Anak Muda Kendari Tampil Menciptakan Pasar
Tak ingin tinggal diam di tengah sulitnya lapangan kerja, sejumlah anak muda di Kendari, Sultra, merekayasa pasar mandiri. Memanfaatkan teknologi, mereka beternak ayam, menanam kopi, hingga menciptakan aplikasi.
Tak ingin berlarut dengan kesulitan lapangan kerja, sejumlah anak muda di Kendari, Sulawesi Tenggara, menciptakan pasar sendiri. Dari peternakan ayam, kedai kopi, hingga dunia teknologi, mereka membuka lapangan kerja, memberdayakan banyak orang, dan menerabas lapangan kerja konvensional.
“Ayam goreng dua,” ucap Ahmad Zulkarnaen (31), pelan membaca pesan pendek yang masuk ke telepon genggamnya, di Kadia, Kendari. Setengah berteriak, ia mengulang tulisan tersebut, memberitahu empat karyawannya yang bertugas siang itu.
Dua karyawan lepas sekaligus kurir, Asdin (19) dan Pedri (21), bersiap. Asdin menyiapkan dus tempat makanan. Pedri mengambil jaket dan helm yang ditaruh di atas rak.
Di belakang, Rina dan Ratna, dua karyawan lain, tetap menggoreng ayam. Dalam beberapa menit, pesanan siap dan sudah terbungkus rapi. Pedri mengambil kendaraan dan meluncur dengan segera.
Jelang siang yang beratap mendung, beberapa waktu lalu, kedai makanan milik Ahmad itu mulai sibuk dengan pesanan. Ayam goreng, ayam woku, dan ayam ungkep, adalah menu yang banyak dipesan. Pemesanan lebih banyak dengan daring, baik melalui aplikasi maupun pesan langsung lewat telepon.
Bau bumbu meruap dari dapur, mengisi ruang kedai. Makanan dengan bumbu kuning menghias meja, memanjakan mata, dan mengajak untuk segera dicicipi. Rasanya sewangi harumnya.
Terlebih lagi, semua menu di kedai ini memakai ayam kampung. Di Peternakan Kingell, nama kedai ini, memang hanya menggunakan ayam kampung untuk semua menu ayam. Sejak awal berdiri, 2018 lalu, ia konsisten dengan menu ayam kampung.
Ahmad menceritakan, perjalanan kedai miliknya dibangun dengan keringat, hingga merasakan mimisan saat bekerja. Selepas kuliah di Teknik Elektro Universitas Halu Oleo 2012 lalu, ia masuk ke dunia konstruksi. Beberapa tahun ia menjalani peran sebagai pegawai honorer di Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Tenggara. Sembari bekerja, ia menjalani berbagai jualan, dari panci hingga aksesoris gim.
Pada 2017, ia dikenalkan dengan dunia ternak ayam kampung oleh rekannya. Ia melihat hal ini sebuah peluang di tengah sulitnya pekerjaan. Saat itu, teman-temannya lebih banyak bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai BUMN, atau perusahaan swasta.
Saya mimpinya buka lapangan kerja. Jadi berusaha bikin usaha sendiri.
Rekan-rekan SMA-nya banyak yang lebih sulit. Beberapa orang masuk ke sektor jasa atau pertambangan yang memang marak di wilayah ini. Dunia tersebut tergolong mudah untuk bekerja dan mendapatkan uang, dengan bermodal ijazah sekolah atas dan tenaga tentunya. “Saya mimpinya buka lapangan kerja. Jadi berusaha bikin usaha sendiri,” ucapnya.
Tanpa pernah berpengalaman memasak, ia memberanikan diri membuka kedai. Modal dari berjualan panci dan mainan menjadi dana awal. Ia juga membuat kandang ayam kecil di rumahnya. Usaha pelan-pelan mulai berkembang. Ia menjalaninya seorang diri, memelihara ayam, memotong, membantu istri memasak, hingga mengantar pesanan.
Di tahun awal pembukaan warungnya, ia melihat dan mengalami langsung timpangnya pasar. Harga di peternak berbeda jauh dengan harga pasaran. Hal tersebut menurutnya tidak adil bagi peternak yang mengeluarkan banyak modal dan tenaga, tetapi tidak kunjung sejahtera.
Ia lalu menggalang beberapa peternak untuk berusaha mandiri. Hasil panen ia ambil dengan harga pasar, untuk diolah di kedai atau dijual kembali. Metode tersebut dirasakannya cukup membantu petani.
Saat ini, telah ada empat peternak yang ia gandeng dan telah mandiri. “Untuk di kedai, kami punya tiga karyawan, dan dua yang harian. Memang tidak banyak, tapi kami usahakan agar adil dan semuanya bisa mandiri,” ucapnya.
Menurut Ahmad, pasar usaha masih sangat bisa dikembangkan di Kendari. Meski banyak orang menganggap lapangan kerja di kota ini sulit, tetapi seiring perkembangan teknologi, semua bisa dilakukan.
Senada dengan itu, Tamzil (31) menuturkan hal serupa. Sejak 2018, ia membuka kedai kopi bernama Pesisir Tenggara. Menempati bangunan tua milik keluarga, ia membuat kedai sekaligus tempat menyangrai kopi.
Kamis (14/1/2021) malam, ia sedang mengawasi Raja (20), karyawannya, menyangrai kopi. Pesanan kopi Toraja milik pelanggannya masuk sejak sore.
“Sudah cocok di 200 (derajat celcius), toh?” tanya Raja, memegang buku merah. Buku tersebut berisi “rumus” menyangrai.
“Kasih turun sampai 195. Cek lagi,” tambahnya.
Di kedai ini, Tamzil memiliki dua karyawan. Sebanyak empat orang lainnya adalah tim yang membantu sembari belajar. Selain itu, telah ada beberapa orang yang kini mandiri dan membuka kedai sendiri.
Tidak hanya itu, ia kini mulai melakukan pembibitan kopi robusta di Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur. Bersama seorang petani yang sedang belajar, ia mencarikan bibit dan membantu untuk penanaman. Dalam dua tahun ke depan, kopi Ladongi ini diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kopi lokal.
Baca juga: Kopi Nusantara Memuaskan Rasa
“Yang kami kembangkan itu adalah fair trade (perdagangan adil). Jadi, petani mendapat untung lebih, pedagang juga sama, dan pembeli mendapatkan kualitas terbaik. Pasar itu bisa diciptakan,” katanya.
Sejak beberapa waktu terakhir, Tamzil menceritakan, ia melihat perkembangan industri makanan di Kendari. Boks-boks jualan berbagai jenis muncul di banyak tempat. Tidak hanya kopi, makanan juga ramai.
Jika dulu pilihan lapangan kerja di Kendari terbatas di beberapa bidang, utamanya PNS atau perusahaan tambang, pasar-pasar baru kini tercipta. Peluang serta model bisnis terbuka untuk siapa saja. Industri kreatif mengambil peran di kalangan muda.
“Ke depan, saya yakin akan terus bertumbuh. Karena, meski pandemi seperti sekarang, tetap marak. Memang sempat beberapa bulan di awal itu terganggu, tetapi sekarang sudah normal lagi. Semoga apa yang kami cita-citakan, serupa fair trade, juga semakin banyak terjadi,” katanya.
Jembatan ekonomi
Tidak hanya dunia makanan atau kopi yang tumbuh, dunia digital juga mulai mendapat tempat di kalangan pengambil kebijakan. Adalah sejumlah anak muda di Techno’s Studio yang menginisiasi ruang belajar sekaligus berusaha melalui platform digital.
Talib (29), salah seorang pendiri Techno’s Studio, menyampaikan, bersama empat rekannya, mereka menginisiasi sebuah ruang untuk belajar dan berusaha di dunia digital. Dengan latar belakang teknologi informatika di sejumlah kampus, ia dan rekannya membuka jasa konsultan IT hingga berbagai model produksi digital.
Pada intinya, dunia teknologi terus berkembang dan menjadi kebutuhan.
“Kami telah kerja sama dengan Pemkot Kendari, membantu digitalisasi birokrasi. Terakhir kami membuat juga aplikasi Gelang Pantau untuk meminimalkan risiko pegawai terpapar Covid-19,” kata Talib.
Belasan karyawan tercatat masuk dalam perusahaan yang digawangi anak-anak muda ini. Mereka mendapat gaji bulanan juga bonus yang bisa berkali lipat dari pendapatan bulanan.
Di sisi lain, ia melanjutkan, pandemi memang berdampak banyak terhadap dunia usaha. Dari 25 karyawan, sekarang tersisa 11 orang. Hal tersebut diakibatkan beberapa proyek yang tidak terlaksana 2020 lalu sehingga perusahaan mau tidak mau harus mengurangi karyawan.
Di 2021 ini, ia yakin pasar akan semakin terbuka. Sebab, pada intinya, dunia teknologi terus berkembang dan menjadi kebutuhan. Kota Kendari juga semakin maju dan harus dipacu untuk menjadikan teknologi basis bekerja, untuk efisiensi, transparansi, dan efektivitas.
Mulai pesatnya dunia kreatif yang digawangi anak muda menjadi semangat baru kota untuk tumbuh dan maju. Menurut Syamsu Anam, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Muhammadiyah Kendari, dunia kreatif dan digital menjadi pelecut untuk ekonomi daerah. Munculnya pasar-pasar baru yang mandiri menciptakan permintaan ke wilayah-wilayah sekitar sehingga akan berdampak luas.
Selama ini, tutur Syamsu, sektor usaha di Kendari, dan Sultra pada umumnya, didominasi pertanian, perkebunan, hingga kelautan. Lapangan kerja terbatas di sektor formal, seperti pegawai atau karyawan swasta di industri jasa, perhotelan, dan makanan.
Satu dekade terakhir, sektor pertambangan menjadi salah satu entitas penting yang menjadi tujuan banyak orang. Meski demikian, sebagian orang hanya menjadi buruh karena kurangnya sertifikasi atau kemampuan. “Dunia kreatif tumbuh seiring perkembangan dunia teknologi. Hal ini menjadi peluang bagi kalangan muda yang memang sedang mengalami bonus demografi,” ucapnya.
Baca juga: Pandemi Beri Tantangan Sekaligus Peluang untuk Pelaku Industri Kreatif
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2020, angka tenaga kerja di sejumlah sektor formal turun dari sebelumnya. Hal tersebut diduga akibat dampak pandemi. Sebagian besar dari tenaga kerja yang mengalami turbulensi ekonomi ini diduga kuat masuk ke sektor industri kreatif yang sedang menanjak.
"Memang harus didukung dengan instrumen pemerintah. Kami berharap muncul kolaborasi lintas sektor memanfaatkan momentum yang ada ini," tambahnya.
Dengan tekad, niat, dan semangat, anak-anak muda di kota ini berupaya tumbuh bersama. Mereka menciptakan ceruk-ceruk baru, yang mandiri dan berkeadilan.