Tujuh Pengungsi Gempa Sulbar di Makassar Positif Covid-19
Hingga Rabu (20/1/2021) sore, 795 pengungsi gempa Sulbar telah tiba di Makassar, Sulawesi Selatan. Dari pemeriksaan sebagian di antaranya, tujuh orang diketahui positif Covid-19.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Tujuh pengungsi gempa Sulawesi Barat yang mengungsi di Makassar, Sulawesi Selatan, terkonfirmasi positif Covid-19 dari hasil pemeriksaan kesehatan. Satu di antaranya bayi berumur 11 bulan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menjamin isolasi pengungsi hingga kepulangan ke daerah tujuan.
Pada Rabu (20/1/2021) siang, dari pemeriksaan tes spesimen PCR terhadap 48 pengungsi di Panti Inang Matutu milik Pemprov Sulsel, tiga orang di antaranya positif Covid-19. Selain bayi berumur 11 bulan juga ada anak berumur 11 tahun dan pria berumur 42 tahun. Sehari sebelumnya, empat pengungsi juga terdeteksi positif Covid-19 dari tes cepat antigen.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah menyampaikan, pengungsi yang positif tidak memiliki gejala sehingga dibawa ke hotel untuk isolasi mandiri. Semuanya dalam kondisi baik dan mendapatkan perawatan dari tim kesehatan.
”Semua pengungsi yang masuk ke tempat isolasi akan terus kami swab dengan mobile PCR yang kami punya untuk mengetahui kondisi masing-masing. Selain itu, juga untuk mencegah adanya kluster penyebaran baru, baik bagi pengungsi maupun petugas yang ada,” kata Nurdin selepas memantau kondisi pengungsi di Panti Inang Matutu, Rabu siang.
Bagi pengungsi yang positif Covid-19, mereka akan menjalani isolasi sesuai dengan waktu yang ditentukan. Setelah dinyatakan sembuh, pengungsi akan dipulangkan ke daerah tujuan masing-masing. Puluhan pengungsi lain yang negatif Covid-19 segera diterbangkan ke daerah yang ingin dituju. Di Panti Inang Matutu, sebagian besar pengungsi adalah perantau asal Jawa Timur dan Jawa Tengah.
”Besok kami pulangkan dengan pesawat dan kami tanggung semua biayanya. Mereka ingin pulang ke kampung dahulu untuk menyembuhkan trauma akibat gempa di Mamuju dan Majene,” ujar Nurdin.
Sebanyak 107 pengungsi saat ini berada di Panti Inang Matutu, sementara puluhan orang lainnya berada di Asrama Haji Sudiang. Dua tempat ini adalah penampungan sementara pengungsi di Makassar sebelum mereka bertolak ke daerah tujuan masing-masing.
Meski demikian, data Pangkalan Udara (Lanud) Hasanuddin TNI AU, 795 pengungsi tiba di Makassar selama enam hari terakhir. Sebagian besar dari mereka memilih ke tempat keluarga masing-masing, baik di Makassar maupun daerah sekitarnya. Sebagian besar pengungsi pada tiga hari pertama ini tidak melalui pengecekan kesehatan, termasuk pemeriksaan Covid-19.
Menurut Nurdin, pihaknya berharap daerah juga mengambil langkah terhadap pengungsi yang berada di luar Makassar. Selain memantau kondisi, pemeriksaan kesehatan, khususnya Covid-19, juga sebaiknya dilakukan.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel dr Ichsan Mustari menyampaikan, pihaknya menyiapkan tim di Lanud Hasanuddin untuk pemeriksaan tes cepat antigen. Pada Selasa, diketahui empat orang positif dari pemeriksaan tersebut. ”Semuanya sudah dibawa ke Hotel Swiss Bell untuk menjalani isolasi. Tes kesehatan akan terus dilakukan untuk para pengungsi yang tiba di Makassar,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial Sulsel Gemala Faozan menyampaikan, kondisi kesehatan semua pengungsi terpantau baik. Sejauh ini, hanya ada satu orang yang terluka akibat tertimpa reruntuhan saat gempa. Selain itu, logistik untuk pengungsi juga tersedia, mulai makanan hingga perlengkapan bayi. ”Kami siapkan semua kebutuhannya hingga untuk kepulangan. Tadi sudah ada juga yang diberangkatkan ke Kalimantan melalui jalur laut,” katanya.
Anung (28), pengungsi, mengatakan, semua kebutuhan ia dan anaknya terpenuhi sejauh ini. Makanan hingga vitamin disediakan selama ia tiba di pengungsian. Ia berharap bisa segera pulang ke kampung halaman di Solo, Jawa Tengah, untuk berkumpul dengan keluarga. Guncangan gempa membuatnya trauma dan rumah yang ditempatinya rusak di beberapa bagian.
Gempa bermagnitudo 6,2 melanda Majene, Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021) pukul 02.28 Wita. Gempa ini menimbulkan kerusakan bangunan parah, termasuk Kantor Gubernur Sulawesi Barat; longsor yang menutup jalan; dan puluhan korban jiwa.
Kerusakan bangunan parah banyak terjadi di Mamuju dan Majene. Rumah sakit juga rusak parah dan rumah-rumah rata dengan tanah. Bencana di tengah pandemi Covid-19 membuat risiko berlipat ganda. Korban gempa dihadapkan pada kondisi pascagempa yang porak-poranda hingga penularan Covid-19.
Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin, Makassar, Adi Maulana mengingatkan pentingnya mengantisipasi risiko penularan Covid-19 dalam menangani dampak gempa bumi. Petugas evakuasi dan para pihak yang turun ke lapangan harus mendapat bekal pengetahuan tentang Covid-19 dan alat perlindungan diri. ”Perlu diberikan pemahaman tentang bagaimana kerja-kerja sosial dilakukan dengan tetap mengedepankan protokol Covid-19,” katanya.
Menurut Adi, penyediaan tempat evakuasi dan penampungan yang sesuai dengan protokol Covid-19 menjadi sangat penting. Hotel, penginapan, dan asrama milik pemerintah ataupun swasta, yang dalam masa pandemi ini kosong, harus dipersiapkan sebagai tempat evakuasi bagi korban bencana alam (Kompas, 15/1/2021).