Dana Desa Lahirkan Tiga Desa Mandiri di Kepulauan Tanimbar
Dana desa mendorong tiga desa di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, naik status menjadi desa mandiri. Namun, masih banyak pula desa yang belum mengelola dana desa secara efektif. Diperlukan evaluasi menyeluruh.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Pengelolaan dana desa mendorong 28 dari 80 desa di Kepulauan Tanimbar, Maluku, naik status. Kini, tak ada lagi desa yang berstatus sangat tertinggal di kabupaten itu. Di sisi lain, muncul tiga desa mandiri. Desa-desa yang mengalami kenaikan status perlu diapresiasi, sementara yang masih bertahan pada status lama wajib dievaluasi, terutama dalam hal pengelolaan keuangan.
Koordinator Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kepulauan Tanimbar Bernardus Turlel, di Ambon, Senin (26/1/2021), mengatakan, berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2020, kini terdapat 9 desa tertinggal, 51 desa berkembang, 17 desa maju, dan 3 desa mandiri. Kondisi ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2019, terdapat 2 desa yang masuk kategori sangat tertinggal, 20 desa tertinggal, 52 desa berkembang, dan 6 desa maju. Saat itu, belum ada satu pun desa mandiri di Tanimbar. Desa mandiri berdasarkan IDM tahun 2020 itu terdiri atas Kandar di Kecamatan Selaru serta Oelilit dan Sifnana di Kecamatan Tanimbar Selatan.
Menurut Bernardus, pengelolaan dana desa di banyak desa semakin baik dari waktu ke waktu. Selain pembangunan infrastruktur, pengelolaan dana desa kini semakin banyak diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal itu terbaca pada pengukuran IDM yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pengukuran IDM dilakukan setiap tahun.
Bernardus mengatakan, dalam satu tahun, setiap desa di Kepulauan Tanimbar mengelola dana desa dengan besaran mulai dari Rp 800 juta sampai Rp 2 miliar. Itu ditambah lagi dengan alokasi dana desa yang juga bervariasi mulai dari Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. "Jadi, dalam satu tahun itu, setiap desa mendapatkan anggaran di atas Rp 1 miliar," ucapnya.
Menurut dia, tingkat penyerapan dana desa di atas 75 persen, bahkan ada yang mencapai 100 persen. Tingkat penyerapan itu disebabkan beberapa faktor, seperti ketepatan waktu dalam penetapan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) serta ketepatan waktu pencairan anggaran. Pencairan anggaran sebanyak tiga kali per tahun.
Meski begitu, ia menuturkan, masih banyak desa yang belum bisa tepat waktu melakukan sejumlah tahapan itu. "Seperti contoh, pengesahan APBDes tahun berikutnya itu seharusnya pada bulan Desember tahun berjalan. Kenyataannya, ada desa yang belum selesaikan rancangan APBDes sampai bulan Mei tahun berikutnya," ucapnya.
Sementara itu, Frans Luanmase, pendamping Desa Kandar, mengatakan, di desa itu, dana desa diarahkan untuk pengembangan sektor pertanian. Kandar merupakan desa yang warganya mengembangkan pertanian lahan tadah hujan. Di sana terdapat lebih dari 300 hektar lahan sawah tadah hujan. "Di sini masyarakat makan beras dari hasil kebun sendiri," katanya.
Kandar berada di Pulau Selaru, pulau di perbatasan Indonesia-Australia. Untuk mencapai Kandar, dari Saumlaki (ibu kota kabupaten) menggunakan kapal selama lebih dari satu jam ke Desa Adaut, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat. Di desa itu terdapat 1.848 jiwa. Dalam satu tahun, total anggaran negara yang masuk sekitar Rp 2 miliar.
Sementara itu, Kepala Bidang Kelembagaan Kawasan Perdesaan dan Sistem Informasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kepulauan Tanimbar Dessy Sabono mengatakan, kenaikan IDM yang signifikan terjadi pada sektor ekonomi. Hal itu menunjukkan kehadiran dana desa mulai mengungkit perekonomian warga desa di sana. Tanimbar merupakan salah satu kabupaten termiskin di Maluku.