Pendataan Rumah Rusak akibat Gempa Sulbar Belum Tuntas
Baru data rumah rusak di Kabupaten Majene yang telah disetor ke Inspektorat Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Data dari Kabupaten Mamuju, bahkan pendataan rumah rusak di Kabupaten Mamasa, belum tuntas.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
MAMUJU, KOMPAS — Pendataan rumah rusak penerima bantuan gempa Sulawesi Barat masih dilakukan. Saat ini, baru data rumah rusak di Kabupaten Majene yang telah disetor ke Inspektorat Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Data dari Kabupaten Mamuju, bahkan pendataan ratusan rumah rusak di Kabupaten Mamasa, belum juga tuntas.
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rifai mengatakan, hingga Sabtu (30/1/2021) baru data rumah rusak di Kabupaten Majene yang telah diserahkan ke Inspektorat Jenderal BNPB. Sebanyak 4.099 rumah, di mana 1.774 di antaranya rusak berat, akan dievaluasi terlebih dahulu.
”Untuk di Mamuju, kemarin sudah masuk 11.423 unit yang tersebar di enam kecamatan. Namun, kami kembalikan dulu karena berdasarkan evaluasi masih banyak yang belum lengkap, seperti tidak ada nomor KTP, atau KK,” terang Rifai, dihubungi dari Mamuju, Sulbar, Sabtu siang.
Tidak hanya di Mamuju dan Majene, Rifai menambahkan, ratusan rumah di Mamasa juga terdampak gempa lebih dari dua pekan lalu. Pihaknya telah mengarahkan tim untuk membantu pendataan daerah, dan diharapkan tuntas dalam sepekan ke depan. Dari hitungan kasar, ada 400 rumah yang rusak di daerah ini.
Setelah data dari tiga kabupaten ini masuk, data akan diteliti dan dievaluasi dahulu, utamanya terkait kelengkapannya. Nantinya, data akan diserahkan ke Kementerian Keuangan sebelum ditindaklanjuti dengan penyaluran dana.
Berdasarkan instruksi Presiden Joko Widodo, pemerintah akan mengeluarkan dana bantuan renovasi rumah sebesar Rp 50 juta untuk rusak parah, Rp 25 juta untuk rumah rusak sedang, serta Rp 10 juta untuk rumah rusak ringan. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan Program Dana Tunggu Hunian (DTH) sebesar Rp 500.000 setiap keluarga per bulan selama enam bulan.
”Kami harap pertengahan Februari (data) sudah bisa disetor ke Kemenkeu, dan di akhir Februari sudah ada penyaluran dana. Kami usahakan lebih cepat, tetapi tetap dengan data yang baik dan jujur,” kata Rifai.
Sekretaris Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman, dan Pertanahan (Perkim) Kabupaten Mamuju Jufri Badau menjabarkan, data rumah rusak sebanyak 11.423 unit yang telah diserahkan sebelumnya memang kembali dilengkapi saat ini. Saat pendataan awal, banyak penyintas yang tidak menemukan data pribadi karena tertimbun, atau segera meninggalkan rumah tanpa membawa dokumen.
Proses pelengkapan data, tutur Jufri, diselesaikan dalam dua hari ke depan. Pada Senin (1/2/2021) data ini akan disahkan dalam Surat Keputusan Bupati Mamuju, lalu diserahkan kembali ke BNPB.
Selain itu, tim dari dinas perkim mulai turun ke lapangan untuk melakukan verifikasi kerusakan rumah. Data warga yang terdata juga akan ditempel di tempat umum agar warga bisa mengecek nama, dan segera melaporkan jika belum terdata.
”Semua pendataan dari bawah, jadi jika ada yang belum terdata segera melapor ke kelurahan setempat. Kami sudah sampaikan ini kepada aparat di enam kecamatan terdampak,” kata Jufri.
Meski telah berlangsung dua pekan, di Mamuju saja masih ada sejumlah warga yang belum terdata kerusakan rumah. Warga juga belum mengetahui informasi ini, terlebih lagi terkait teknis pelaporan kerusakan.
Saya baru tahu informasinya kemarin. Jadi ke rumah kepala lingkungan, tapi orangnya juga mengungsi. Ini harus lapor ke mana? (Rifat)
Rifat (46), warga Kecamatan Simboro, Mamuju, mengatakan, sampai saat ini ia belum pernah mendapatkan pendataan dari lingkungan tempatnya menetap. Gempa dengan kekuatan M 6,2 menghancurkan bagian dapur rumah panggung miliknya, dan membuat rumah miring sehingga tidak bisa ditinggali.
”Saya baru tahu informasinya kemarin. Jadi ke rumah kepala lingkungan, tapi orangnya juga mengungsi. Ini harus lapor ke mana?” kata ayah dua anak ini. Ia berharap pendataan kerusakan rumah lebih mudah, dengan informasi yang tersiar luas agar penyintas seperti dirinya bisa mengurus dengan mudah.
Kepala Dinas Perkim Provinsi Sulbar Intje Rahmad menyampaikan, pihaknya terus berkoordinasi dengan tiga daerah terdampak untuk melakukan pendataan dengan cepat dan tepat. Setiap korban terdampak harus terdata, dan terverifikasi di lapangan.
Meski demikian, ia juga tidak menampik beberapa kendala teknis di lapangan dalam proses pendataan yang berlangsung. Untuk memudahkan pendataan, dan pelaporan warga, ia berharap setiap pemda membuka posko pendataan agar setiap warga bisa datang mengajukan laporan jika belum sempat terdata.
Tidak hanya itu, warga yang ingin memperbaiki rumahnya terlebih dahulu pun ia belum mengetahui secara detail teknisnya. ”Apakah menunggu verifikasi dahulu, atau bagaimana, teknisnya saya belum tahu. Tapi yang jelas datanya ada dulu biar segera dimasukkan ke Kemenkeu,” kata Rahmad.
Gempa dengan magnitudo 6,2 yang menguncang Majene dan sekitarnya pada Jumat (15/1/2021) telah menyebabkan 105 orang meninggal dan tiga orang dilaporkan masih hilang. Gempa ini juga menimbulkan kerusakan bangunan parah, termasuk Kantor Gubernur Sulawesi Barat, longsor yang menutup jalan, dan ribuan rumah yang rusak. Sebanyak 91.000 pengungsi tersebar di tiga kabupaten.
Tanggap bencana yang sebelumnya berlangsung dua pekan dan berakhir Kamis (28/1/2021) telah diperpanjang selama sepekan hingga Kamis (4/2/2021). BNPB sebelumnya merekomendasikan agar tanggap bencana diperpanjang selama dua pekan. Kelompok rentan juga belum mendapatkan perhatian maksimal, baik ibu hamil, bayi, maupun lansia. Ratusan difabel bahkan belum tersentuh bantuan pemerintah.