Penyintas Bencana Dibayangi Covid-19
Protokol kesehatan pencegahan Covid-19 belum bisa sepenuhnya diterapkan di pengungsian penyintas bencana. Nestapa penyintas bertambah dengan adanya potensi penularan Covid-19.
MAMUJU, KOMPAS — Angka paparan Covid-19 di Sulawesi Barat terus meningkat setelah gempa mengguncang wilayah ini. Tidak hanya pengungsi, sejumlah sukarelawan dilaporkan juga terpapar virus SARS-CoV-2 penyebab wabah Covid-19 di lokasi bencana.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Sulbar, Safaruddin Sanusi, menyampaikan, pihaknya baru mendapat laporan adanya sejumlah sukarelawan yang terpapar Covid-19. ”Kami mendapat informasi tadi malam kalau ada sukarelawan yang positif Covid-19. Namun, kami juga masih mencari informasinya karena belum tahu apakah dirawat di Mamuju ataukah di mana,” kata Safaruddin, Selasa (26/1/2021).
Merujuk data Dinas Kesehatan Sulbar, terdapat 61 kasus baru Covid-19 per Selasa kemarin. Jumlah itu terdiri dari 32 kasus di Polemali Mandar, 26 kasus di Mamuju, serta 3 kasus di Majene.
Secara total, kasus Covid-19 di Sulbar mencapai 3.273 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 1.124 penderita melakukan isolasi mandiri, 190 penderita menjalani perawatan di rumah sakit, 1.891 penderita telah sembuh, serta 68 penderita Covid-19 meninggal dunia.
Terkait peningkatan jumlah kasus, Satgas Covid-19 Sulbar berupaya menambah tes cepat antigen di lokasi-lokasi pengungsian. Langkah itu diharapkan memutus rantai penyebaran virus. Selain itu, protokol kesehatan penting untuk dilakukan dan disosialisasikan.
Baca juga : Mamuju Gelap Gulita
Di sisi lain, Safaruddin mengakui, kondisi bencana memang menyulitkan semua pihak untuk menerapkan protokol. ”Apalagi untuk melakukan tes usap antigen di pengungsian di tengah kondisi bencana begini. Namun, kami upayakan agar penggunaan masker, khususnya, dan protokol lainnya terus bisa berjalan,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Seksi Surveilans Dinas Kesehatan Sulbar Emilda menyatakan, fasilitas tes usap antigen telah disediakan secara gratis bagi para penyintas gempa dan sukarelawan. Layanan itu berada di Laboratorium Kesehatan dan Tranfusi Darah (Labkesda) Sulbar di Mamuju.
”Kami berharap masyarakat memanfaatkan layanan itu dengan maksimal demi memutus penyebaran Covid-19,” kata Emilda.
Berdasarkan pengalaman Kompas, untuk mengikuti tes usap antigen, amat mudah. Setiap individu datang langsung ke Labkesda, kemudian cukup memperlihatkan kartu tanda penduduk (KTP) untuk proses pendataan. Selanjutnya petugas akan memanggil untuk dilakukan tes usap. Hanya dalam waktu 15 menit setelah tes, seseorang sudah menerima surat pernyataan mengenai hasil tes usap antigen itu.
Banjir Kalsel
Kasus positif Covid-19 di Kalimantan Selatan meningkat lagi saat 11 dari 13 kabupaten/kota dilanda banjir besar. Penambahan kasus baru selama empat hari terakhir rata-rata di atas 100 kasus per hari.
Pada Selasa (26/1/2021), di Kalsel, masih terjadi penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 98 orang sehingga jumlah kasusnya kini menjadi 17.537 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.305 orang dalam perawatan, 319 orang suspek atau diduga Covid-19, serta 634 orang meninggal.
Tiga hari sebelumnya, secara berturut-turut terjadi penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 137 orang (Sabtu), 120 orang (Minggu), dan 133 orang (Senin). Sebagian besar penambahan kasus baru justru dari daerah-daerah yang terdampak banjir. Pos Komando Tanggap Darurat Banjir Kalsel mencatat, sebanyak 583.860 jiwa masih terdampak banjir dan 60.779 orang di antaranya masih mengungsi.
Kepala Dinas Kesehatan Kalsel Muhammad Muslim mengatakan, Kalsel saat ini mengalami dua masalah sekaligus, yaitu peningkatan kasus Covid-19 dan bencana banjir. Kedua masalah tersebut sama-sama harus ditangani secara saksama, terintegrasi, bersinergi, dan bahu-membahu dengan berbagai sektor yang ada.
”Selama tanggap darurat banjir, penambahan kasus positif di Kalsel juga mengalami peningkatan. Namun, kami belum mengidentifikasi penambahan kasus baru itu adalah kluster banjir atau tempat pengungsian korban banjir. Yang terlaporkan masih berasal dari kluster-kluster perkantoran dan rumah tangga. Meskipun begitu, kemunculan kluster banjir tetap diantisipasi,” kata Muslim, Selasa.
Untuk mengantisipasi kemunculan kluster penyintas banjir, Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel sudah menginstruksikan dinas kesehatan kabupaten/kota terdampak banjir untuk melakukan tes cepat antigen di lokasi-lokasi pengungsian. Tim medis yang bertugas di posko-posko kesehatan diminta melakukan penapisan terhadap penyintas banjir dalam upaya mengendalikan penularan Covid-19.
”Kami memang tidak bisa melakukan tes cepat antigen kepada semua pengungsi. Tes diprioritaskan kepada mereka yang memiliki gejala yang diidentifikasi dapat menularkan penyakit tertentu agar mereka betul-betul dapat dipisahkan,” ujarnya.
Selama tanggap darurat banjir, penambahan kasus positif di Kalsel juga mengalami peningkatan. Namun, kami belum mengidentifikasi penambahan kasus baru itu adalah kluster banjir atau tempat pengungsian korban banjir. Yang terlaporkan masih berasal dari kluster-kluster perkantoran dan rumah tangga. Meski begitu, kemunculan kluster banjir tetap diantisipasi.
Berdasarkan pantauan Kompas di beberapa lokasi pengungsian banjir di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar, belum ada kegiatan tes cepat antigen kepada para pengungsi. Penerapan protokol kesehatan di lokasi pengungsian juga tidak diindahkan lagi. Hampir tidak ada lagi warga yang memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan meggunakan sabun. Mereka berkumpul dan mengobrol seperti tidak sedang dalam kondisi pandemi Covid-19. Kondisi serupa terlihat di permukiman-permukiman warga yang terdampak banjir.
”Masker saya terbawa banjir,” ujar Annisa (30), pengungsi di Stadion Demang Lehman, saat ditanya mengapa tidak memakai masker. Annisa bersama keluarganya sudah 10 hari tinggal di posko tersebut.
Baca juga : Palu Membalas Budi Sulbar
Pengungsian Merapi
Pengungsi dalam bencana erupsi Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta juga menghadapi ancaman penularan Covid-19. Ancaman coba diminimalkan dengan penerapan protokol kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan. Di barak pengungsian di Desa Glagaharjo, Sleman, misalnya, dibuat sekat agar pengungsi dapat saling menjaga jarak.
Satu petak ruangan juga hanya diisi oleh empat orang dalam satu keluarga guna meminimalkan risiko penularan. Para pengungsi diwajibkan pula mengenakan masker di area pengungsian. Kemarin, pengungsi dipulangkan ke rumah masing-masing.
Dihubungi secara terpisah, Riris Andono Ahmad, ahli epidemiologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, menyatakan, meskipun dalam kondisi mengungsi, kerumunan perlu sebisa mungkin dicegah. Hal itu penting untuk menurunkan risiko terjadinya penularan Covid-19. Mekanisme pencegahan kerumunan bisa disesuaikan dengan situasi di lapangan.
Sekadar menyekat barak pengungsian, dinilai Riris, juga tidak cukup mencegah terjadinya penularan. Sirkulasi udara dari ruangan yang dijadikan barak pengungsian perlu dijamin kelancarannya.
”Kalau orang berada dalam satu gedung, ventilasi udara menjadi hal yang penting. Kalau hanya disekat-sekat, tetapi ventilasi udara tidak terlalu baik, akan mudah menyebarkan (Covid-19),” katanya.
Lalu, Riris menyatakan, apabila zona hijau menjadi dasar tidak dilakukannya penapisan kesehatan terhadap pengungsi, pihak-pihak dari luar desa yang beraktivitas di pengungsian harus dipastikan kondisi kesehatannya. Tingginya mobilitas sukarelawan dari luar daerah meningkatkan risiko penularan terhadap pengungsi. Lebih-lebih pengungsi terdiri dari kelompok rentan. Pengawasan ketat terhadap penularan protokol kesehatan di pengungsian menjadi hal yang krusial.
(JAL/SAN/JUM/IDO/NCA/EGI)