Merapi Keluarkan Awan Panas 1,8 Km, Terpanjang Selama Erupsi 2021
Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur sejauh 1,8 kilometer, Selasa (19/1/2021) dini hari. Jarak luncur awan panas itu merupakan yang terjauh selama terjadinya erupsi Merapi tahun ini.
Oleh
HARIS FIRDAUS/FERGANATA INDRA RIATMOKO/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur sejauh 1,8 kilometer, Selasa (19/1/2021) dini hari. Jarak luncur awan panas itu merupakan yang terpanjang selama terjadinya erupsi Gunung Merapi pada tahun ini.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), awan panas guguran tersebut terjadi pada Selasa pukul 02.27 WIB. Awan panas itu tercatat di seismogram dengan amplitudo 60 milimeter (mm), durasi 209 detik, dan tinggi kolom 500 meter di atas puncak.
BPPTKG juga mencatat, awan panas guguran itu meluncur sejauh 1,8 km ke arah barat daya atau menuju ke hulu Kali Krasak dan Kali Boyong. Saat awan panas guguran tersebut muncul, angin sedang bertiup ke arah timur.
Ketika awan panas guguran tersebut keluar, fotografer Kompas sedang memotret aktivitas Gunung Merapi dari Lapangan Boyong, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY. Lapangan tersebut berada di luar daerah bahaya erupsi Gunung Merapi yang ditetapkan BPPTKG, yakni radius 5 km dari puncak.
Dari lokasi tersebut, Kompas bisa melihat secara jelas proses munculnya awan panas guguran dari Gunung Merapi itu. Berdasar pengamatan Kompas, material vulkanik yang keluar bersamaan dengan awan panas itu kemudian mengarah ke tiga jalur yang berbeda. Sebelum terjadinya awan panas itu, Kompas juga sempat melihat beberapa kali guguran lava pijar dari Gunung Merapi.
Berdasarkan data BPPTKG, sejak terjadinya erupsi pada 4 Januari 2021, Gunung Merapi sudah mengeluarkan 10 kali awan panas guguran, termasuk pada Selasa dini hari tadi. Awan panas guguran itu mulai dikeluarkan Gunung Merapi pada 7 Januari atau tiga hari setelah Merapi memasuki fase erupsi.
Sampai saat ini, awan panas pada Selasa dini hari tadi merupakan awan panas dengan jarak luncur terpanjang atau terjauh, yakni 1,8 km.
Sampai saat ini, awan panas pada Selasa dini hari tadi merupakan awan panas dengan jarak luncur terpanjang atau terjauh, yakni 1,8 km. Jarak luncur itu meningkat dibandingkan dengan jarak luncur awan panas pada Sabtu (16/1/2021) pukul 04.00 yang sejauh 1,5 km. Meski begitu, jarak luncur awan panas terjauh itu masih berada dalam radius bahaya yang ditetapkan oleh BPPTKG.
Selain awan panas, Gunung Merapi juga masih terus mengeluarkan guguran lava pijar. Pada Selasa pukul 00.00-06.00, misalnya, BPPTKG menyatakan ada 30 kali guguran lava pijar yang terpantau keluar dari Gunung Merapi dengan jarak luncur 300-900 meter.
Sama seperti awan panas, kebanyakan guguran lava pijar yang dikeluarkan Gunung Merapi mengarah ke barat daya. Sementara itu, jarak luncur guguran lava pijar tersebut paling jauh sekitar 1,5 km. Oleh karena itu, jarak luncur guguran lava pijar tersebut juga belum melebihi radius bahaya yang ditetapkan oleh BPPTKG.
Potensi ke depan
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso menyatakan, jarak luncur awan panas yang dikeluarkan Merapi ke depan diperkirakan masih kurang dari 5 km dari puncak. Perkiraan itu dihitung berdasarkan sejumlah data pemantauan, misalnya intensitas kegempaan, deformasi atau perubahan bentuk tubuh gunung api, serta volume kubah lava baru yang ada di puncak Merapi.
”Untuk kemungkinan saat ini, luncuran awan panas maksimal masih di bawah dari jarak daerah bahaya yang kami tetapkan. Jadi, masih di bawah 5 km,” tutur Agus.
Data BPPTKG menunjukkan, hingga 14 Januari 2021, volume kubah lava baru di Gunung Merapi sekitar 47.000 meter kubik. Adapun laju pertumbuhan kubah lava yang berada di sisi barat daya puncak Merapi itu diperkirakan sekitar 8.000 meter kubik per hari. ”Volume kubah lava saat ini masih kecil,” ujar Agus.
Dengan kondisi tersebut, BPPTKG masih menetapkan Gunung Merapi berstatus Siaga (Level III). Status itu telah ditetapkan sejak 5 November 2020 dan belum mengalami perubahan hingga sekarang meski Gunung Merapi sudah mengalami erupsi.
Bahkan, sejak 15 Januari 2021, BPPTKG telah mengeluarkan rekomendasi baru terkait daerah yang berpotensi terkena bahaya erupsi Gunung Merapi. Daerah bahaya yang ditetapkan BPPTKG dalam rekomendasi baru itu lebih sempit dibandingkan dengan daerah bahaya yang disebut dalam rekomendasi sebelumnya.
Dalam rekomendasi yang lama, BPPTKG menyebut daerah bahaya berada dalam radius 5 km dari puncak. Radius ini berlaku umum, bukan ke arah atau sektor tertentu di Gunung Merapi. Selain itu, BPPTKG juga secara detail menyebutkan 30 dusun yang masuk dalam daerah bahaya di empat kabupaten, yakni Kabupaten Sleman di DIY serta Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten di Jawa Tengah.
Untuk kemungkinan saat ini, luncuran awan panas maksimal masih di bawah dari jarak daerah bahaya yang kami tetapkan. Jadi, masih di bawah 5 km.
Namun, dalam rekomendasi yang baru, radius bahaya sejauh 5 km dibatasi hanya pada sektor selatan-barat daya yang meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih. Sementara itu, daerah bahaya di luar sektor selatan-barat daya dibatasi dalam radius 3 km.
Agus menyatakan, perubahan rekomendasi itu dibuat karena aktivitas kegempaan serta deformasi di Gunung Merapi mengalami penurunan signifikan selama beberapa waktu terakhir. Dengan adanya penurunan aktivitas itu, potensi terjadinya erupsi eksplosif atau disertai ledakan di Gunung Merapi juga menurun.
Sementara itu, kemungkinan terjadinya erupsi efusif atau tidak disertai ledakan di Gunung Merapi menjadi meningkat. ”Probabilitas erupsi dominan ke arah erupsi efusif,” tutur Agus.
Dengan kondisi itu, BPPTKG menyatakan, ancaman guguran lava dan awan panas dari Merapi mengarah ke sektor selatan-barat daya sejauh maksimal 5 km dari puncak. Namun, BPPTKG juga menyebut, ancaman lontaran material vulkanik saat terjadi erupsi eksplosif juga bisa mengarah ke sektor lainnya, tetapi dengan daya jangkau sejauh 3 km dari puncak.
Akibat perubahan rekomendasi itu, sejumlah pengungsi di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, memilih kembali ke rumahnya masing-masing. Kepala Desa Glagaharjo Suroto mengatakan, jumlah pengungsi di desa itu awalnya sekitar 300 orang. Namun, setelah adanya perubahan rekomendasi dari BPPTKG, jumlah pengungsi tinggal 187 orang.
”Pengungsi yang sudah pulang merupakan warga berusia produktif, di bawah 50 tahun,” kata Suroto.
Kepala Seksi Mitigasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Lelono menyatakan, hingga Senin (18/1), belum ada rekomendasi pemulangan pengungsi Merapi di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, para pengungsi yang didominasi warga kelompok rentan diminta tetap bertahan di tempat pengungsian.
Apalagi, masa tanggap darurat erupsi Merapi yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Sleman juga masih berlangsung hingga 25 Januari. ”Ini untuk mengantisipasi jangan sampai jatuh korban jiwa,” kata Joko.