Satu Pelaku Bunuh Diri di Blitar Pernah Mengeluh Sakit dan Ingin Mati
Satu keluarga di Kabupaten Blitar, terdiri dari ayah dan dua anak, ditemukan meninggal dunia diduga bunuh diri. Sang ayah pernah mengeluh sakit dan mengaku ingin mati kepada keluarganya.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Kepolisian Resor Blitar, Jawa Timur, masih mendalami kasus dugaan bunuh diri satu keluarga yang terdiri dari satu ayah dan dua anaknya di Dusun Sumbertuk, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, yang terjadi pada Jumat (29/1/2021). Dari keterangan kerabat, sang ayah pernah mengeluh sakit dan mengaku ingin mati kepada keluarganya.
Pelaku bunuh diri adalah SU (67). Bersama SU, ditemukan pula dua anaknya, masing-masing NFF (22) dan SAP (10), dalam kondisi tak bernyawa. SU ditemukan dalam kondisi tergantung, sedangkan NFF dan SAP ditemukan tergeletak di kamar dengan kondisi mulut mengeluarkan busa diduga akibat minum racun.
Kepala Kepolisian Resor Blitar Ajun Komisaris Besar Leonard M Sinambela ketika dihubungi dari Malang, Minggu (31/1/2021), mengungkapkan, hasil otopsi menyatakan bahwa SU diduga kuat meninggal karena gantung diri.
”Kalau anaknya, (penyebabnya) masih kami validkan dengan pemeriksaan Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Jawa Timur dan hasil otopsi bagian dalam. Kalau penyebab mati ketiga orang itu sama, yakni karena tekanan pada bagian leher,” ujarnya.
Menurut Leonard, SU meninggal akibat lehernya tertekan tali yang menjerat. Adapun pada leher NFF dan SAP juga terdapat lebam dan luka lecet diduga akibat tekanan benda tumpul.
”Benda tumpul, persepsinya bisa dengan tangan atau media lain, misalnya dengan cara (korban) dibekap dulu, tetapi (leher) tetap ditekan pakai tangan. Bisa juga seperti itu,” katanya.
Disinggung apakah ada orang lain di dalam rumah itu yang menekan leher NFF dan SAP, Leonard mengatakan, sampai saat ini belum ada fakta mengenai adanya orang lain di dalam rumah tersebut. ”Belum ada fakta ke sana, hanya tiga orang itu. Soal kesimpulannya, menunggu hasil pemeriksaan laboratorium,” ucapnya.
Mengenai motif yang melatarbelakangi tindakan nekat korban, Leonard mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan keterangan dari sejumlah saksi. Kepada kerabat, SU memang pernah mengeluh dan bercerita terkadang ingin mati dan titip anaknya. SU juga mengeluhkan sakit jantung dan saraf.
Selain meminta keterangan saksi, Polres Blitar saat ini juga masih mendalami kebiasaan korban serta hal-hal yang lain. SU sendiri berprofesi sebagai petani penggarap, dan beberapa bulan tidak bekerja setelah sakit.
”Kalau dilihat dari waktu penemuan jasad, korban ditemukan enam hingga delapan jam setelah peristiwa sehingga kemungkinan peristiwa ini terjadi pada pukul 03.30-05.30. Ini dikuatkan dengan pakaian yang dikenakan si anak yang memakai piyama. Jadi, kondisi (si anak) dalam keadaan tidur,” tutur Leonard.
Adapun peristiwa tersebut diketahui pertama oleh tetangga korban, Nurhayah (20). Nurhayah mendapat telepon dari anak pertama korban, HE (30), yang saat ini bekerja di Timor Leste. HE meminta Nurhayah mengecek keluarganya.
Sekitar pukul 10.45, Nurhayah mengecek rumah korban dan mendapati ketiga orang tersebut dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Beberapa tahun terakhir, SU tinggal bertiga dengan kedua anaknya. Istrinya telah meninggal dunia sejak beberapa tahun lalu.
Sebelumnya, pengajar di Fakultas Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang, Hesti Puspitosari, mengatakan, sakit bisa menjadi salah satu penyebab orang menjadi putus asa untuk kemudian mengakhiri hidup. Selain sakit, masalah lain yang kerap membuat putus asa adalah impitan ekonomi, asmara, dan perasaan malu.
Kondisi pandemi yang belum kunjung reda, menurut Hesti, juga bisa menjadi pemicu. Pandemi membuat banyak orang di-PHK dari tempatnya bekerja. Atau, kalau mereka mempunyai bisnis, gulung tikar akibat pandemi sehingga berdampak terhadap ekonomi keluarga.