Tiga Bulan Menikah, Suami-Istri di Kupang Tewas Tertimpa Batu Longsoran
Pasangan suami istri, Paulus Takela (32) dan Mery Welmince Lakmau (28) warga kelurahan Tuak Daun Merah Kota Kupang tewas tertimbun longsor di bantaran kali Liliba Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Pasangan suami istri, Paulus Takela (32) dan Mery Welmince Lakmau (28) warga kelurahan Tuak Daun Merah Kota Kupang tewas tertimbun longsor di bantaran kali Liliba Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kedua korban menikah tiga bulan lalu, dan sewa sebuah kamar kos berukuran 4 x 3 meter per segi di kelurahan itu. Warga yang berdiam di sepanjang bantaran kali Liliba dievakasi.
Adriana Snae (43), tetangga kos korban Paulus Takela dan Mery Lakmau di Kupang, Senin (25/1/2021) mengatakan, hujan deras dan angin kencang sejak Sabtu-Senin (23hingga 25 Januari) menyebabkan warga sekitar tidak banyak yang keluar rumah.
Longsor ini terjadi Senin pagi sekitar pukul 05.00 Wita. Saat itu terdengar dengar bunyi dentuman, ternyata ada batu besar guling dari ketinggian menghantam kamar kos om Paul dan kaka Mery, bersamaan dengan longsor itu. "Batu itu kandas di batang pohon karena ada lobang sehingga tidak menghantam rumah di bagian bawahnya,”kata Snae.
Saat itu pula ada suara teriakan minta tolong dari Paul Takela dari dalam kamar kos sebanyak dua kali, sementara Mery Welmince tidak ada suara sama sekali. Tetapi tidak ada yang bergegas menolong karena suasana masih gelap dan orang-orang sedang tidur. Kemungkinan tidak banyak orang yang tahu kejadian dinihari itu karena sedang terjadi hujan deras dan angin kencang.
Rumah kos berukuran 3 x 4 meter per segi itu dibangun persis di bantaran kali Liliba, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM), Kupang. Kawasan itu mudah terjadi longsor pada musim hujan karena sebagian tanah pinggir kali itu merupakan tanah tumpang, tidak ada tanaman apa pun.
Korban Paul Takela adalah sopir di salah satu toko di Kota Kupang, istrinya Mery Welmince Lakmau yang dinikahi 18 Oktober 2020 itu, ibu rumah tangga saja. Sebelumnya, Mery juga bekerja di toko bersama Paul Takela, tetapi setelah menikah, Mery memutuskan berhenti kerja.
Ia mengatakan, korban Paul Takela bekerja di toko yang sama dengan suami Adriana Snae sehingga penghasilan Paul pun sama dengan suami Adriana, yakni Rp 1,5 juta per bulan. Karena itu mereka mencari kamar kos yang mudah dijangkaui. Ternyata kamar kos itu sangat berisiko bagi keselamatan.
Kedua korban adalah warga desa Fallas, Timor Tengah Selatan. Jenazah keduanya, sesuai rencana dibawa ke desa Fallas untuk dimakamkan di sana.
Ketua RT 16 Kelurahan TDM, Paskalis Dora mengatakan, ia mengetahui bencana itu pada pukul 05.00 Wita. Ia bersama beberapa warga menuju lokasi kejadian, kemudian membawa kedua korban ke RS Leona Kupang, tetapi keduanya tidak tertolong. Kedua korban mengalami luka serius hampir di seluruh tubuh terutama kepala. “Kemungkinan bagian tangan dan kaki patah,”kata Dora.
Kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kupang Jemy Didok mengatakan, telah mengunjungi lokasi kejadian. Tempat itu memang tidak layak dibangun pemukiman karena sangat membahayakan keselamatan penghuni rumah. Di lokasi serupa juga pernah terjadi longsor tahun 2005 yang menewaskan tiga orang warga.
“Kedua korban akan diberi santunan. Puluhan warga yang berdiam di sepanjang bantaran kali Liliba telah dievakuasi ke Paroki Santo Petrus Rasul Tuak Daun Merah. Cuaca buruk beberapa hari ke depan sangat berpotensi terjadi longsor serupa,”katanya.
Kawasan kali (sungai) yang sering terjadi longsor di kota Kupang, juga di bantaran Kali Dendeng di Kelurahan Fontein.
Kota Kupang juga rawan bencana abrasi seperti di sepanjang pantai Kelurahan Fontein, pantai Oesapa, dan Pantai Tedys. Abrasi pantai terjadi akibat pengambilan material pantai seperti pasir dan batu, perusakan mangrove, dan pembangunan pemukiman di kawasan jalur hijau.