Instruksi Presiden Joko Widodo agar bantuan tersalurkan secara merata kepada penyintas gempa Sulawesi Barat belum terlaksana dengan baik di lapangan.
Oleh
M Ikhsan Mahar
·5 menit baca
MAMUJU, RABU — Instruksi Presiden Joko Widodo agar bantuan tersalurkan secara merata kepada penyintas gempa Sulawesi Barat belum terlaksana dengan baik di lapangan. Bantuan logistik dan tenda yang dikelola pemerintah daerah masih terpusat di pusat kota dan posko induk di sejumlah kecamatan di Kabupaten Mamuju dan Majene.
Saat mengunjungi penyintas gempa di Mamuju, Selasa kemarin, Presiden Jokowi telah menginstruksikan Pemerintah Provinsi Sulbar untuk melakukan distribusi bantuan dengan baik agar dapat dirasakan secara adil oleh seluruh penyintas. Di sisi lain, Presiden juga memerintahkan pemerintah daerah mendata rumah warga yang rusak agar dapat menerima bantuan renovasi rumah senilai Rp 10 juta hingga Rp 50 juta.
Namun, pantauan Kompas, kondisi mayoritas penyintas masih memprihatinkan. Mereka harus berjuang demi mendapatkan kebutuhan pokok. Di sejumlah titik pengungsian yang dibangun secara swadaya oleh kelompok masyarakat bahkan belum merasakan bantuan logistik dari pemda, meskipun telah memasuki hari keenam mereka tinggal di tenda-tenda pengungsian.
Di sepanjang Jalan Trans-Sulawesi yang menghubungkan Mamuju dengan Majene terdapat belasan titik anak muda meminta bantuan dengan memegang kardus bekas air mineral di tengah jalan. Kondisi itu disebabkan posko pengungsian yang didirikan di sisi Jalan Trans-Sulawesi itu belum tersentuh bantuan pemerintah.
”Bantuan yang kami dapatkan berasal dari sukarelawan yang bersedia menepi untuk memberikan bahan pokok. Terkadang kami juga secara paksa menghentikan truk pembawa logistik dari arah Makassar (Sulawesi Selatan),” kata Akbar (27), penyintas gempa di Kelurahan Galung, Kecamatan Tapalang, Mamuju, Rabu (20/1/2021).
Padahal, demi mudah mendapatkan bantuan, Akbar menyingkirkan rasa takutnya terhadap ancaman terserempet kendaraan di akses penghubung utama Sulbar dan Sulsel itu. Ia bersama istri, ibu, anak, dan seorang adiknya membangun tenda beratap terpal berukuran 2 meter x 4 meter tepat di sisi jalan tersebut.
Terdapat belasan keluarga di Kelurahan Galung yang memilih meninggalkan rumah untuk membangun tenda swadaya di sisi Jalan Trans-Sulawesi. Mereka juga belum mendapatkan bantuan logistik dari pemda. Selain bahan pokok, mereka juga amat membutuhkan terpal tenda baru karena kondisi terpal yang telah dipakai sejak Jumat (15/1) mulai bolong di sejumlah titik.
Akbar, yang bekerja sebagai pegawai kontrak di DPRD Sulawesi Barat, mengungkapkan, dirinya telah dikontak rekan kerjanya untuk bisa mengambil bantuan langsung ke kota Mamuju, yang berjarak sekitar 30 kilometer. Akan tetapi, Akbar enggan melakukan itu. ”Saya tidak bisa meninggalkan keluarga saya karena kami masih khawatir dengan gempa susulan. Selain itu, akses jalan menuju Mamuju juga masih rawan longsor,” katanya.
Serupa dengan Akbar, Haiying Murpah (60), warga Dusun Tabaria, Kelurahan Tampalang, Kecamatan Tapalang, juga memilih membangun tenda di sisi Jalan Trans-Sulawesi. Akibat gempa bermagnitudo 6,2, rumah Haiying runtuh, sehingga mengakibatkan seorang anaknya meninggal. Istri, satu anak, dan satu cucunya juga mengalami patah tulang dan tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sulbar.
Kondisi itu membuat Haiying bersama dua anaknya membangun tenda di sisi jalan. Dengan tenda berukuran 2 meter x 2 meter mereka untuk sementara waktu berlindung dari panas matahari dan hujan. ”Belum ada petugas desa yang datang untuk mendata keluarga saya atau melihat kerusakan rumah. Namun, saya bersyukur masih banyak orang baik yang mau singgah ke tenda saya untuk membawakan bahan makanan,” ujar Haiying.
Terisolasi
Kondisi lebih parah dialami ratusan keluarga di Dusun Tamerimbi, Desa Kabiraan, Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene. Dusun itu berjarak sekitar 15 kilometer dari Jalan Trans-Sulawesi di pusat Kecamatan Malunda.
Kontur wilayah perbukitan di Desa Kabiraan mengakibatkan sejumlah daerah mengalami lonsor yang menutup akses darat menuju desa itu. Lebar jalan yang hanya sekitar 3 meter tertutup lumpur. Akibatnya, warga di Desa Kabiraan belum tersentuh bantuan.
Memang ada dua alat berat yang disiapkan di lokasi itu, tetapi belum mampu menyingkirkan lumpur setebal 60 sentimeter serta tiga batu besar yang menutup jalan sepanjang 100 meter. Meski begitu, cuaca yang tidak hujan sejak Selasa dan Rabu kemarin membuat kondisi lumpur mulai mengeras sehingga jalan bisa dilalui motor jenis trail. Alhasil, masyarakat bisa turun gunung untuk mengambil bantuan di posko yang didirikan kelompok sukarelawan di kawasan Malunda.
Dedi Setiawan (30) mengambil langsung beras 10 liter, satu kardus mi instan, puluhan kaleng sarden, puluhan minyak goreng ukuran 1 liter, dan puluhan gula ukuran 1 kilogram di posko sukarelawan. Ketika tiba di jalan berlumpur itu, Dedi menghentikan motornya.
Kami mohon pemerintah hadir bagi kami untuk memperbaiki jalan agar kami mudah mendapatkan bantuan.
Satu per satu karung yang ia bawa dari posko menggunakan motor digotong ketika melewati jalan berlumpur. Setelah semua barang melewati jalan lumpur itu, ia kemudian menaikkan kembali seluruh barang ke atas motornya untuk melanjutkan perjalanan. Demi menjamin motornya bisa melintasi lumpur, Dedi menambahkan rantai melapisi kedua ban motornya.
”Kami mohon pemerintah hadir bagi kami untuk memperbaiki jalan agar kami mudah mendapatkan bantuan. Kami juga ingin ada bantuan untuk perbaikan rumah yang rusak dan tidak bisa ditinggali lagi,” kata Dedi.
Kondisi yang dialami para penyintas itu kontras dengan nasib penyintas di pusat kota Mamuju. Di wilayah itu, bantuan silih berganti tiba di posko pengungsian. Bantuan itu berasal dari pemda, kementerian/instansi pemerintah pusat, hingga kelompok sukarelawan.
Pada Selasa (19/1), Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar Muh Idris menyampaikan, penyaluran bantuan kebutuhan pokok untuk wilayah terisolasi akan dilakukan dengan helikopter. Namun, sejumlah titik terkendala tidak adanya area pendaratan. Dia menyatakan akan menyiapkan tempat pendaratan darurat.
Sambil penyaluran bantuan dilakukan via udara, Idris menjanjikan sejumlah alat berat juga dikerahkan untuk membersihkan longsoran yang menutup akses ke desa-desa terisolasi. Longsor yang mengisolasi sejumlah daerah cukup luas sehingga membutuhkan alat berat yang banyak.
Terkait distribusi bantuan di sejumlah pengungsian yang belum merata, Idris menyatakan, hal itu karena masih belum jelasnya data pengungsi dan lokasi pengungsian. Masalah itu dijanjikan akan dibenahi agar distribusi dilakukan dengan baik. Koordinasi dengan sukarelawan yang membawa bantuan juga akan ditingkatkan agar penyaluran bantuan merata. ”Prinsipnya, kami percepat penanganan kebutuhan pengungsi,” kata Idris.