Jawa Timur terus menambah fasilitas isolasi pasien Covid-19 karena pandemi belum mereda. Penambahan harian pasien masih melampaui kesembuhan. Padahal, Jatim menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Penambahan harian pasien Covid-19 (Coronavirus disease 2019) karena virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) di Jawa Timur dalam tiga hari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM tahap kedua mencapai 3.053 orang. Rata-rata penambahan harian 1.017-1.018 pasien mencerminkan pandemi Covid-19 belum mereda sehingga perlu diantisipasi dengan penambahan fasilitas perawatan atau isolasi bagi pasien baru.
Sesuai Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/34/Kpts/013/2021 tentang Perpanjangan PPKM untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19, kegiatan dilaksanakan di Surabaya, Sidoarjo, Gresik (Surabaya Raya), Kota dan Kabupaten Malang, Batu (Malang Raya), Kota dan Kabupaten Madiun, Magetan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Kota dan Kabupaten Blitar, Tuban, dan Pamekasan. PPKM tahap kedua berlangsung 26 Januari-8 Februari 2021.
Data dari laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/ yang dikelola oleh Pemprov Jatim memperlihatkan pada 26-28 Januari 2019, kasus baru Covid-19 bertambah 3.053 orang atau rata-rata harian 1.017-1.018 orang. Kematian bertambah 199 jiwa atau rata-rata harian 66-67 jiwa. Kesembuhan bertambah 2.613 orang atau rata-rata harian 871 orang. Data memperlihatkan penambahan pasien baru melampaui kesembuhan dengan selisih harian dalam tiga hari terakhir 146-147 orang.
Memang tidak semua pasien Covid-19 diputuskan mendapat perawatan di fasilitas isolasi khusus, antara lain RS rujukan, RS lapangan atau RS darurat, Hotel Asrama Haji Sukolilo, sejumlah gedung pemerintahan, dan beberapa hotel yang bekerja sama dengan satuan tugas Covid-19. Dari 8.008 pasien yang dirawat per Jumat (29/1/2021) ini, sebanyak 2.769 orang dirawat di RS rujukan, 181 orang di RS darurat, 181 orang di gedung, dan 3.532 orang karantina mandiri.
Untuk karantina mandiri, khususnya di Surabaya, sebagian besar bukan di kediaman masing-masing, melainkan di Hotel Asrama Haji. Satgas Surabaya cenderung memberi layanan bagi pasien Covid-19 untuk isolasi di fasilitas guna menekan potensi penularan dalam kluster keluarga. Jika warga melakukan isolasi mandiri di rumah dan masih berbagi ruang dan benda dengan anggota keluarga, hampir bisa dipastikan akan terjadi penularan. Ini sesuai dengan analisis penelusuran terhadap 400 pasien pada bulan ini di mana penularan dalam kluster keluarga tertinggi.
Berbagai situasi itu berkonsekuensi pada perlunya penambahan fasilitas isolasi bagi pasien Covid-19. Pemprov Jatim berencana menambah jumlah RS rujukan dari 145 menjadi 164 lokasi.
Pemerintah Kota Surabaya dibantu Siloam Hospital Group akan mengoperasikan RS Covid-19 di kawasan pusat belanja City of Tomorrow (CITO). Komando Daerah Militer V/Brawijaya menyiapkan 200 tempat tidur isolasi di Depo Pendidikan Bela Negara di Malang. Komando Armada II mengoperasikan pusat isolasi terintegrasi dengan RS Dr Idris P Siregar dan peti kemas khusus untuk tes usap PCR di Surabaya.
Pemerintah Kota Madiun dan PT Industri Kereta Api (Persero) memanfaatkan gerbong atau kereta-kereta belum atau tidak terpakai untuk dilengkapi dengan dipan isolasi dan alat kesehatan.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, penambahan fasilitas isolasi diharapkan bisa 500-1.000 tempat tidur isolasi. Saat ini, jumlah tempat tidur isolasi ICU 775 unit, sedangkan isolasi biasa 8.036 unit atau total 8.811 unit.
”Meski kami mengupayakan penambahan fasilitas isolasi, harapannya masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penularan,” kata Khofifah.
Penambahan fasilitas dapat menurunkan tingkat keterisian atau bed occupancy ratio (BOR). Saat PPKM tahap pertama berlangsung 11-25 Januari 2021, BOR isolasi biasa 80 persen, sedangkan saat ini 69 persen. Isolasi di ICU 73 persen dan kini 67 persen.
Meski demikian, situasi BOR terkini masih jauh di atas rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sebesar 50 persen. Selain itu, situasi pandemi secara umum, terutama fatalitas atau tingkat kematian yang sebesar 6,9 persen masih jauh di atas rekomendasi WHO, 3 persen. Adapun tingkat kesembuhan di Jatim 85,8 persen atau turun dari sempat 87,3 persen pada pekan pertama Desember 2020.
Meski kami mengupayakan penambahan fasilitas isolasi, harapannya masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penularan. (Khofifah Indar Parawansa)
Panglima Kodam V/Brawijaya Mayor Jenderal Suharyanto mengatakan, pihaknya memaksimalkan sarana yang ada untuk fasilitas isolasi guna mendukung satgas Covid-19 dalam penanganan pandemi. ”Setidaknya bisa dipakai untuk isolasi anggota atau pasien di kawasan Malang Raya,” katanya.
Hal senada diutarakan oleh Panglima Koarmada II Laksamana Muda I Nyoman Gede Sudihartawan. Gedung pusat isolasi lebih ditujukan bagi prajurit dan aparatur sipil Koarmada II yang positif Covid-19 setelah dilaksanakan pemeriksaan oleh tim kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Koarmada II Kolonel Laut (P) Ketut Tirta Nandaka menambahkan, ruang isolasi terdiri atas dua lantai berkapasitas 44 dipan. Pusat isolasi dilengkapi dengan ruang tindakan, ruang ganti baju tim medis, kamar mandi ruang dekontaminasi, ruang kebugaran, ruang perawatan, dan laboratorium PCR.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, upaya simultan dalam penanganan pandemi masih perlu ditingkatkan. Upaya dimaksud ialah edukasi dan sosialisasi protokol kesehatan kepada masyarakat, program 3T (tes, telusur, tindakan), PPKM, vaksinasi, penambahan fasilitas baru, hingga mendorong keaktifan kampung tangguh untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat.
”Perlu tetap dan lebih semangat karena penanganan pandemi memang panjang atau lama,” kata Windhu.
Sejak pengumuman pertama kasus di Jatim pada 17 Maret 2020, pandemi sudah berlangsung hampir sebelas bulan. Pandemi yang memaksa berbagai pembatasan berdampak pada seluruh sektor kehidupan, terutama ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sosial budaya.
Menurut Windhu, situasi pandemi belum mereda bisa dilihat dari penambahan kasus harian yang tinggi. Namun, di sisi lain, kasus-kasus baru ditemukan dan dalam jumlah tinggi memperlihatkan kemungkinan peningkatan kinerja satgas dalam pengetesan dan pelacakan. Semakin masif pengetesan, khususnya PCR, dan penelusuran untuk tes-tes berikutnya, kasus-kasus yang tenggelam akan ditemukan.