Dalam bayang bencana erupsi Merapi, warga desa di lokasi pengungsian di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tulus berjibaku merawat dan menanggung pengungsi dari desa lain.
Oleh
Regina Rukmorini/Tatang Mulyana Sinaga
·3 menit baca
Dalam bayang bencana erupsi Merapi, warga desa di lokasi pengungsian di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tulus berjibaku merawat dan menanggung pengungsi dari desa lain.
Sejumlah perempuan duduk melingkar di sudut dapur umum pengungsian Balai Desa Banyurojo, Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Ada yang mengupas singkong, mengiris wortel, dan merajang kubis. Mereka sedikit bergegas karena waktu makan bagi pengungsi segera menjelang.
”Kacang tanah, sukun, ketela pohon, semuanya kami panen dan diolah untuk menjadi kudapan sore bagi pengungsi,” ujar Affandi, koordinator barak di Tempat Evakuasi Akhir (TEA) Desa Banyurojo, Rabu (13/1/2021).
Sebagai desa penyangga, mereka menampung sedikitnya 265 pengungsi asal Dusun Babadan I, Desa Paten, Kecamatan Dukun, yang masuk zona bahaya erupsi Merapi.
Hasil bumi itu sebenarnya ditanam warga Banyurojo di halaman belakang balai desa setempat untuk keperluan program Jogo Tonggo guna memenuhi kebutuhan pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri. Namun, karena stok kudapan menipis, demi menghemat pengeluaran, warga berinisiatif memenuhi kebutuhan pengungsi dengan memanen aneka tanaman itu. Seizin kepala desa tentunya. Apalagi, dana dari Pemerintah Kabupaten Magelang untuk pengungsi belum bisa dipastikan kapan diterima.
Sesuai kesepakatan, sejak barak pengungsian dibuka pada awal November, berlaku mekanisme pemerintah desa lokasi pengungsian membiayai terlebih dahulu keperluan pengungsi. Semua pengeluaran lalu dicatat dan dilaporkan untuk mendapatkan penggantian dari pos BTT (bantuan tak terduga) dari APBD.
Oleh karena pencairan dana BTT belum jelas, pihak Desa Banyurojo menempuh berbagai upaya demi menghemat pengeluaran dan berutang. ”Sejak awal Januari, utang kami untuk belanja logistik telah lebih dari Rp 10 juta,” ujar Sekretaris Desa Banyurojo Agus Firmansah. Toleransi berutang diberikan salah satu pedagang karena sering bekerja sama dalam banyak acara di desa.
Sejak awal Januari, utang kami untuk belanja logistik telah lebih dari Rp 10 juta. (Agus Firmansah)
Sukarelawan di lokasi pengungsian juga mempunyai andil merawat pengungsi. Tak hanya tenaga, juga biaya. Sumaryatin, Koordinator TEA Desa Deyangan, mengatakan, sumbangan sering didapatkan justru dari inisiatif sukarelawan.
”Kami pernah sama sekali tidak memiliki lauk-pauk dan tiba-tiba saja ada sukarelawan yang menawarkan untuk menyumbang ayam atau bebek hidup siap potong,” ucapnya.
Kepala Desa Deyangan, Mertoyudan, Risyanto mengaku, sejak awal tidak mengandalkan kucuran dana APBD untuk mengurus pengungsi. Hal ini karena penggantian pengeluaran pemerintah desa sering dibayarkan terlambat oleh Pemkab Magelang.
”Kami lebih banyak mengandalkan donasi, baik dari donatur luar maupun patungan kami sendiri,” ujarnya.
Terkait hal itu, Kepala Seksi Perlindungan Sosial dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Magelang Prasetya Sakti mengatakan, saat ini sedang diajukan permintaan dana talangan dari donatur guna mencukupi kebutuhan pengungsi. Dana itu diharapkan dapat menjadi cadangan sementara saat BTT belum cair.
Kami lebih banyak mengandalkan donasi, baik dari donatur luar maupun patungan kami sendiri. (Risyanto)
Nilai dana talangan yang diajukan Rp 101,25 juta atau sekitar separuh kebutuhan sekitar 900 pengungsi dan sukarelawan di seluruh pengungsian selama sebulan. Sementara separuh lainnya diharapkan tetap bisa dipenuhi dari donasi yang langsung masuk ke pengungsian.
Longsor di Dusun Bojong Kondang, Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (9/1/2021) malam, menyisakan duka mendalam. Sejumlah 40 orang tewas, dua orang lainnya masih tertimbun. Lebih dari 30 rumah tertimbun material longsor.
Gelombang empati terus mengalir, menguatkan penyintas untuk bangkit menata kehidupan. Salah satunya dari pembaca harian Kompas yang menyalurkan bantuan lewat Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas, Minggu (17/1/2021). Bentuknya beragam, antara lain alas tidur, bantal, selimut, masker, sabun mandi, vitamin C, hand sanitizer, dan kantong sampah.
”Terima kasih untuk empatinya. Semoga semua dukungan ini bisa membantu warga untuk menata kehidupan pascalongsor,” kata Sekretaris Kecamatan Cimanggung Ahmad Aradea, yang bertanggung jawab menerima bantuan bagi korban longsor.
Hingga Minggu sore, lebih dari 2.000 pihak, baik instansi pemerintah, perusahaan, yayasan, komunitas, maupun perseorangan, menyalurkan donasi. ”Bantuan ini bentuk kepedulian kepada korban longsor. Mereka belum tentu saling kenal, tetapi tergerak membantu,” kata Aradea.