Sudahlah dihantam Covid-19, kini warga Kalsel dihantam banjir besar dan berkepanjangan. Banjir pada awal tahun ini merupakan bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·6 menit baca
Hampir dua pekan, permukiman warga di tepian Sungai Lulut, anak Sungai Martapura di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dilanda banjir. Banjir belum juga surut meskipun ketinggian airnya sudah berangsur turun. Sebagian warga mengungsi ke masjid terdekat, sebagian lagi tetap bertahan di rumah dalam kondisi pandemi Covid-19 yang belum reda.
Darmansyah (65), warga Kota Banjarmasin, duduk di panggung setinggi 80 sentimeter (cm) di ruang tengah rumahnya sambil menonton siaran televisi, Minggu (24/1/2021). Panggung berukuran 2 x 2 meter itu merupakan tempat tidurnya bersama sang istri. Di panggung itu pula, mereka masak, makan, dan minum karena di sekelilingnya air semua. ”Ini sudah diturunkan sekitar 20 cm karena banyu (air) mulai surut,” ujarnya.
Ketinggian panggung di dalam rumah Darmansyah di Kelurahan Sungai Lulut, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin, sempat setinggi 1 meter karena air di dalam rumahnya hampir sepinggang orang dewasa atau sekitar 80 cm. Rumah mereka berada persis di tepian Sungai Lulut, sekitar 1 kilometer (km) dari Sungai Martapura.
”Seumur hidup tinggal di sini, baru kali ini mengalami banjir seperti ini. Biasanya air hanya sampai jalan depan rumah dan tidak sampai masuk ke rumah,” ungkap kakek yang memiliki dua cucu itu.
Darmansyah hanya tinggal berdua dengan istrinya di rumah selama banjir. Anak, menantu, dan dua cucunya sudah mengungsi ke Masjid Baiturrahman yang berjarak sekitar 1 km dari rumah. ”Kasihan cucu kalau tinggal di rumah kayak begini. Kalau yang tua kayak kami tahan saja,” tuturnya.
Tak hanya di ruang tengah, Darmansyah juga membuat panggung di dua kamarnya untuk menyimpan kasur dan barang-barang agar tidak terendam air. Ketinggian air di dalam rumah panggungnya pada Minggu siang masih selutut atau sekitar 50 cm. ”Khawatir juga meninggalkan rumah, nanti dibongkar orang,” katanya.
Warga Kota Banjarmasin di tepian Sungai Lulut yang masih bertahan di rumahnya melakukan hal yang sama seperti yang dibuat oleh Darmansyah. Mereka membuat panggung untuk tidur dan menyelamatkan barang-barang. Perahu yang biasanya ditambat di belakang rumah, kini ditambat di depan rumah, bahkan sampai dibawa masuk ke dalam rumah.
Galuh (65), warga lainnya, menuturkan, belum pernah mengalami banjir besar seperti tahun 2021 ini sepanjang hidupnya di tepian Sungai Lulut. ”Banjir besar pernah terjadi pada 2006, tetapi tidak sampai masuk rumah. Air hanya di jalan depan rumah. Tingginya pun hanya semata kaki,” katanya.
Banjir pada 2006, menurut Galuh, membuat jalan-jalan di depan rumah mereka terendam selama hampir dua bulan. Tidak menutup kemungkinan, banjir pada 2021 ini juga akan berlangsung lama karena curah hujan masih tinggi. ”Rumah (saya) sudah 12 hari terendam,” ujarnya.
Warga lainnya, Arbain (45), mengatakan, banjir kali ini membuat sebagian gabah hasil panennya pada akhir tahun 2020, yang disimpan di dalam rumahnya, basah. ”Ada enam karung yang terendam, sedangkan yang delapan karung masih sempat diselamatkan,” katanya.
Gabah kering panen yang disimpan dalam karung-karung berkapasitas 50 kilogram itu akhirnya diungsikan ke jalan kompleks perumahan terdekat. Di situ, gabah yang basah dijemur, sedangkan gabah yang kering ditumpuk dan ditutup dengan terpal. ”Hanya gabah yang kami ungsikan, barang-barang yang lain dan kami sekeluarga masih tetap bertahan di rumah,” ujar Arbain.
Mengungsi
Sebagian warga Banjarmasin di tepian Sungai Lulut mengungsi ke Masjid Baiturrahman. Sebagian besar pengungsi adalah perempuan, bayi, anak-anak, dan warga lansia. Di situ mereka bisa tidur dengan cukup nyaman dan makan bersama.
Supriadi (42), warga RT 008 Kelurahan Sungai Lulut, mengatakan, ia dan istri terpaksa mengungsi dari rumah ke masjid karena mereka memiliki bayi perempuan berumur 4 bulan. ”Anak kami sempat panas dan pilek. Alhamdulillah, sekarang sudah sehat setelah diberi obat. Di sini (masjid), kami merasa lebih nyaman,” ujarnya.
Menurut Supriadi, ketika mengungsi ke masjid, air sudah masuk ke dalam rumah dan merendam barang-barang di dalam rumah, termasuk kasur dan pakaian. ”Kami tidak sempat menyelamatkan barang-barang karena tidak menduga air akan masuk rumah. Biasanya air hanya sampai jalan depan rumah,” katanya.
Air di dalam rumah Supriadi setinggi 70 cm. Hal itu sungguh di luar perkiraan mereka dan warga yang sudah menahun tinggal di tepian Sungai Lulut. ”Bisa jadi itu karena sawah-sawah di sekitar tempat tinggal kami sudah banyak yang berubah jadi perumahan. Dan di hulu sana, juga banyak pohon yang sudah ditebang,” tuturnya.
Hamdani (37) selaku pengurus Masjid Baiturrahman dan panitia posko pengungsian di situ menyampaikan, masih ada 19 keluarga atau 80 orang yang bertahan di masjid sampai dengan Minggu siang. Sebagian di antara mereka sudah kembali ke rumah karena air berangsur surut meskipun belum signifikan.
”Masjid Baiturrahman sempat menampung 45 keluarga atau sekitar 200 orang dari empat RT di sekitar sini. Selama mengungsi di masjid, warga mendapat pasokan bahan pokok dan obat-obat dari para dermawan yang sebagian besar adalah jemaah masjid kami,” katanya.
Menurut Hamdani, para pengungsi sempat mengeluh diare dan gatal-gatal. Mereka langsung dikunjungi tim medis dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin untuk diperiksa kesehatannya dan diberi obat. ”Alhamdulillah, sekarang semuanya dalam kondisi sehat,” ujarnya.
Ancaman pandemi
Meskipun semua warga yang mengungsi dan yang masih tetap bertahan di rumah merasa sehat, mereka tidak lepas dari ancaman pandemi Covid-19. Selama banjir protokol kesehatan pencegahan Covid-19 sudah tak dihiraukan lagi oleh warga. Hampir tidak ada lagi yang memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun.
Padahal, dalam dua hari terakhir, masih terjadi penambahan kasus konfirmasi baru di atas 100 kasus, yakni 137 orang pada Sabtu dan 120 orang pada Minggu. Jumlah kasus positif Covid-19 di Kalsel kini sebanyak 17.187 orang. Sebanyak 4.373 orang di antaranya ditemukan di Kota Banjarmasin. Untuk itu, Pemprov Kalsel dan Pemkot Banjarmasin menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) selama dua pekan, 11-25 Januari 2021.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Muhammad Muslim mengatakan, pihaknya belum mengidentifikasi penambahan kasus positif baru itu adalah kluster banjir ataupun tempat pengungsian korban banjir. ”Yang terlaporkan sekarang ini masih berasal dari kluster-kluster perkantoran dan rumah tangga,” katanya.
Banjir di Kalsel pada awal tahun ini merupakan bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Bahkan, Pemerintah Provinsi Kalsel menyebut banjir ini merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada tahun 1928 di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Banjir kali ini menyebabkan 11 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel terendam. Hanya Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru yang tidak terdampak. Pada Minggu (24/1/2021) sore, Pos Komando Tanggap Darurat Banjir Provinsi Kalsel mencatat, sebanyak 712.129 jiwa terdampak banjir dan 113.420 orang di antaranya harus mengungsi.
Bencana banjir ini membuat warga yang tinggal di tepian ”Seribu Sungai” sudah jatuh malah tertimpa tangga. Sudahlah dihantam Covid-19, kini dihantam banjir besar dan berkepanjangan. Warga pun harus menanggung semuanya dengan penuh kesabaran sambil berharap nestapa mereka segera lewat atau hanyut dibawa arus sungai yang meluap.