Menko PMK: Penuhi Kebutuhan Anak dan Ibu Hamil Penyintas Gempa Sulbar
Menko PMK Muhadjir Effendy mengharapkan kebutuhan bayi dan ibu hamil penyintas gempa Sulawesi Barat terpenuhi dengan maksimal.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
MAMUJU, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengharapkan kebutuhan bayi dan ibu hamil penyintas gempa Sulawesi Barat terpenuhi dengan maksimal. Ibu hamil dan bayi, yang saat ini berada di daerah pegunungan dan sulit dijangkau, diarahkan untuk dibawa ke tempat aman. Meski demikian, teknis pelaksanaan lapangan masih dikoordinasikan.
”Para pengungsi, khususnya perempuan dan anak, harus diutamakan karena mereka termasuk paling rentan dan paling mudah terguncang karena bencana. Ada yang sedang mengandung dan melahirkan, harus dibantu, baik kebutuhan harian hingga pemenuhan gizi,” kata Muhadjir, selepas memberikan bantuan kepada masyarakat dan pemerintah daerah di Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (28/1/2021).
Muhadjir berkunjung ke Mamuju bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga. Mereka meninjau lokasi pengungsian di Mamuju dan Majene sekaligus memberikan sejumlah bantuan.
Menurut Muhadjir, asupan gizi bagi ibu hamil dan bayi akan sangat berpengaruh, tidak hanya untuk keselamatan, tetapi juga untuk kelangsungan hidup dan kesehatan mereka ke depan. Bahkan, hal ini juga terkait dampak ke generasi dan daerah ke depannya.
Kurangnya asupan gizi pada bayi dalam kandungan atau anak bayi akan berdampak pada tumbuh kembang anak, gizi yang kurang, atau bisa mengakibatkan stunting (kekerdilan fisik). Bahkan, jika tidak tertangani, bisa berujung fatal kematian. Oleh sebab itu, pengungsi yang sebagian berada di lokasi yang jauh juga harus diperhatikan.
Namun, berdasarkan laporan yang dia terima, beberapa kebutuhan pengungsi di wilayah ini belum terpenuhi maksimal. Berdasarkan hasil koordinasi yang dilakukan, tutur Muhadjir, ibu hamil dan bayi yang berada di pegunungan dan lokasi yang sulit diakses, diarahkan untuk diterbangkan atau dibawa ke tempat yang aman dan mudah dijangkau. Dengan begitu, pelayanan dan pemenuhan kebutuhan akan mudah dilakukan.
Tempat khusus untuk menampung mereka itu juga menjadi poin penting.
”Paradigma baru mengutamakan perempuan dan anak harus dilakukan saat ini. Karena dampak jangka panjangnya itu akan berdampak ke generasi mendatang,” ujarnya.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga menuturkan, dari laporan sukarelawan yang masuk, ada banyak ibu hamil dan bayi di daerah pengungsian, khususnya di wilayah Majene. Berada jauh di pegunungan dengan kondisi di tenda pengungsian, dikhawatirkan berdampak buruk bagi kesehatan hingga keselamatan mereka.
Saat ini, terang Bintang, pola evakuasi ibu hamil dan bayi itu masih dikoordinasikan, khususnya ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Penyintas rentan ini diharapkan berada di tempat aman yang mudah mendapatkan pemantauan dari pemerintah.
”Apakah nanti diterbangkan dengan heli lalu dibawa ke tempat aman, itu masih kami diskusikan. Tempat khusus untuk menampung mereka itu juga menjadi poin penting. Kami masih koordinasikan semua,” ujarnya.
Berdasarkan informasi sementara, ia mengatakan, jumlah ibu hamil dan bayi yang berada di pengungsian pegunungan cukup banyak, yakni kisaran seratus orang. Data mereka sedang dikumpulkan untuk nanti segera mendapatkan penanganan.
Yusuf, sukarelawan yang fokus menyalurkan bantuan ke bayi dan anak balita, mengungkapkan, di wilayah Mamuju saja bantuan belum terbagi merata. Sebab, bantuan yang datang tidak didistribusikan dengan baik dan pengungsi harus berebutan. Sering kali bantuan kebutuhan bayi tidak diterima dalam beberapa waktu.
”Banyak yang kami datangi itu kesulitan untuk dapatkan popok saja. Karena mereka kadang tidak sanggup untuk berebut dengan pengungsi lainnya. Seharusnya pemerintah yang mendata dan menyalurkan ke setiap pengungsi,” katanya.
Gempa bermagnitudo 6,2 yang menguncang Majene, Sulawesi Barat, pada Jumat (15/1/2021) lalu, telah menyebabkan 105 orang meninggal dan tiga orang dilaporkan masih hilang. Gempa ini juga menimbulkan kerusakan bangunan parah, termasuk Kantor Gubernur Sulawesi Barat di Mamuju, longsor yang menutup jalan, dan ribuan rumah yang rusak.
Meski demikian, dua pekan setelah gempa, distribusi logistik belum juga maksimal. Pendataan, baik itu kerusakan rumah hingga data detail pengungsi, belum juga lengkap.
Komandan Satuan Tugas Penanganan Gempa Sulbar Brigadir Jenderal TNI Firman Dahlan menyampaikan, sebagian besar logistik telah tersalurkan, baik melalui jalur darat maupun udara. Meski demikian, memang beberapa lokasi sulit ditempuh karena akses yang sempat terputus sehingga harus ditempuh melalui jalur udara.
Data terakhir, ia melanjutkan, jumlah pengungsi gempa sebanyak 91.003 orang. Jumlah paling banyak berada di Mamuju, yaitu sebanyak 58.123 orang, Majene 27.537 orang, dan di Mamasa sebanyak 5.343 orang. Jumlah ini telah turun dari pengungsi awal yang sebanyak 93.000 orang.
Untuk pendataan, terang Firman, secara simultan masih dilengkapi. Tim terus melakukan pendataan di tingkat bawah untuk mengetahui detail kerusakan dan kebutuhan pengungsi.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Sulbar M Idris mengatakan, dukungan pemerintah pusat sangat membantu dalam penanganan gempa selama ini. Meski demikian, pihaknya berharap pemerintah pusat terus memberikan perhatian, utamanya terkait rusaknya akses jalan sekitar 150 kilometer akibat gempa.