Keluarga Tuntut Keadilan atas Kematian Buron Judi di Solok Selatan
Keluarga buron judi Deki Susanto alias Decki Golok yang tewas ditembak saat disergap anggota Kepolisian Resor Solok Selatan menuntut adanya keadilan. Keluarga membantah keterangan polisi bahwa Deki menyerang aparat.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Keluarga buron judi Deki Susanto alias Decki Golok yang tewas ditembak saat disergap anggota Polres Solok Selatan menuntut keadilan. Keluarga membantah keterangan polisi bahwa Deki ditembak karena menyerang aparat saat disergap di rumahnya. Polisi diduga telah melanggar hak asasi manusia dan melanggar prosedur atas kematian Deki.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pergerakan Indonesia Guntur Abdurrahman, kuasa hukum keluarga Deki, Jumat (29/1/2021), mengatakan, keluarga menuntut agar kasus penembakan terhadap Deki oleh aparat diusut secara adil, cepat, dan tuntas. Aparat dinilai sewenang-wenang dalam bertugas dan melanggar prosedur standar operasi (SOP).
”Dari peristiwa penembakan itu, kami meminta Kepala Polri yang baru saja dilantik bisa menegakkan hukum seperti pernyataannya. Hukum tidak hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, tetapi bagaimana hukum bisa berlaku adil dan sama terhadap semua orang. Kami ingin tuntut itu,” kata Guntur di Padang, Sumbar.
Sebelumnya, Rabu (27/1/2021) sekitar pukul 14.30, buron kasus judi, Deki Susanto, tewas ditembak saat disergap anggota Polres Solok Selatan di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Solok Selatan. Sejam kemudian, massa yang marah atas kejadian itu menyerang kantor Polsek Sungai Pagu.
Guntur menjelaskan, upaya penyergapan Deki tidak sesuai SOP. Berdasarkan pengakuan istri Deki, 10 orang datang ke rumahnya dengan dua mobil, Rabu sekitar pukul 14.30. Mereka bertanya kepada istri Deki tanpa memperkenalkan diri dan tanpa menunjukkan kartu identitas, surat tugas, ataupun atribut polisi. Mereka langsung masuk ke rumah dan memburu Deki.
Istri Deki histeris dan langsung mengejar ke arah belakang rumah dan menemukan suaminya sudah menyerah dan menekuk kepala dengan kedua tangan. Karena takut saat ditodong pistol oleh aparat, Deki mencoba kabur, tetapi langsung ditembak di bagian kepala disaksikan istri dan anak Deki yang berusia tiga tahun.
”Setelah menembak Deki, polisi menembakkan pistol ke atas sebanyak empat kali. Ditembak dulu, korban jatuh, baru ada tembakan ke atas. Tembakan apa namanya itu, ya, tembakan sesudah, bukan tembakan peringatan,” kata Guntur.
Saat penembakan itu, lanjut Guntur, istri Deki tidak melihat satu pun luka goresan, luka bacok, atau luka tusukan pada polisi yang menembak Deki, seperti yang disebutkan oleh polisi pada berita-berita sebelumnya. Bahkan, aparat yang menembak itu masih sanggup mengangkat jenazah Deki ke atas mobil. Istri Deki juga mengaku, suaminya tidak menggunakan senjata tajam untuk menyerang polisi.
Guntur menyebut, selain melanggar prosedur, juga ada dugaan pelanggaran HAM dalam kejadian itu. Seorang warga negara Indonesia dengan mudah ditembak dari jarak dekat pada kepalanya di depan istri dan anaknya. Keluarga Deki menuntut pelaku penembakan dihukum pidana, tidak sebatas penegakan disiplin sebagai anggota kepolisian.
”Hukum pidana harus ditegakkan dalam kasus ini, kejahatan terhadap nyawa orang. Pelaku harus bertanggung jawab secara hukum dan ini kasus pembunuhan. Orang ditembak dalam jarak dekat dengan senjata api, apalagi di bagian kepala, pasti tewas. Itu pembunuhan,” ujar Guntur.
Guntur menambahkan, keluarga akan melaporkan kasus ini kepada kepolisian, baik kasus pidana maupun pelanggaran kode etik. Keluarga juga meminta Komnas HAM dan Komisi Kepolisian Nasional turun tangan memeriksa kejadian ini. Selain itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban diharapkan pula ikut membantu karena saat ini keluarga Deki banyak mendapat intimidasi dari berbagai pihak.
Benni Endo Mahatta, sepupu istri Deki, mengatakan, keluarga tidak pernah tahu bahwa Deki masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus judi. Selama ini, keluarga tidak pernah menerima surat atau pemberitahuan apa pun dari polisi dan perangkat desa terkait status Deki sebagai buron. Deki, yang bekerja sebagai kepala humas di salah satu perusahaan swasta di Solok Selatan, juga selalu pulang ke rumah.
”Kami baru tahu Bang Deki termasuk DPO kasus judi saat hari penembakan itu. Keluarga tidak pernah menerima surat apa pun dari polisi. Informasi dari kepala desa juga tidak ada,” ujarnya. Setelah kejadian itu, Benni dan keluarga baru tahu Deki pernah kabur karena digerebek polisi ketika bermain judi kartu remi di sebuah kedai sekitar dua bulan lalu.
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, pihaknya telah menurunkan personel dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) serta Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) ke Solok Selatan. Mereka memeriksa anggota polres yang terlibat penangkapan dan penembakan terhadap Deki.
”Propam dan Itwasda dikirimkan untuk melihat fakta kejadian (penembakan) kemarin. Mereka mengecek, apakah penembakan oleh petugas sesuai SOP atau tidak,” kata Satake ketika dihubungi, Kamis (28/1/2021).
Selain Divisi Propam dan Itwasda, kata Satake, pada Rabu lalu polda juga mengirimkan satu satuan setingkat kompi Brigade Mobil (Brimob) dengan jumlah 85 personel ke Polsek Sungai Pagu.
Sementara itu, Kepala Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Besar Tedy Purnanto mengatakan, situasi di kantor Polsek Sungai Pagu yang diserang massa sudah kembali kondusif. Petugas sudah membersihkan bekas kerusakan akibat diserang massa. Dia mengatakan, kondisi di Polsek Sungai Pagu sudah normal setelah ada perusakan oleh keluarga yang marah.
”Anggota (Polres Solok Selatan) menangkap DPO judi. Saat itu ada perlawanan. Anggota melakukan tembakan peringatan. Cerita versi anggota, karena DPO menyerang terus, akhirnya (ditembak) kena kepalanya,” ujar Tedy.