Perdagangan Burung Ilegal Tinggi, Penyelundupan 380 Burung Asal NTT ke Surabaya Digagalkan
Perdagangan satwa terutama burung secara ilegal diprediksi masih tinggi pada tahun ini. Terkini, sebanyak 380 ekor burung berkicau asal Ende, Nusa Tenggara Timur, gagal diselundupkan melalui Pelabuhan Tanjung Perak.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pengiriman satwa liar ilegal dari sejumlah daerah ke Jawa Timur terus terjadi dan berpotensi tetap tinggi pada tahun ini. Praktik ini rentan menganggu keseimbangan alam yang berujung menyengsarakan kehidupan manusia.
Kasus teranyar adalah upaya penyelundupan 380 ekor burung kicau asal Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Rabu (20/1/2021). Burung itu terdiri dari 300 ekor branjangan, sikatan (10), punglor (60), dan Decu (10). Semuanya dikemas dalam 15 kardus dan keranjang plastik bekas wadah buah.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya Musyaffak Fauzi, Senin (25/1/2021), mengatakan, modus pengirimannya terbilang konvensional. Setelah dikemas dalam kardus dan keranjang buah, burung disembunyikan di kabin truk belakang tempat pengemudi.
”Informasi awalnya kami peroleh sebelum Kapal Motor Penumpang Niki Sejahtera bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak,” ujar Musyaffak.
Musyaffak mengatakan, sesaat setelah kapal sandar di pelabuhan, petugas karantina lantas menyisir seluruh kendaraan dan menemukan burung-burung itu. Saat ditanya dokumen perjalanan dan kelengkapan surat tentang kondisi kesehatan satwa, pengemudi truk tidak bisa menunjukkannya.
”Menurut pengakuan pengemudi truk, burung-burung tersebut akan diserahkan ke penjemput di luar area pelabuhan,” kata Musyaffak.
Setelah diperiksa di pelabuhan, truk beserta kendaraan penjemput dibawa ke Kantor Karantina Pertanian Surabaya Wilayah Kerja Tanjung Perak. Pengembangan kasus itu dilakukan penyidik pegawai negeri sipil BBKP Surabaya bersama Polres Tanjung Perak Surabaya.
Musyaffak mengatakan, perdagangan burung ilegal mengancam keseimbangan ekosistem. Menurut dia, setiap satwa memiliki peran signifikan. Contohnya, peran burung sebagai pemangsa serangga dan membantu penyerbukan bunga.
Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan BBKP Surabaya Anak Agung Oka Mantara mengatakan, aktivitas ilegal itu melanggar Pasal 35 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Mengacu pasal 44 ayat 2, ratusan burung itu sementara dipelihara di Instalasi Karantina Hewan di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak.
”Pelakunya diancam pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar,” ujar Oka Mantara.
Penyelundupan burung endemik NTT, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, dan Sulawesi marak selama pandemi Covid-19. Kasusnya diprediksi masih tinggi pada tahun ini. Penyebabnya beragam, seperti tingginya permintaan burung berkicau dan harga jual fantastis. Branjangan NTT dewasa dan memiliki kicauan indah, misalnya, dihargai Rp 1,5 juta per ekor. Bahkan, anis kembang laku bisa dihargai Rp 10 juta per ekor.
Berdasarkan catatan Kompas, awal Desember 2020, BBKP Surabaya menggagalkan penyelundupan 715 ekor burung ke Surabaya melalui Pelabuhan Jamrud. Jenis burungnya beragam, seperti manyar, nuri hitam, nuri kelam, betet kelapa, dan elang boteo.
Burung-burung itu dimasukkan ke sangkar kawat kemudian dibungkus kardus dan keranjang plastik bekas kemasan buah. Untuk mengelabui petugas, burung dimasukkan di kabin truk di belakang kursi sopir. Saat itu, burung ditemukan di KM Dharma Rucitra, rute Makassar menuju Surabaya.
Pertengahan Desember 2020, BBKP Surabaya juga mengagalkan upaya penyelundupan 259 burung asal Balikpapan. Ratusan cucak hijau dan murai batu dikemas dalam 14 kardus bekas minuman kemasan dan tiga keranjang buah. Modusnya serupa, disembunyikan di kabin truk angkutan barang yang turun di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.