Tanggap Darurat Banjir Sidoarjo Difokuskan untuk Mengendalikan Genangan
Banjir di tiga desa di Sidoarjo berangsur surut, tetapi tak signifikan karena kondisi genangan masih tinggi. Tanggap darurat bencana difokuskan untuk mengendalikan genangan, menormalisasi saluran, dan menyalurkan bansos.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Banjir yang melanda tiga desa di Sidoarjo, Jawa Timur, berangsur surut, tetapi tidak signifikan karena kondisi genangan masih tinggi. Tanggap darurat bencana difokuskan untuk mengendalikan genangan, menormalisasi saluran, menyalurkan bantuan sosial, dan memberikan layanan kesehatan bagi penyintas.
Tiga desa itu meliputi Desa Kedungbanteng, Banjarasri, dan Banjarpanji, di Kecamatan Tanggulangin. Pantauan di Desa Kedungbanteng, Rabu (20/1/2021), banjir di rumah warga masih tinggi, yakni 70 sentimeter (cm). Itu berarti selama tiga hari, genangan hanya turun 10 cm.
Kondisi serupa terjadi di Desa Banjarasri dan Banjarpanji yang lokasinya bersebelahan dengan Kedungbanteng. Banjir juga masih menggenangi akses jalan utama di tiga desa itu setinggi 40 cm. Sejumlah fasilitas umum, seperti 7 tempat ibadah dan 4 sekolah, masih tergenang.
Camat Tanggulangin yang juga koordinator tanggap darurat bencana banjir, Sabino Mariano, mengatakan, meski kondisi banjir masih tinggi, masyarakat terdampak bencana di tiga desa enggan mengungsi. Mereka memilih bertahan di rumahnya atau tinggal menumpang di rumah sanak saudara.
”Pemkab Sidoarjo akan menyediakan tempat pengungsian jika masyarakat terdampak banjir memerlukannya,” ujar Sabino, Rabu.
Sabino mengatakan, untuk memaksimalkan penanganan bencana banjir, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah menaikkan status kebencanaan dari Siaga menjadi Tanggap Darurat sejak Senin lalu. Kegiatan tanggap darurat diprioritaskan pada upaya pengendalian genangan banjir, seperti memaksimalkan pemompaan air agar permukiman penduduk cepat kering.
Total 14 mesin pompa dikerahkan untuk menguras air dan membuangnya ke sungai-sungai yang melintasi desa serta ke area resapan. Mesin pompa itu berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBMSDA) Sidoarjo, BPBD Sidoarjo, serta bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Semuanya beroperasi penuh selama 24 jam.
Upaya lain, lanjut Sabino, adalah meneruskan pekerjaan normalisasi sejumlah sungai dan penguatan tanggul. Contohnya, normalisasi Kali Beran, Sungai Kedungpeluk, dan merevitalisasi saluran tersier di Banjarasri. Pekerjaan penguatan tanggul Sungai Kedungpeluk saat ini telah mencapai 95 persen.
Untuk meringankan derita warga, Pemkab Sidoarjo telah membagikan bantuan sosial berupa paket bahan kebutuhan pokok kepada 759 keluarga dengan rincian di Desa Kedungbanteng 398 paket dan Desa Banjarasri 361 paket.
Sementara itu, Dinas Kesehatan Sidoarjo memperpanjang layanan kesehatan gratis kepada warga korban bencana. Kebijakan itu untuk memantau kondisi kesehatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 yang belum reda. Selain pemeriksaan kesehatan fisik, layanan kesehatan jiwa juga disediakan.
Berdasarkan data di Puskesmas Tanggulangin, rata-rata kunjungan masyarakat, terutama dari Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, cukup tinggi. Sebagai gambaran, layanan pengobatan mobile di lokasi bencana melayani sedikitnya 536 orang dalam rentang waktu 7 Desember hingga 14 Januari lalu.
Artinya, setiap hari sedikitnya terdapat 14 warga korban banjir yang berobat. Sakit yang dikeluhkan mayoritas penyakit akibat banjir, seperti gatal-gatal, batuk, pilek, dan demam. Terbanyak mengeluh kakinya gatal, bahkan kulitnya mulai terkelupas akibat terlalu lama berada di dalam air.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan, pihaknya sudah berupaya keras mengatasi banjir di tiga desa tersebut dengan mengerahkan sejumlah instansi, seperti BPBD Sidoarjo, DPUBMSDA Sidoarjo, hingga pemerintah desa. Sepanjang 2020, pemda telah mengeluarkan dana lebih dari Rp 30 miliar hanya untuk penanganan banjir di sana.
”Pengerahan sumber daya manusia dan juga pengalokasian anggaran yang besar itu membuktikan keseriusan pemerintah dalam menangani bencana banjir yang mendera tiga desa di Tanggulangin,” ucap Hudiyono.
Pakar bencana dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Amin Widodo, mengatakan, bencana banjir di Sidoarjo tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Selain karena curah hujan tinggi, juga disebabkan oleh perubahan tata ruang yang menyebabkan berkurangnya area resapan air.
Kondisi itu diperparah dengan terjadinya penurunan tanah secara signifikan. Hasil penelitian ITS menunjukkan ada salah satu titik lokasi yang penurunan tanahnya mencapai 10 cm dalam rentang waktu sebulan. Penyebab penurunan tanah itu memerlukan penelitian lebih lanjut karena kemungkinannya tidak tunggal.
Hasil penelitian juga menunjukkan tekstur pada lapisan permukaan tanah adalah lempung sehingga daya serap terhadap air sangat rendah. Itu yang menyebabkan genangan banjir sulit surut. (Amin Widodo)
Selain dekat dengan semburan lumpur Lapindo di Porong, di Desa Kedungbanteng juga terdapat lokasi pengeboran sumur migas baru. Informasi dari masyarakat juga menyebutkan adanya aktivitas pengambilan air tanah dalam jumlah besar untuk keperluan industri.
”Hasil penelitian juga menunjukkan tekstur pada lapisan permukaan tanah adalah lempung sehingga daya serap terhadap air sangat rendah. Itu yang menyebabkan genangan banjir sulit surut,” kata Amin.
Amin mengatakan, pihaknya masih memerlukan penelitian lanjutan untuk menyusun rekomendasi solusi terkait banjir di Kedungbanteng dan Banjarasri agar penanganan yang dilakukan bisa komprehensif. Sementara ini pemda mengambil kebijakan membantu warga menguruk jalan utama dan kawasan permukiman penduduk.