Merapi Luncurkan Delapan Kali Awan Panas dalam Waktu Berdekatan
Gunung Merapi mengeluarkan delapan kali awan panas guguran dalam waktu berdekatan. Jarak luncur maksimal awan panas itu sekitar 1,5 kilometer sehingga masih berada dalam radius bahaya yang ditetapkan sebelumnya.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Erupsi Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta masih terus berlanjut. Pada Rabu (20/1/2021) siang hingga sore hari, Gunung Merapi mengeluarkan delapan kali awan panas guguran dalam waktu berdekatan. Jarak luncur maksimal awan panas sekitar 1,5 kilometer sehingga masih berada dalam radius bahaya.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), rangkaian awan panas guguran itu mulai terjadi pada Rabu pukul 14.07. Pada jam itu, muncul awan panas guguran yang tercatat di seismogram dengan amplitudo 20 milimeter dan durasi 192 detik. Jarak luncur awan panas pertama itu sekitar 1 km.
Setelah itu, pada pukul 14.27, terjadi awan panas guguran dengan amplitudo 30 mm, durasi 117 detik, dan jarak luncur 1,5 km ke arah barat daya. Jarak luncur awan panas kedua ini merupakan yang terpanjang dari delapan kali awan panas pada Rabu siang hingga sore hari.
Sementara itu, awan panas ketiga dan keempat terjadi pada pukul 14.58 dan 15.26. Awan panas ketiga memiliki amplitudo 13 mm dan durasi 56 detik, sedangkan awan panas keempat mempunyai amplitudo 15 mm dan durasi 96 detik. Namun, jarak luncur awan panas ketiga dan keempat itu tak teramati karena cuaca berkabut dan mendung.
Jarak luncur yang tak teramati itu juga terjadi saat munculnya awan panas kelima dan keenam pada pukul 16.22 dan 16.56. Awan panas kelima mempunyai amplitudo 15 mm dan durasi 112 detik, sedangkan awan panas keenam tercatat dengan amplitudo 15 mm dan durasi 96 detik.
Pada pukul 17.14, Merapi mengeluarkan awan panas ketujuh dengan amplitudo 2 mm, durasi 11 detik, dan jarak luncur 400 meter ke arah barat daya. Sementara itu, pada pukul 17.17, terjadi peristiwa awan panas kedelapan dengan amplitudo 7 mm, durasi 72 detik, dan jarak luncur 800 meter mengarah ke barat daya.
Hingga kini, jarak luncur terjauh awan panas guguran Merapi selama erupsi tahun 2021 adalah 1,8 km.
Dengan munculnya delapan kali awan panas guguran itu, Gunung Merapi telah mengeluarkan 11 kali awan panas pada Rabu ini. Sebab, pada dini hari hingga pagi tadi, Merapi telah meluncurkan tiga kali awan panas, yakni pada pukul 00.59, 05.12, dan 05.35.
Tiga awan panas pada Rabu dini hari hingga pagi itu tercatat di seismogram dengan amplitudo 13 mm hingga 21 mm serta durasi 116 detik hingga 198 detik. Adapun jarak luncur awan panas itu 700 meter hingga 1,2 km ke arah barat daya.
Sementara itu, jika dihitung sejak awal fase erupsi tahun ini, Gunung Merapi telah mengeluarkan 21 kali awan panas guguran. Awan panas mulai muncul pada 7 Januari 2021 atau tiga hari setelah Gunung Merapi mengalami fase erupsi. Hingga kini, jarak luncur terjauh awan panas guguran Merapi selama erupsi tahun 2021 adalah 1,8 km.
Material kubah lava
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan, awan panas guguran dan guguran lava di Gunung Merapi terjadi karena ada material kubah lava yang tidak stabil lalu gugur atau runtuh ke bawah. ”Rockfalls atau guguran dan awan panas guguran merupakan manifestasi material lava dome (kubah lava) yang tidak stabil terus gugur,” katanya saat dihubungi, Rabu malam.
Runtuhnya material kubah lava itu yang kemudian membentuk awan panas guguran atau guguran lava. Semakin banyak material kubah lava yang tidak stabil, potensi awan panas guguran dan guguran lava juga kian bertambah.
Hanik menambahkan, runtuhnya material kubah lava itu bisa terjadi karena desakan material magma dari dalam tubuh Gunung Merapi. Namun, keruntuhan material kubah lava itu juga bisa terjadi akibat gaya gravitasi saja.
Saat ini, di puncak Gunung Merapi sudah terdapat kubah lava baru yang muncul sejak 4 Januari 2021. Kubah lava baru itu berada di pinggir kawah sisi barat daya puncak Merapi, tepatnya di atas lava sisa erupsi tahun 1997. Hingga Selasa (19/1/2021), volume kubah lava baru itu sekitar 85.000 meter kubik dengan laju pertumbuhan sekitar 8.000 meter kubik per hari.
Hanik menyebutkan, jika melihat sejarah erupsi Gunung Merapi, laju pertumbuhan kubah lava saat ini masih tergolong kecil. ”Ini adalah pertumbuhan kubah lava yang termasuk rendah. Pada saat erupsi tahun 2006, pertumbuhan kubah lava di Merapi 70.000 meter kubik per hari,” ungkapnya.
Potensi bahaya
Selain itu, Hanik menyatakan, jarak luncur awan panas yang dikeluarkan Gunung Merapi saat ini masih tergolong pendek karena jarak maksimalnya baru 1,8 km. Meski begitu, dengan beberapa kali kejadian awan panas itu, masyarakat harus meningkatkan kesiapsiagaan.
”Awan panas dengan jarak luncur 1,8 km itu masih dalam kategori kecil. Meski demikian, kita harus tetap waspada,” kata Hanik. Oleh karena itu, BPPTKG masih menetapkan Gunung Merapi dalam status Siaga (Level III).
Dengan kondisi itu, BPPTKG menyatakan potensi bahaya akibat erupsi Merapi juga masih sama, yakni berupa guguran lava dan awan panas mengarah ke sektor selatan-barat daya yang meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih sejauh maksimal 5 km dari puncak. BPPTKG juga mengingatkan, lontaran material vulkanik jika terjadi letusan eksplosif bisa menjangkau area 3 km dari puncak.
Rockfalls atau guguran dan awan panas guguran merupakan manifestasi material lava dome (kubah lava) yang tidak stabil terus gugur.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, DIY, Joko Supriyanto mengatakan, sesuai rekomendasi BPPTKG, daerah bahaya di Sleman berada di sekitar Sungai Krasak dan Sungai Boyong. Namun, dia menyebutkan, saat ini tidak ada permukiman warga di Sleman yang masuk dalam radius bahaya.
Hal ini karena permukiman warga di Sleman di sisi selatan-barat daya Merapi berjarak lebih dari 5 km dari puncak. Joko mengatakan, permukiman warga di sisi selatan-barat daya Merapi itu paling dekat berjarak 6,5 km dari puncak. ”Permukiman terdekat di daerah Sungai Boyong itu jaraknya 6,5-7 km dari puncak,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Joko menyatakan, warga yang tinggal di sekitar Sungai Krasak dan Sungai Boyong di Sleman belum perlu mengungsi. Meski begitu, BPBD Sleman telah menyiapkan barak-barak pengungsian di wilayah tersebut untuk mengantisipasi kemungkinan perluasan radius bahaya oleh BPPTKG.