Evakuasi tiga korban gempa di Sulawesi Barat yang hilang tertimbun longsor dihentikan sementara karena lokasi yang sulit dan berbahaya bagi tim penolong.
Oleh
Videlis Jemali/Reny Sri Ayu/Ikhsan Mahar/Mohammad Final Daeng
·3 menit baca
MAMUJU, KOMPAS — Evakuasi tiga korban gempa di Sulawesi Barat yang hilang tertimbun longsor dihentikan sementara karena lokasi yang sulit dan berbahaya bagi tim penolong. Badan Search and Rescue Nasional Kantor Pencarian dan Pertolongan Mamuju, Sulbar, mencatat, gempa bermagnitudo 6,2 menewaskan 91 orang.
Sebanyak 80 korban tewas merupakan warga Mamuju, 11 orang lainnya warga Majene. Kedua daerah itu merupakan daerah terdampak paling parah saat gempa Jumat (15/1/2021).
Kepala Basarnas Kantor Pencarian dan Pertolongan Mamuju Saidar menyatakan, tiga orang yang dinyatakan hilang itu tertimbun longsor di jalan Desa Mekata, Kecamatan Malunda, Majene. Daerah itu salah satu yang terisolasi karena longsor akibat gempa.
”Berdasarkan pertimbangan teknis, yakni kondisi tumpukan longsor yang mencapai 50 meter, pencarian untuk sementara dihentikan. Pertimbangan lainnya kemanusiaan, yakni keselamatan regu pencari karena kondisi yang berbahaya,” ujar Saidar, Kamis (21/1/2021).
Ketiga korban itu masih satu keluarga. Bersama dengan warga lainnya, mereka sudah berada di jalan untuk mengungsi. Namun, ketiganya balik lagi ke permukiman. Saat itulah longsor menimpa mereka.
Meski pencarian dihentikan sementara, tim tetap memantau perkembangan di lapangan. Regu SAR masih siaga untuk mengevakuasi korban jika ada laporan atau dari penyisiran ada indikasi korban.
Dari pantauan di lapangan, di lokasi rumah atau bangunan yang hancur, evakuasi pencarian tidak dilakukan lagi. Tim SAR gabungan tak terlihat lagi di lokasi. Di beberapa lokasi reruntuhan hanya ada petugas yang mengoperasikan alat berat untuk membersihkan puing-puing bangunan atau material longsoran. Aktivitas itu termasuk dilakukan di kantor Gubernur Sulbar yang juga runtuh terdampak gempa.
Berangsur pulih
Hingga kemarin, kondisi di Mamuju berangsur pulih. Sebagian pedagang sudah berjualan, seperti di Pasar Lama dan Pasar Baru, Mamuju. Warung di pinggir jalan juga sudah buka.
Berdasarkan pertimbangan teknis, yakni kondisi tumpukan longsor yang mencapai 50 meter, pencarian untuk sementara dihentikan. Pertimbangan lainnya kemanusiaan, yakni keselamatan regu pencari karena kondisi yang berbahaya. (Saidar)
Sebagian penyintas masih mengungsi di Stadion Manakarra, serta di ruas jalan yang menghubungkan Mamuju dan Palu, Sulawesi Tengah. Sebagian penyintas memutuskan kembali ke rumah, terutama yang rumahnya tidak rusak. Mereka tidak tidur di dalam rumah, tetapi di teras untuk mengantisipasi gempa susulan.
”Saya tidak tahan di pengungsian. Saya memutuskan untuk kembali ke rumah. Apalagi listrik sudah menyala,” kata Edi (52), warga Kelurahan Karema, Kecamatan Simboro, Mamuju.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dalam keterangan persnya menyatakan telah memperbaiki 851 dari 872 gardu listrik yang rusak akibat gempa di Mamuju dan Mejene. Sekitar 83.000 pelanggan kembali menikmati listrik.
Sementara itu, pembukaan jalur ke wilayah Ulumanda dan Malunda yang terisolasi akibat material longsoran saat gempa di Majene terus dilakukan. Sukarelawan dari sejumlah kelompok masyarakat terus berusaha masuk wilayah terisolasi dan posko-posko pengungsian yang minim tersentuh bantuan.
Di Mamuju, mekanisme penyaluran bantuan diubah, dari sebelumnya penyintas langsung mengambil di posko, menjadi didistribusikan melalui desa atau kelurahan setempat. Sekretaris Dinas Sosial Mamuju Muzakkir menyatakan, mekanisme baru itu ditujukan agar semua penyintas mendapatkan jatah. Dengan penyaluran langsung dalam beberapa hari ini, banyak ketakjelasan, termasuk kemungkinan penyintas dari posko yang sama mendapatkan jatah lebih dari yang lainnya.
”Bahwa ada yang belum dapat jatah, belum bisa dipastikan. Tapi kami usahakan semua mendapat haknya,” katanya.
Sejauh ini, bantuan untuk penyintas gempa di Sulbar terus mengalir dari daerah-daerah di Sulawesi, seperti Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Salah satunya bantuan dari pembaca harian Kompas melalui Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) yang diberangkatkan dari Makassar menuju Sulbar, kemarin.
Bantuan senilai Rp 300 juta itu di antaranya berupa bahan pokok, kebutuhan anak dan perempuan, obat-obatan, air mineral, perlengkapan mandi, perlengkapan tidur seperti matras, tikar, dan selimut, serta berbagai kebutuhan lain. ”Semoga bantuan ini dapat meringankan beban para penyintas bencana,” ujar Perwakilan Yayasan DKK Suyanto.
Sementara itu, sejumlah kalangan pendidik berharap, gedung sekolah yang rusak dan tidak laik lagi digunakan dapat diprioritaskan untuk segera diperbaiki. Dua di antaranya SMA Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Mamuju yang rusak berat.