Pelajaran dari Tayo, Kucing yang Dijagal di Medan
Pembantaian dan penjagalan kucing-kucing di Medan yang viral di media sosial sesungguhnya hanya puncak gunung es. Kucing terancam penjagalan, kelaparan, penyiksaan, penyakit hewan, hingga ledakan populasi.

Kucing-kucing hidup secara liar di sebuah tempat sampah di Pasar Pringgan, Medan, Sumatera Utara, Jumat (29/1/2021). Ledakan populasi kucing yang tidak terkendali membuat hewan ini sering mengalami kekejaman hingga penjagalan.
Kisah Tayo, kucing yang dibantai bersama kucing-kucing lainnya di Medan, Sumatera Utara, sesungguhnya hanyalah puncak gunung es kekejaman terhadap hewan, khususnya kucing. Kucing liar maupun peliharaan setiap hari terancam penjagalan, kelaparan, penyiksaan, penyakit hewan, hingga ledakan populasi.
”Ditemukannya beberapa kepala dan usus kucing di dalam karung di Jalan Tangguk Bongkar VII sesungguhnya tidak mengejutkan. Namun, ini sangat membuat hati miris karena masalah kekejaman terhadap hewan tidak pernah bisa diselesaikan,” kata pendiri Pecinta Kucing Medan, Riscki Elita, Jumat (29/1/2021).
Pembantaian dan penjagalan kucing itu diketahui berawal dari unggahan Sonia Rizkika Rai di akun Instagram-nya, Rabu (27/1/2021). Sonia, yang sudah dua hari mencari kucingnya bernama Tayo yang hilang, pergi ke Jalan Tangguk Bongkar VII. Ia mendapat informasi ada kelompok pencuri kucing di sana. Setelah menemukan rumah yang dicurigai, ia dan temannya membuka goni di teras rumah itu.
Sonia pun terkejut melihat ada banyak bagian tubuh kucing, yakni kepala dan usus yang sudah mulai membusuk di dalam goni itu, termasuk kepala Tayo yang merupakan kucing jenis persia tulang besar. ”Saya pun tidak sanggup berdiri dan menangis sejadi-jadinya melihat ada kepala Tayo di goni itu,” kata Sonia.
Setelah berdebat dengan orang-orang di sekitar rumah itu, ia membawa kepala kucingnya sebagai barang bukti untuk dilaporkan ke kepolisian. Namun, polisi yang menerima laporan itu pun diduga bingung. Sonia menyebut hanya ditertawai beberapa polisi yang mengatakan tidak tahu pasal apa yang harus diterapkan.
Sonia pun mengunggah kisahnya ke media sosial. Kisah itu menjadi viral. Setelah viral, laporan kasusnya pun diterima di Kepolisian Sektor Medan Area, Kamis (28/1/2021). Polisi bergerak menyelidiki kasus ini.
Hingga Jumat (29/1/2021) pagi, lebih dari 22.000 orang telah melihat unggahan Sonia. Namun, Jumat sore, unggahan itu sudah tidak ditemukan lagi.
Baca juga : Hak Asasi Hewan Belum Diperhatikan

Sonia Rizkika Rai dan temannya memeriksa goni berisi bagian tubuh kucingnya yang dicuri dan dijagal oleh seseorang di Jalan Tangguk Bongkar VII, Medan, Sumatera Utara, Rabu (27/1/2021). Kekejaman terhadap kucing masih terus terjadi di Kota Medan.
Menurut Riscki, pembantaian itu mengungkap gunung es kekejaman terhadap kucing yang sudah berlangsung lama di Kota Medan. Kejahatan itu dilakukan beberapa kelompok orang dengan cara yang sudah terorganisasi. Mereka mencuri kucing liar dan peliharaan untuk dijual dagingnya. ”Dugaan kuat, daging kucing dijual untuk dicampur dengan jenis daging hewan lain,” kata Riscki.
Mereka mencuri kucing liar dan peliharaan untuk dijual dagingnya. (Riscki Elita)
Dugaan itu cukup berdasar karena pembantaian terhadap kucing berlangsung cukup lama dengan skala cukup besar. Kelompok-kelompok pencuri kucing itu biasanya terdiri atas 2-3 orang dengan mengendarai becak barang dan membawa beberapa goni. Mereka berkeliling ke permukiman untuk mencari kucing.
Sasaran utama pembantai kucing itu sebenarnya adalah kucing liar. Namun, mereka juga sering menangkap kucing peliharaan yang sedang keluar dari rumah. Modusnya beragam. Terkadang mereka berpura-pura ingin memelihara kucing liar itu. Atau mereka memberi umpan makanan dan langsung memasukkannya ke dalam goni.
Menurut Riscki, kelompok-kelompok ini sudah melakukan aksi bertahun-tahun. Mereka umumnya warga di sekitar Kecamatan Medan Denai. Mereka pun beroperasi hingga ke seluruh wilayah di Kota Medan.

Kucing-kucing hidup secara liar di Pasar Pringgan, Medan, Sumatera Utara, Jumat (29/1/2021). Ledakan populasi kucing yang tidak terkendali membuat hewan ini sering mengalami kekejaman hingga penjagalan.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi pun ikut mengecam penjagalan kucing-kucing di Kota Medan. Ia meminta agar masyarakat menghentikan hal tersebut. Edy menyebut, ia sendiri membiarkan kucing-kucing hidup di area rumah dinasnya.
”Saya pencinta binatang. Kucing adalah binatang peliharaan. Walaupun saya belum mengerti aturan hukumnya, secara etika (penjagalan kucing) itu sangat buruk,” kata Edy.
Saya pencinta binatang. Kucing adalah binatang peliharaan. Walaupun saya belum mengerti aturan hukumnya, secara etika (penjagalan kucing) itu sangat buruk. (Edy Rahmayadi)
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, kepolisian telah menerima laporan tersebut di Polsek Medan Area. Polda pun telah meminta agar kasus itu ditindaklanjuti. ”Laporannya sudah diterima dan telah kami minta untuk diproses,” katanya.
Hadi menambahkan, petugas kepolisian sudah diturunkan ke Jalan Tangguk Bongkar VII untuk menyelidiki penjagalan hewan yang masuk kategori binatang bukan boleh dimakan itu. Semua pelaku yang selama ini terlibat dalam pencurian dan penjagalan kucing itu akan diproses hukum.

Abraham Mangkudijaya bersama Momo, kucing kesayangannya, bermain-main di rumahnya di kawasan Cinangka, Depok, Jawa Barat, Jumat (11/12/2020). Momo sudah dianggap sebagai ”anak bungsu” oleh keluarga Tris Tawangsih.
Ledakan populasi
Populasi kucing liar di Medan memang cukup banyak. Kucing-kucing liar bisa ditemukan hampir di seluruh permukiman di Medan. Populasi kucing juga cukup mudah ditemukan di tempat publik, seperti perkantoran, pabrik, di pinggir jalan di pusat kota, Lapangan Merdeka Medan, kantor Wali Kota Medan, kantor Gubernur Sumut, rumah dinas Gubernur Sumut, dan paling banyak di pasar tradisional.
Ledakan populasi kucing ini memang menjadi salah satu persoalan yang juga menjadi awal kekejaman terhadap kucing. Setelah musim kawin, misalnya, fenomena membuang anak kucing cukup marak di Kota Medan. Banyak warga yang sengaja membawa anak kucingnya jauh dari rumah dan meletakkannya di pinggir jalan.
”Yang lebih memprihatinkan lagi, banyak juga bayi kucing yang langsung dibuang ke parit. Kalau jumlahnya sudah banyak, warga menganggapnya sebagai hama,” kata Riscki.
Ledakan populasi ini juga menjadi penyebab kucing-kucing liar di Kota Medan menderita kelaparan setiap hari. Kelaparan ini membuat hewan ini kerap mencuri makanan di rumah, perkantoran, rumah makan, dan pasar.
Di tengah hiruk-pikuk pasar tradisional, kucing seperti berada di kasta paling rendah. Mereka ditendang dan dipukul jika ketahuan mengambil makanan atau hanya sekadar mendekat. Kucing-kucing itu juga tampak kurus, kotor, lunglai, kelaparan, dan banyak yang terluka.

Petugas menyuntikkan vaksin rabies ke kucing peliharaan warga di RW 006, Kelurahan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Selasa (24/11/2020).
Penanganan kekejaman terhadap hewan, khususnya kucing, harus dilakukan secara menyeluruh. Ledakan populasi kucing liar harus segera dikendalikan, penegakan hukum dilakukan, dan edukasi kepada masyarakat terus digencarkan. Gerakan memberi makan kucing liar juga harus disebarluaskan untuk menyelamatkan kucing dari kelaparan.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengendalikan populasi kucing liar adalah gerakan sterilisasi kucing jantan maupun betina sehingga tidak bisa berkembang biak. Namun, hal ini baru dilakukan oleh sejumlah komunitas pencinta hewan, tetapi jumlahnya belum sebanding dengan populasi yang sangat banyak.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengendalikan populasi kucing liar adalah gerakan sterilisasi kucing jantan maupun betina sehingga tidak bisa berkembang biak.
Menurut Riscki, salah satu kendala melakukan sterilisasi adalah biayanya cukup mahal, yakni Rp 1,5 juta untuk betina dan Rp 1 juta untuk jantan. Klinik hewan milik Pemprov Sumut maupun Pemkot Medan pun memberikan subsidi untuk sterilisasi sehingga tarifnya sekitar Rp 250.000, tetapi kuotanya tidak banyak.
Donatur luar negeri juga banyak yang menyumbang dana sterilisasi kucing liar di Kota Medan. ”Pengendalian populasi ini seharusnya bisa menjadi dasar untuk menyelesaikan persoalan lainnya,” katanya.

Dokter hewan dan tenaga medis memeriksa kondisi kucing yang telah dikebiri di Rumah Sakit Hewan Jakarta di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (23/9/2020). Dalam rangka memperingati Hari Rabies Sedunia, rumah sakit tersebut melakukan vaksinasi dan kastrasi gratis bagi kucing peliharaan.
Penegakan hukum
Hal lain yang harus dilakukan adalah penegakan hukum terhadap kelompok pembantai dan penjagal kucing. Dasar hukumnya sudah jelas, yakni pasal kesejahteraan hewan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Menurut Riscki, pihaknya sudah beberapa kali melaporkan pelaku pencurian atau penjagalan kucing, tetapi belum pernah diproses hukum. Bahkan, masih banyak penegak hukum yang belum mengetahui pasal kesejahteraan hewan. ”Sering sekali petugas hanya menertawakan orang yang melaporkan pelanggaran kesejahteraan hewan,” katanya.
Riscki pun berharap, penegakan hukum terhadap pelaku pencurian dan penjagalan kucing-kucing di Jalan Tangguk Bongkar VII dilakukan secara serius. Hal ini sangat penting untuk memberikan efek jera dan memutus rantai kelompok penjagal kucing.

Petugas menyuntikkan vaksin rabies ke kucing peliharaan warga di RW 006, Kelurahan Pesanggrahan, Jakartata Selatan, Selasa (24/11/2020). Kegiatan vaksinasi rabies gratis yang terbuka untuk umum ini dilakukan guna menciptakan Jakarta sebagai daerah bebas dari rabies. Antusiasme warga untuk datang ke tempat pelaksanaan vaksinasi cukup tinggi di tengah pandemi Covid-19 dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Pemprov Sumut Muhamin Damanik mengatakan, pelanggaran kesejahteraan hewan masih sering terjadi di tengah masyarakat. Banyak yang belum memahami prinsip-prinsip kesejahteraan hewan. ”Karena itu, kami terus mengedukasi agar masyarakat memahami dulu prinsip kesejahteraan hewan sebelum memeliharanya,” katanya.
Menurut Muhamin, banyak masyarakat memelihara hewan hanya untuk kesenangan saja. Namun, setelah mulai memeliharanya, ia tidak tahu bagaimana harus memenuhi hak-hak kesejahteraan hewan tersebut, termasuk kucing. Hal itu juga yang membuat banyak hewan peliharaan menjadi hidup liar.
Untuk mengendalikan kesehatan hewan peliharaan, kata Muhamin, pihaknya telah mendirikan Klinik Hewan sejak tahun 2018. Klinik itu diharapkan bisa memenuhi hak-hak hewan peliharaan untuk mendapat pengobatan.
Layanan yang diberikan pun gratis, kecuali untuk bedah dan tindakan besar lainnya. Layanan itu banyak digunakan para pencinta hewan untuk menolong kucing-kucing yang hingga kini masih terus mengalami kekejaman.
Baca juga : Stop Konsumsi Daging Anjing dan Kucing