Warung Kaki Lima di Magelang Masih Picu Kerumunan Pengunjung
Warung-warung kaki lima di Kota Magelang masih menyedot kerumunan pengunjung selama masa PPKM. Kerumunan berlanjut hingga larut malam melebihi batas jam operasional yang ditentukan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sejumlah warung kaki lima, termasuk angkringan, di Kota Magelang, Jawa Tengah, masih menyedot kerumunan pengunjung pada saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Keramaian bahkan berlangsung lama, melebihi batasan waktu operasional yang ditetapkan.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Magelang Singgih Indri Pranggana mengatakan, sekalipun hanya berupa warung kaki lima, pembeli yang berkerumun dan nongkrong berjumlah sangat banyak. ”Salah satu warung, saat kami temui, bahkan sempat dipadati hingga 80 pengunjung,” ujarnya, Kamis (28/1/2021).
Selama PPKM, lanjut Singgih, sedikitnya terdapat tiga warung yang melakukan pelanggaran dengan menyedot kerumunan pembeli. Pada setiap warung, jumlah tamu yang datang dan berkerumun bisa mencapai puluhan orang. Satpol PP pun langsung membubarkan kerumunan dan memerintahkan warung itu segera ditutup.
Warung-warung yang banyak menyedot pengunjung tersebut, menurut dia, melanggar sejumlah ketentuan dalam surat edaran (SE) Wali Kota Magelang Nomor 443.5.24/0001159 tertanggal 25 Januari 2021 tentang PPKM untuk pengendalian penyebaran Covid-19 di Jawa Tengah. Dengan tidak membatasi pengunjung saja, warung tersebut telah melanggar ketentuan pembatasan pengunjung hanya 25 persen dari kapasitas tempat.
”Tidak membatasi kedatangan tamu. Jumlah pengunjung di warung-warung tersebut justru membeludak 200-300 persen dari kondisi normal dan dari kapasitas tempat,” ujarnya.
Sesuai SE Wali Kota, jam operasional untuk warung kaki lima, termasuk angkringan, dibatasi hingga pukul 22.00. Namun, praktik di lapangan, warung-warung yang menyedot kerumunan tersebut buka hingga pukul 23.00. Oleh karena warung-warung itu berada di pusat kuliner, kebanyakan tamu juga berkerumun tanpa memakai masker.
Menurut Singgih, para pengunjung yang menyerbu sejumlah warung kaki lima ini kemungkinan adalah warga yang kehilangan tempat berkumpul karena kafe-kafe sudah tutup pada pukul 21.00. Sementara pengelola warung angkringan yang tertib menutup usahanya pada pukul 22.00.
”Ketertiban pelaku kuliner ini justru dimanfaatkan sejumlah pemilik warung lain untuk membandel. Mereka ini justru berupaya menarik pengunjung sebanyak-banyaknya,” ujarnya.
Para pengunjung yang menyerbu sejumlah warung kaki lima ini kemungkinan adalah warga yang kehilangan tempat berkumpul karena kafe-kafe sudah tutup pada pukul 21.00.
Adapun, menurut Singgih, kerumunan dalam skala kecil berkisar 5-10 orang, juga masih sering ditemui di tepi jalan. Kebanyakan pelaku merupakan anak-anak muda yang menongkrong. Satpol PP pun langsung membubarkan dan memberikan sanksi sosial, seperti push-up, bernyanyi, ataupun berdoa.
Kerumunan juga masih sering terjadi di area publik, seperti Alun-alun Magelang. Untuk membubarkan kerumunan, satpol PP bersama unit pemadam kebakaran secara intensif menyemprotkan air ke kerumunan warga yang membandel, tiga hingga empat kali dalam semalam.
Pada malam Minggu, karena demikian ramainya orang yang berkumpul, bisa dilakukan enam kali penyemprotan. Selain air, sesekali petugas juga menyemprotkan cairan disinfektan.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Daerah Pemkot Magelang Joko Budiyono mengatakan, dalam perpanjangan PPKM yang berlangsung 26 Januari hingga 8 Februari, pihaknya intensif mengurai masalah kerumunan yang masih sering terjadi, dengan melakukan edukasi.
Namun, menurut Joko, pihaknya tidak akan menetapkan aturan-aturan tambahan untuk mencegah kerumunan, seperti dengan menutup jalur masuk menuju pusat kota. “Tidak perlu ada penutupan jalan karena yang dilakukan sekarang ini adalah PPKM dan bukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar),” ujarnya.