Pemkab Majene, Sulbar, membenahi data penyintas gempa untuk memperbaiki distribusi bantuan. Selama ini, distribusi melalui posko-posko yang ada dinilai belum maksimal menjangkau seluruh titik pengungsian.
Oleh
reny sri ayu
·2 menit baca
MAJENE, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, membenahi data penyintas gempa untuk memperbaiki distribusi bantuan. Selama ini, distribusi melalui posko-posko yang ada dinilai belum maksimal menjangkau seluruh titik pengungsian. Adapun untuk wilayah terisolasi, selain lewat helikopter, bantuan dibawa secara estafet dengan melibatkan warga dan sukarelawan.
Pelaksana Tugas Bupati Majene Lukman, Jumat (22/1/2021), mengatakan, saat ini tim diturunkan untuk mendata penyintas berdasarkan nama dan alamat serta lokasi pengungsian.
”Distribusi melalui posko-posko rupanya belum maksimal menjangkau semua titik pengungsian. Karena itu, kami mendata berdasarkan nama dan alamat serta lokasi pengungsian dengan melibatkan kepala desa dan camat. Mereka yang lebih tahu warganya,” tutur Lukman.
Di Majene, Jumat pagi, Lukman menerima secara simbolis bantuan dari pembaca harian Kompas yang dihimpun melalui Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK). Bantuan di antaranya berupa bahan makanan, susu bayi, popok, obat-obatan, air mineral, perlengkapan mandi, tikar, sarung, dan selimut.
Tim DKK juga mengantar sendiri bantuan ke titik pengungsian di sepanjang Kecamatan Tubo Sendana, Ulumanda, dan Malunda. Wilayah-wilayah itu merupakan yang terdekat dengan pusat gempa bermagnitudo 6,2 pada 15 Januari lalu sekaligus banyak desa terisolasi akibat longsor yang menutup akses jalan.
Sementara itu, hingga Jumat, sejumlah desa masih sulit diakses, di antaranya Tandi Allo, Ulumanda, dan Popenga di Kecamatan Ulumanda. Di Desa Kabiraan, Ulumanda, sejumlah dusun juga masih terisolasi karena terjadi banjir bandang pascagempa.
Desa yang terisolasi ada yang berjarak sekitar 30 kilometer dari jalan poros. Akses di sepanjang jalan menuju desa-desa ini tertutup longsor. Di beberapa titik, jalan ambles ke jurang sehingga hanya tersisa 1-2 meter lebar badan jalan.
Bantuan ke desa-desa ini umumnya dipasok dengan cara estafet. Perwakilan desa membuka posko di jalan poros dan selanjutnya dibawa menggunakan kendaraan roda dua oleh warga yang dibantu sukarelawan.
”Persoalannya, kalau menggunakan motor, jumlah logistik yang bisa dibawa sangat terbatas. Jadi, banyak warga yang memang sangat minim menerima bantuan,” kata Akbar, sukarelawan dari Mapalasta, Makassar.
Sebagian bantuan didrop menggunakan helikopter oleh pemerintah, tetapi juga dengan jumlah terbatas. Saat ini yang dibutuhkan warga adalah pembukaan akses agar distribusi logistik bisa lebih lancar.
”Mau tidak mau akses yang harus dibuka. Beberapa desa harus melewati desa saya. Sementara di desa saya saja aksesnya belum terbuka penuh. Belum lagi longsor di titik-titik menuju desa lain. Kasihan warga di atas,” kata Paharuddin, Kepala Desa Kabiraan.