami kisah di masa lalu, bahasa menjadi jembatan yang menghubungkan proses komunikasi. “Bahasa dan sastra di sini terkait identitas kita ini siapa,” ucapnya.
Dalam perkembangannya, menurut Hilmar, banyak sekali istilah dari bahasa daerah yang diserap menjadi bahasa Indonesia. Pada tingkat yang lebih kompleks, bahasa daerah menjadi pertimbangan dalam menentukan tata bahasa. Dia mendorong bahasa daerah tetap lestari dengan menghidupkan kembali konteks bahasa daerah, antara lain mendorong masyarakat menggunakan bahasa daerah untuk berbagai keperluan.