Muhadjir: Bencana Banjir Jadi Momentum Koreksi Radikal Lingkungan
Banjir besar di Kalsel dinilai sebagai dampak dari kesalahan mengelola ruang dan wilayah. Banjir besar pun terjadi dan tidak bisa dihindari.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebutkan, banjir di Kalimantan Selatan menjadi momen untuk lebih menata lingkungan. Ia menyebutkan, jangan sampai kekayaan alam dikeruk untuk kelompok tertentu, tetapi berdampak buruk bagi masyarakat banyak.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy tiba di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kamis (21/1/2021) sekitar pukul 08.00 WITA. Ia langsung mengunjungi shelter penyintas banjir Kalsel di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Wilayah Kalsel, lalu dilanjutkan ke posko pengungsian di Stadion Demang Lehman. Ia disambut dan didampingi oleh sejumlah pejabat daerah.
Ia memberikan sejumlah bantuan kepada korban banjir, seperti paket makanan, buku untuk anak-anak, kebutuhan perempuan, dan paket bantuan lainnya. Ia juga memberikan dana siap pakai ke pemerintah daerah yang terdampak banjir.
”Ini saatnya membuat koreksi radikal terhadap tata lingkungan dan tata tanah karena bencana dimulai dari pengelolaan tanah yang tidak bijak,” ungkap Muhadjir dalam pidatonya.
Saat diwawancara langsung, Muhadjir menyampaikan, musibah ini menjadi kesempatan untuk menakar kemampuan daya tahan lingkungan. Jika daya tahan lingkungan sudah baik, meskipun ada musibah, tidak separah saat ini.
”Ini harus dijadikan kajian bagaimana meningkatkan daya tahan lingkungan agar tidak terjadi separah ini. Ini berkaitan dengan pemahaman yang cukup juga untuk warga baik pendidikan formal maupun non formal,” ungkap Muhadjir.
Muhadjir menambahkan, Pulau Kalimantan kaya akan sumber daya alam mineral dan keanekargaman hayati. Ia mengingatkan jangan sampai kekayaan itu dikeruk habis tanpa memperhatikan lingkungan yang rusak sehingga berdampak terhadap masyarakat.
”Kalimantan dengan kekayaannya memang menjadi incaran banyak orang, jangan sampai kekayaan dikeruk demi keuntungan sekelompok orang, tetapi berdampak buruk bagi masyarakat banyak,” ungkap Muhadjir.
Banjir di Kalimantan Selatan, dari laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), berdampak pada terendamnya 66.768 rumah dan membuat 63.608 warga mengungsi. Banjir kali ini juga merenggut nyawa 21 orang dan hingga kini terdapat enam orang yang dilaporkan masih hilang.
Banjir besar itu merendam 11 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Hingga kini, dari pantauan Kompas di lapangan, banjir dan genangan air di sejumlah wilayah masih belum surut dan bertahan. Arus deras sungai membuat sejumlah infrastruktur rusak berat.
Banjir kali ini juga merenggut nyawa 21 orang dan hingga kini terdapat enam orang yang dilaporkan masih hilang.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, perlu ada tindakan dari pemerintah untuk mengevaluasi perizinan di Kalimantan Selatan. Menurut dia, daya tahan lingkungan berkurang dan bahkan terancam hilang lantaran alih fungsi lahan yang masif.
”Baik pemerintah pusat maupun daerah seharusnya melihat ini sebagai kesempatan juga untuk mengevaluasi kebijakan yang rakus akan investasi, ini momentum juga untuk membatalkan omnibus law,” kata Kisworo.
Menurut Kisworo, dengan adanya omnibus law, akan membuat investasi semakin mudah sejalan dengan kian rusaknya lingkungan di Indonesia. ”Pemerintah masih gagap terhadap bencana seperti ini,” ujarnya.
Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel Roy Rizali Anwar menyebutkan, pihaknya akan melakukan kajian tata ruang dan wilayah ke depannya untuk meminimalkan bencana atau bahkan mengantisipasinya. Pihaknya juga menilai banyaknya perizinan belum menjadi faktor utama penyebab banjir di Kalsel.
”Saat ini pemerintah fokus pada penanganan banjir, kajian dan analisis lainnya akan dilakukan pascabanjir,”ungkap Roy.