Guguran awan panas Gunung Merapi masih terjadi meskipun jarak luncuran masih dalam radius bahaya yang ditetapkan otoritas pemantauan Gunung Merapi. Pengungsi di Magelang diperbolehkan pulang.
Oleh
HARIS FIRDAUS/TATANG MULYANA/NINO CITRA/REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Aktivitas Gunung Merapi belum sepenuhnya tenang setelah 52 kali luncuran awan panas, Rabu (27/1/2021) pagi hingga malam. Kamis pagi kemarin, Merapi lagi-lagi mengeluarkan awan panas dengan jarak luncur 2 kilometer ke arah barat daya.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Kamis pukul 10.13, luncuran awan panas berdurasi 175 detik. Tinggi kolom tak teramati karena cuaca berkabut. Estimasi jarak luncur sekitar 2 km menuju hulu Kali Krasak dan Kali Boyong.
”(Rabu) teramati awan panas 52 kali dengan amplitudo maksimal 77 milimeter, durasi maksimal 317 detik, dan estimasti jarak luncur maksimal 3.000 meter,” kata Heru Suparwaka, petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi di wilayah Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY, secara daring, Kamis pagi.
Meskipun Gunung Merapi terus meluncurkan awan panas, BPPTKG belum menaikkan status gunung api itu. Status Merapi masih sama dengan sebelumnya, yakni Siaga. Status itu ditetapkan sejak 5 November 2020.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan, sampai sekarang, jarak luncur terjauh awan panas Merapi masih dalam radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG, yakni 5 km arah selatan-barat daya yang meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih. Kondisi itu yang membuat BPPTKG belum menaikkan status.
Meskipun begitu, BPPTKG terus mengimbau masyarakat dan para pihak bersiaga menghadapi erupsi Merapi. ”Masyarakat diminta tidak beraktivitas di daerah dalam radius bahaya tersebut,” ujar Hanik.
Hanik menuturkan, terhitung mulai 4 Januari lalu, Gunung Merapi telah memasuki fase erupsi. Erupsi saat ini bersifat efusif, bukan eksplosif. Fase efusif ditandai aktivitas pertumbuhan kubah lava yang disertai guguran lava dan awan panas guguran.
Pasca-luncuran awan panas pada Rabu lalu, lebih kurang 150 warga di lereng sisi barat daya Merapi di Sleman memutuskan mengungsi. Mereka dari Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem. Dusun itu berjarak sekitar 6 km dari puncak.
”Mereka sebagian besar berasal dari RT 003 dan RT 004 Dusun Turgo. Namun, ada yang berasal dari RT lain,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Supriyanto. Pengungsi ditempatkan di Barak Purwobinangun, 13 km dari puncak.
Lahar hujan
Di Bandung, Jawa Barat, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengingatkan ancaman lahar hujan di sekitar aliran sungai yang berhulu di Merapi. ”Bulan-bulan ini, hujan terjadi di berbagai wilayah. Masyarakat perlu mewaspadai bahaya lahar, terutama saat hujan di puncak (Merapi),” ujar Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono.
Masyarakat diimbau tidak beraktivitas dalam radius 5 km dari puncak. Para petambang pasir juga diminta menghentikan penambangan di alur sungai. Kegiatan wisata dan pendakian juga harus dihentikan hingga situasi benar-benar aman.
Sementara itu, warga lereng Merapi di wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, juga diminta tetap waspada sekalipun sudah diizinkan pulang. Mereka diminta tetap siap dengan segala perubahan pemetaan dampak bencana.
”Aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih cenderung fluktuatif dan sulit diprediksi. Oleh karena itu, saat sudah pulang dan berada di rumah, warga tetap harus siap dengan segala resiko, termasuk perubahan arah erupsi yang mungkin terjadi,” ujar Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Magelang Supranowo.
Soal kepulangan pengungsi ini sempat didiskusikan dengan BPPTKG. Hasilnya, pengungsi tetap diizinkan pulang karena pemetaan terbaru, erupsi Merapi saat ini mengarah ke sektor selatan-barat daya.
Hingga Kamis pagi, jumlah pengungsi di Kabupaten Magelang terdata 345 orang. Sebanyak 265 orang di antaranya dari Dusun Babadan I, Desa Paten, sedangkan 80 orang dari Dusun Babadan II. Mereka berencana pulang pada Senin (1/2/2021).
“Berada di rumah bukan berarti kami bersantai. Kami terus memantau karena kami sadar Gunung Merapi masih berstatus Siaga,” ujar Wahyudi, salah satu koordinator pengungsi.