Ridwan Kamil: Sanksi Tegas Bagi Industri yang Enggan Laporkan Kasus Covid-19 di Karawang
Tingginya penambahan kasus Covid-19 di Karawang, Jawa Barat, masih dipicu oleh ketidakterbukaan industri dalam melaporkan kasus. Gubernur Jabar Ridwan Kamil tengah merumuskan sanksi bagi pelaku usaha yang lalai.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Tingginya penambahan kasus Covid-19 di Karawang, Jawa Barat, masih dipicu oleh ketidakterbukaan industri dalam melaporkan kasus. Gubernur Jabar Ridwan Kamil tengah merumuskan sanksi bagi pelaku usaha yang melalaikan pelaporan tersebut.
Dalam kunjungannya ke Karawang, Jumat (29/1/2021) sore, Ridwan Kamil didampingi Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana meninjau pelaksanaan operasi yustisi masker di Pasar Johar dan kampung tangguh di Desa Plawad, Kecamatan Karawang Timur. Penanganan Covid-19 di Karawang menjadi topik utama yang dibahas mereka.
Sudah lebih dari tujuh minggu Karawang masuk dalam zona merah rawan penularan Covid-19 di Jabar. Artinya, angka penambahan pasien terus bertambah setiap harinya.
Hingga Jumat, jumlah kasus positif Covid-19 di Karawang sebanyak 9.575 orang. Ada 1.166 orang dirawat, 8.085 orang sembuh, dan 324 orang meninggal. Kluster industri dan keluarga menjadi penyumbang lonjakan kasus, yakni 3.039 orang dari kluster industri dan 2.614 orang dari kluster keluarga.
”Permasalahan utama lonjakan kasus adalah ketidakdisiplinan industri untuk melaporkan kasus ke satgas kabupaten. Kasusnya ada (di industri), tetapi tidak dilaporkan,” ujar Gubernur Jabar.
Keterlambatan dalam pelaporan membuat proses pelacakan erat terhadap pasien menjadi terlambat. Kondisi tersebut kian menambah jumlah orang yang terpapar karena tidak ditangani sesegera mungkin oleh tim satgas. Bahkan, beberapa industri melakukan penanganan sendiri, misalnya, melakukan penelusuran kontak erat pasien secara mandiri dan meminta karyawan yang terpapar tanpa gejala untuk isolasi mandiri di rumah.
”Melaporkan (kasus) itu bagian dari bela negara. Jadi, jangan menutup-nutupi dan tidak melaporkan, dijamin semuanya dibayar gratis oleh pemerintah,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengapresiasi pelaku usaha yang telah berinisiatif untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk karyawannya yang terpapar. Sebab, penanganan Covid-19 ini bukan hanya tugas pemerintah, melainkan sinergi dan kesadaran berbagai pihak. Kendati demikian, pemerintah daerah tetap terbuka untuk membantu seandainya industri tersebut tidak mampu untuk menyediakan tempat isolasi bagi karyawan.
Melaporkan (kasus) itu bagian dari bela negara. Jadi jangan menutup-nutupi dan tidak melaporkan, dijamin semuanya dibayar gratis oleh pemerintah.
Sanksi tegas akan diberikan bagi pelaku usaha yang mengabaikan pelaporan kasus pada tim satgas Covid-19. Hal ini untuk memberikan efek jera agar pelaku usaha tidak mengabaikan keselamatan dan kesehatan karyawan. Sejauh ini, Ridwan Kamil melihat penerapan protokol kesehatan di sejumlah industri sudah berjalan baik.
”Kami masih merumuskan sanksi yang akan diberikan pada industri tersebut, berupa teguran, lisan, tertulis, administratif, denda, atau pidana. Kami akan tindak lanjuti ke depan,” ujar Gubernur Jabar.
Kewajiban industri untuk melaporkan kondisi operasional selama pandemi dan adanya kemunculan kasus diatur dalam Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2020. Pelaku industri wajib memiliki prosedur standar operasi penanganan Covid-19, memastikan protokol penanganan Covid-9 telah dilaksanakan, serta melaporkan pelaksanaan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) setiap akhir minggu.
Apabila dijumpai pekerja atau karyawan yang terkena Covid-19, perusahaan industri harus memeriksa kesehatan pekerja lainnya yang berpotensi terpapar dan juga mensterilisasi tempat kerja yang menjadi area penyebaran virus korona.
Ini perihal keselamatan karyawan. Nyawa mereka lebih utama dari sekadar urusan bisnis.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karawang Ahmad Suroto sebelumnya mengatakan, banyak pelaku industri yang menutup-nutupi kemunculan kasus karena mereka khawatir mereka jika pabrik ditutup (berhenti produksi) hingga keterbatasan anggaran untuk menangani karyawan yang terpapar Covid-19.
Biaya pemeriksaan tes usap tenggorokan hingga sewa tempat isolasi mandiri sejumlah karyawan perusahaan yang terpapar Covid-19 bisa menjadi tanggungan perusahaan. Menurut Suroto, pembiayaan seperti itu jangan dihitung untung atau rugi. ”Ini perihal keselamatan karyawan. Nyawa mereka lebih utama dari sekadar urusan bisnis,” katanya.
Sebelumnya, pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan, Bandung, Acuviarta Kartabi, mengatakan, perusahaan yang mengabaikan protokol kesehatan demi keselamatan karyawannya harus diberikan sanksi yang tegas melalui regulasi yang diatur oleh gubernur/wali kota/bupati.
Sejauh ini, menurut Acuviarta, ketentuan dalam peraturan gubernur Jabar hanya sebatas aturan buka dan menutup industri jika ada kasus Covid-19 hingga aturan kapasitas layanan. Aturan terkait pencegahan dan penanganan pada kluster Covid-19 di industri atau sektor ekonomi harus lebih spesifik.
Dalam membuat kebijakan pengendalian Covid-19 untuk sektor usaha, pemerintah tidak hanya berfokus dari sisi penindakan, tapi juga aspek pencegahan. Aspek pencegahan diwujudkan melalui keterlibatan pemerintah dalam mempermudah implementasi protokol kesehatan di sektor usaha. Misalnya, penyediaan tes cepat dengan harga terjangkau/gratis dan pelaporan harian kondisi implementasi protokol kesehatan di sektor usaha.