Panen Anjlok, Petani ”Food Estate” Kalteng Minta Pola Tanam Disesuaikan
Petani program food estate mengeluh hasil panen merosot tajam. Mereka minta pemerintah menyesuaikan pola tanam. Pemerintah menilai hal itu terjadi lantaran petani tidak menjalankan rekomendasi tanam.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·6 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Salah satu traktor yang digunakan anggota TNI dalam membajak sawah sempat tersendat lumpur dan harus ditarik traktor lainnya di Desa Gadabung, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Sabtu (10/10/2020). TNI Korem 102 Panju Panjung membantu persiapan sawah di lokasi food estate.
PULANG PISAU, KOMPAS — Hasil panen di desa prioritas program lumbung pangan nasional di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, merosot tajam. Banyak faktor yang memicu penurunan hasil panen, antara lain jenis bibit yang tak seragam, pola tanam, hama, dan cuaca buruk. Petani meminta pemerintah mengikuti pola tanam mereka.
Sekretaris Kelompok Tani Sido Mekar di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Patu, Heriyanto (43) memiliki sawah seluas 2 hektar. Setiap hektar miliknya hanya menghasilkan 1,4 ton gabah padi. Padahal, biasanya ia bisa mendapatkan 3-4 ton per hektar.
”Saya biasanya menanam bulan November atau Desember, lalu ada program percepatan penanaman karena food estate (lumbung pangan), jadi dimajukan ke Oktober. Jadinya banyak hama menyerang,” ungkap Heriyanto, Minggu (31/1/2021).
Menurut dia, akibat penanaman pada bulan Oktober, panen saat ini dilakukan saat musim hujan dan angin kencang sehingga tak sedikit padi ambruk tak bisa dipanen. Belum lagi serangan hama. Hal itu menyebabkan ia tidak pernah menanam pada bulan Oktober, melainkan pada November atau Desember. ”Kami sudah belasan tahun lalu menanam pada bulan Oktober, ya, begini juga hasilnya,” kata Heriyanto.
Heriyanto menjelaskan, kelompok taninya memiliki anggota sebanyak 37 orang dan semua mengalami kondisi serupa, yakni hasil panen merosot lantaran diserang hama atau cuaca ekstrem. Ia mencotohkan, tanaman padinya diserang hama wereng dan jamur potong leher.
Heriyanto menjelaskan, biasanya dirinya menggunakan jenis padi Inpari-42. Namun, untuk program food estate ini, ia menggunakan jenis padi Hipa-18 yang diberikan pemerintah.
Kompas mengunjungi Desa Belanti Siam pada Jumat (29/1/2021) siang. Saat itu, para petani mulai memanen padi di sawah yang terbentang di sepanjang jalan masuk desa. Wilayah itu berjarak 152 kilometer dari Kota Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalteng. Terlihat juga beberapa sawah yang belum dipanen. Namun, bulir padi dari kejauhan tampak bewarna putih keabu-abuan. Saat digenggam, tak ada beras di dalam bulirnya.
Tak hanya itu, sejumlah padi di lahan sawah yang belum dipanen juga ambruk lantaran angin dan hujan ekstrem selama beberapa hari sebelumnya. Termasuk milik Heriyanto dan anggota kelompok taninya.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Seorang petani di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (29/1/2021), duduk di atas karung-karung gabah kering hasil panen di lokasi lumbung pangan. Hasil panen kali ini jauh dari harapan petani.
Hal serupa dialami Tiono (68), warga Desa Belanti Siam lainnya. Ia menggunakan padi jenis Inpari-43 pemberian pemerintah dalam program food estate. Hasilnya, dari 2 hektar lahannya, hanya bisa dipanen 3,5 ton gabah. Dia menyebutkan, hasil itu biasanya bisa didapatkan dari 1 hektar lahan.
”Ini hasilnya bukan menurun lagi, tapi merosot jauh dari harapan kami. Memang ada panennya, tapi kok drastis sekali merosotnya, enggak seperti ini biasanya. Bibitnya ini katanya bagus. Tapi, ini bukan bibit yang biasa saya gunakan, ini dikasih pemerintah,” tutur Tiono.
Kami harap pemerintah menggunakan pola tanamnya petani, juga bibit yang biasa, karena kami, kan, sudah bertahun-tahun di sini.
Tiono menjelaskan, hasil rendah seperti ini pernah terjadi saat ia baru membuka sawah puluhan tahun lalu ketika kandungan gambut di sawahnya masih tebal. Kini, gambut sudah sangat tipis, bahkan hilang, meski kandungan asam masih ada.
”Kami harap pemerintah menggunakan pola tanamnya petani, juga bibit yang biasa, karena kami, kan, sudah bertahun-tahun di sini,” kata Tiono yang juga terlambat mendapatkan pupuk.
Lahan pangan di Kalimantan Tengah yang digarap pemerintah dalam program food estate.
Hasil panen yang turun juga dialami petani lain. Suliswanto mengatakan hanya mendapatkan 3,7 ton padi di lahan seluas 2 hektar miliknya. Adapun Budi Suryanto, petani yang juga Ketua RW 005 Desa Belanti Siam, hanya bisa memanen 1,7 ton per hektar. Bahkan, Kepala Seksi Pemerintah Desa Belanti Siam Sukardi menjelaskan, dirinya dan keluarganya hanya mampu memanen 1,7 ton gabah dari lahan sawah seluas 2 hektar. Padahal, normalnya ia bisa memanen 3-4 ton gabah per hektar.
Kepala Desa Belanti Siam Amin Arifin menjelaskan, 90 persen dari 1.000 hektar lahan di desanya yang ikut program food estate dilanda gagal panen atau setidaknya jumlah panen anjlok. Bahkan, ada petani yang mendapatkan panen di bawah 1 ton per hektar. Menurut dia, salah satu faktornya adalah pola tanam yang tidak sesuai dengan kebiasaan para petani di desanya.
”Solusinya, ya, istirahat dulu bekerja, jangan menanam lagi sampai pola tanamnya dibenahi. Karena kalau berantakan, nanti tidak serentak. Kalau tidak serentak, akan banyak hama menyerang,” kata Amin.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Tardi, warga Desa Belanti Siam, membersihkan lahan di sawah milik orang yang mengupahnya di Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Jumat (4/9/2020). Kawasan food estate itu menurut rencana bakal dikembangkan pemerintah menjadi pusat lumbung pangan nasional.
Pola tanam
Ujung pangkal keluhan petani sama, yakni pola tanam yang begitu cepat lantaran program percepatan penanaman pada Oktober lalu. Biasanya, petani di desa ini baru mulai menanam pada bulan November atau Desember sehingga panen baru dilakukan pada bulan Maret atau April.
Desa Belanti Siam menjadi desa prioritas lantaran di tempat itu Presiden Joko Widodo melakukan penanaman perdana untuk memulai program lumbung pangan atau food estate. Di tempat ini, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga beberapa kali datang melihat kondisi.
Terkait hal itu, Kementerian Pertanian membantah kegagalan panen. Dalam rilis yang diterima Kompas, salah satu petani yang dihubungi, yakni Taufik, mendapatkan hasil yang memuaskan sekitar 6,4 ton per hektar. ”Varietas yang kami tanam Inpari 42 dan alhamdulillah hasilnya meningkat daripada yang lalu. Hasil panen ini juga siap kami gunakan sebagai benih,” ungkapnya.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Warga Sanggang melintas di jembatan di atas kanal atau saluran irigasi, Jumat (4/9/2020). Kanal besar itu merupakan sisa dari proyek Pengembangan Lahan Gambut tahun 1995 yang baru-baru ini diperbaiki oleh pemerintah dalam rangka lumpung pangan.
Taufik tergabung dalam kelompok tani Karya Makmur dengan total lahan yang digarap mencapai 100 hektar. Edi Subairi, petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) Desa Belanti Siam, menambahkan, di Belanti Siam total lahan mencapai 1.000 hektar dengan hasil yang sangat memuaskan, rata-rata berkisar 5,5-5,6 ton per hektar.
”Memang ada di beberapa titik hasil kurang memuaskan karena faktor iklim, yaitu padi roboh, sehingga petani panen di awal dan hasil tidak maksimal,” lanjutnya.
Mereka, kan, tanamnya disebar atau sistem geledek, sedangkan yang direkomendasikan itu tanam pindah.
Sementara itu, saat dihubungi Kompas, Minggu petang, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalteng Syamsuddin tak menampik adanya petani di lahan program food estate yang hasil panennya merosot. Walakin, menurut dia, hal itu terjadi lantaran petani yang bersangkutan tidak menjalankan rekomendasi dari pemerintah.
”Mereka, kan, tanamnya disebar atau sistem geledek, sedangkan yang direkomendasikan itu tanam pindah,” kata Syamsuddin.
Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Gubenur Kalteng Sugianto Sabran melihat lokasi rencana program food estate di Desa Bentuk Jaya, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020).
Syamsuddin menjelaskan, tanam langsung pindah yang dimaksud adalah dengan persemaian. Benih disemai selama lebih kurang 16 hari sebelum dipindah ke sawah. Mengenai perbedaan jenis benih dari yang selama ini ditanam petani, menurut dia, hal itu tidak jadi masalah jika menggunakan sistem tanam yang direkomendasikan pemerintah.
”Banyak yang hasilnya di atas 5 ton per hektar, kok. Dan tidak sedikit, kami selalu ada di lapangan,” lanjutnya.
Syamsuddin menjelaskan, hama tikus juga tidak menjadi hambatan lantaran hanya terjadi di masa awal saat padi tumbuh. ”Ini juga faktor cuaca, lihat saja bulan Desember itu hujan tidak berhenti,” katanya.
Pada beberapa kesempatan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan optimismenya terhadap program food estate meskipun terjadi dinamika di lapangan. ”Ini lahan yang sangat dinamis, tidak seperti di Jawa, Sumatera, atau Sulawesi. Di sini lahan rawa, kontur tanahnya ada yang dalam, sedang, datar, dan cukup bagus. Oleh karena itu, dinamika lapangan juga ada,” tuturnya saat meninjau lokasi, Rabu (16/12/2020).