Perang Ganda Saat Pandemi Mendera
Perang melawan pandemi Covid-19 tidak hanya menghadapi penyakitnya. Pertarungan dengan maraknya berita bohong hingga ragam kasus kriminal tidak kalah mematikan.
Kening Fathia (25), warga Kopo, Kota Bandung, Jawa Barat, berkerut saat membaca salah satu pesan yang muncul dari grup sebuah yayasan tempatnya bekerja. Pengirimnya salah seorang senior di tempatnya bekerja.
Pesan itu berisi ajakan tidak menggunakan vaksin Covid-19. Negara asal vaksin menjadi masalah. Vaksin juga disebut berbahaya bagi manusia.
Fathia jengah. Dari berbagai informasi, pemahamannya berbeda. Selain tahu keampuhan penerapan protokol kesehatan, bagi dia, vaksinasi menjadi salah satu upaya memutus mata rantai penularan Covid-19.
Meski segan, ia tidak diam. Dia pernah mengirim berita media massa untuk menyangkal kabar bohong itu. ”Namun, kabar bohong itu tetap saja tidak berhenti. Dari satu isu ke isu yang lain. Dari awalnya vaksin hanya isu kesehatan hingga kepentingan politik,” katanya.
Gelombang kabar bohong datang silih berganti. Setahun terakhir, pandemi jadi bahan racikan utama. Pada awal tahun, isunya seputar penularan, kini beragam kabar bohong membual tentang vaksinasi.
Jabar Sapu Bersih Hoaks (JSH), layanan klarifikasi berita bohong di Jabar, beberapa bulan terakhir menerima 182 aduan terkait hoaks vaksinasi. Sebanyak 51 di antaranya telah diklarifikasi. Saat satu kabar ditangkal dengan fakta, berita bohong lainnya muncul dengan isu berbeda.
”Semua hoaks bergerak sesuai tren masyarakat. Dominasi persebaran berita palsu ini berasal dari media sosial dan aplikasi percakapan,” kata Kepala Seksi Kemitraan Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informatika Jabar Dwi Yudhi.
Semua hoaks bergerak sesuai tren masyarakat. Dominasi persebaran berita palsu ini berasal dari media sosial dan aplikasi percakapan. (Dwi Yudhi)
Contohnya adalah kabar bohong tentang diagram mikrocip yang dimasukkan ke dalam vaksin Covid-19. JSH mengklasifikasikan berita ini dalam konten manipulatif yang bermaksud menipu publik.
Sebagai bentuk mitigasi, JSH menggunakan media sosial resmi milik mereka untuk mengklarifikasi hoaks, terutama Instagram dan Facebook. Mereka juga bekerja sama dengan media arus utama (mainstream) untuk mengklarifikasi berita bohong yang beredar di masyarakat.
”Kami biasanya mengeluarkan rilis mingguan untuk mengklasifikasikan berita bohong di masyarakat. Rilis ini juga kami serahkan kepada Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan bagian publikasi Pemerintah Jabar,” ujarnya.
Baca juga : Hoaks Terkait Vaksin Covid-19 Turunkan Kepercayaan terhadap Program Imunisasi
Auktor intelektualis
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) juga mendapati hal serupa. Disebutkan, ada 81 narasi hoaks terkait vaksin Covid-19 yang beredar di Indonesia. Sekitar 50 persen di antaranya berkaitan dengan gangguan kesehatan, program vaksinasi (15 persen), bahkan ada isu politik sebesar 10 persen.
Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho memaparkan, para penyebar hoaks memanfaatkan rendahnya literasi digital masyarakat. Masyarakat, yang masih menelan informasi bernarasi emosional tanpa tahu dan mau mengklarifikasinya, menjadi sasaran empuk. Kabar bohong bahkan bisa memicu keresahan dan kerusuhan di masyarakat.
Dalam kasus Covid-19, kondisi ini ditemui saat warga melakukan tindakan kekerasan terhadap petugas pengantar jenazah dan perundungan terhadap petugas kesehatan yang melakukan kontak kepada pasien Covid-19 di banyak daerah.
Ada berbagai langkah mitigasi yang bisa dilakukan mencegahnya. Salah satunya, menurut Septiaji, perbaikan komunikasi publik pemerintah. Komunikasi yang tidak lengkap dan kurang jelas hanya akan menjadi mangsa empuk pabrik kabar bohong menebar ancaman.
Komunikasi yang tidak lengkap dan kurang jelas hanya akan menjadi mangsa empuk pabrik kabar bohong menebar ancaman. (Septiaji)
Cara lain, produsen berita bohong dijerat hukum pidana jika meraup untung dari kekacauan. Mereka dapat dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pelaku juga bisa dijerat UU No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. UU ini memberi ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara bagi pihak yang berbuat onar dengan menyebarkan berita bohong.
Pemerasan
Celah literasi dan komunikasi publik itu tidak hanya dimanfaatkan kejahatan siber. Kejahatan konvensional juga mencari celah menerkam siapa saja, terutama saat pandemi.
Di Jakarta, polisi mengungkap pemalsuan surat hasil tes Covid-19 yang melibatkan delapan tersangka. Dua orang di antaranya pegawai di klinik dan laboratorium penyedia layanan tes Covid-19 resmi.
Tidak hanya di Ibu Kota, kejahatan terkait pandemi juga terjadi di Karawang, sentra industri di Jabar. Di tengah ketidakterbukaan kluster industri melaporkan kasus baru, terjadi pemerasan. Pelakunya mengaku bagian dari satuan tugas Penanganan Covid-19 Karawang.
Di tengah ketidakterbukaan kluster industri melaporkan kasus baru, terjadi pemerasan. Pelakunya mengaku bagian dari satuan tugas Penanganan Covid-19 Karawang.
Modusnya meminta Rp 50 juta pada perusahaan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan. Diduga, uang itu digunakan sebagai jaminan perusahaan tidak akan dicabut izin usahanya. Satgas Penanganan Covid-19 Karawang membantah terlibat dalam hal tersebut.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Karawang Ajun Komisaris Oliestha Ageng Wicaksana mengatakan, pelakunya belum tertangkap. Sejauh ini, keterangan sejumlah saksi sudah dikumpulkan.
Meski hanya satu perusahaan yang melapor, tindakan ini tak boleh dibiarkan berlarut. Tidak menutup kemungkinan ada oknum-oknum lain yang belum terungkap.
Ke depan, beragam modus pemerasan serupa rawan terjadi. Lonjakan kasus Covid-19 di Karawang didominasi kluster industri. Banyak perusahaan tidak jujur saat melaporkan kasus di lingkungan kerja.
Baca juga : Vaksin Covid-19 Mulai Diedarkan, Twitter Bakal Berantas Hoaks
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karawang (Disperindag) mencatat, lebih kurang 3.000 orang terpapar dari kluster industri. Menurut Kepala Disperindag Karawang Ahmad Suroto, pelaku industri masih menutup-nutupi kasus karena khawatir pabrik ditutup dan keterbatasan anggaran untuk melakukan penelusuran mandiri/sewa kamar isolasi mandiri bagi karyawan.
Disperindag Karawang mencatat, baru 270 dari 680 industri yang melaporkan kemunculan kasus positif Covid-19 di tempat kerja. Jumlahnya bisa lebih besar. Banyak kasus diketahui setelah ada pemeriksaan Satgas Covid-19. Ketidakterbukaan itulah yang memicu penularan Covid-19 kian meluas dan memicu celah perbuatan kriminal.
Kriminolog Universitas Padjajaran Bandung, Yesmil Anwar, mengatakan, peluang kejahatan saat pandemi banyak dipicu sikap tidak disiplin. Kasus pemerasan di Karawang jadi buah keenganan sebagian industri menangani penularan di lingkungan kerjanya.
Perilaku itu, kata Yesmil, rentan memicu tindakan kriminal itu berulang. Apalagi saat pelakunya dibiarkan dan tidak ada kelanjutan proses hukumnya.
”Kebiasaan mereka memilih memberi (uang) dibandingkan melapor ke oknum aparat atau pemerintah saat diancam, membuat praktik pemerasan terus terjadi. Harusnya tidak begitu,” ucap Yesmil.
Kebiasaan mereka memilih memberi (uang) dibandingkan melapor ke oknum aparat atau pemerintah saat diancam, membuat praktik pemerasan terus terjadi. Harusnya tidak begitu.
Kondisi itu semakin diperparah dengan belum idealnya literasi masyarakat. Di satu sisi, mereka sulit mendapat informasi yang benar. Di sisi lainnya, mereka tidak tahu konsekuensi hukum saat menyebarkan kabar bohong.
”Aparat dan pemerintah perlu melakukan sosialisasi hukum. Bersama ketegasan penegakan hukum, penyuluhan ini sebagai langkah mitigasi agar kasus yang sama tidak terjadi,” kata Yesmil.
Pandemi dan sekelumit kabar bohong yang menyelimutinya sama-sama wabah berbahaya. Butuh langkah mitigasi yang tepat agar keduanya tidak lantas mematikan masa depan.
Baca juga : Surat Tes Covid-19 Palsu Libatkan Karyawan Laboratorium dan Admin Data