Kerugian Banjir di Halmahera Mencapai Rp 9,8 Miliar
Banjir dan longsor yang menerjang sejumlah desa di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, sudah reda. Tak ada korban jiwa. Kerugian material mencapai Rp 9,8 miliar.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
TOBELO, KOMPAS — Banjir yang menggenangi 13 desa pada lima kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, selama beberapa hari terakhir, mulai surut pada Selasa (19/1/2021) pagi ini. Sebanyak 1.437 jiwa masih mengungsi pada malam hari. Tak ada korban jiwa, kerugian yang timbul akibat banjir tersebut kebanyakan tananan komoditas dan ternak dengan nilai mencapai Rp 9,8 miliar.
Sekretaris Daerah Halmahera Utara Yudhihart Noya yang dihubungi pada Selasa pagi menuturkan, intesitas hujan sudah berkurang sehingga banjir pun sudah surut. Genangan air sebelumnya sempat mencapai satu meter. Sebagian besar pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing sejak Senin (17/1/2021) kemarin.
Ia mengatakan, khusus warga Desa Roko, Kecamatan Galela Barat, yang berjumlah 1.437 jiwa, masih tidur di sekolah dan gereja. Selain kondisi rumah yang belum selesai dibersihkan akibat terjangan lumpur, mereka juga khawatir akan terjadi banjir dan longsor susulan. Dari 14 desa yang terdampak banjir, Roko merupakan yang terparah.
”Di sana terdapat longsoran yang cukup besar. Tiga rumah warga terbawa air, dua rumah rusak berat, dan puluhan rusak ringan,” ujarnya. Selain itu, satu unit jembatan yang menghubungkan beberapa kecamatan di sana pun putus. Dalam peristiwa tersebut, tidak ada korban jiwa.
Menurut Yudhihart, banjir terjadi lantaran meluapnya Sungai Tiabo, sungai terbesar yang membela daerah itu. Daerah itu merupakan langanan banjir, tetapi belakangan semakin parah akibat alih fungsi lahan yang masif. Banyak hutan di daerah itu gundul akibat penebangan yang tidak terkendali.
Banjir itu diawali hujan dengan intensitas ringan pada 15 Januari pagi kemudian diikuti hujan deras pada keesokan harinya. Pada 16 Januari terjadi banjir dan longsor. Pengalaman sering mengalami banjir, warga setempat sudah tahu cara penyelamatan diri.
Daerah itu merupakan langanan banjir, tetapi belakangan semakin parah akibat alihfungsi lahan yang masif. (Yudhihart Noya)
Berdasarkan hitungan sementara, lanjut Yudhihart, kerugian yang akibat bencana tersebut mencapai Rp 9,85 miliar. Kerugian terbesar adalah rusaknya tanaman komoditas, seperti kelapa, pala, cengkeh, dan kakao, serta hilangnya ternak milik warga. Kerugian lainnya adalah bangunan. ”Kerugian ini di luar jembatan yang putus itu,” ucapnya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Halmahera Utara Heny Tonga dalam laporannya menyebutkan, bantuan terus berdatangan dari sejumlah pihak. Kebutuhan yang mendesak saat ini adalah makanan siap saji, air bersih, selimut, tikar, dan logistik lainnya.
Selain BPBD setempat, sejumlah instansi yang juga ikut membantu penanggulangan bencana, antara lain, tim SAR, TNI, Polri, dan pemuda lintas agama. Para sukarelawan dari daerah terdekat pun berdatangan. Lokasi banjir di Halmahera itu dapat dijangkau dari Ternate menggunakan kapal penyeberangan, kemudian dengan kendaraan darat selama hampir 5 jam.
Menurut informasi yang diperoleh Kompas, Menteri Sosial Tri Rismaharini akan meninjau lokasi banjir di Halmahera Utara pada Selasa ini. Kunjungan Risma ke Halmahera merupakan rangkaian perjalanan Risma ke sejumlah lokasi bencana di Indonesia. Risma datang ke Halmahera melalui Manado, Sulawesi Utara.
”Menurut rencana, Ibu Mensos akan tiba di Bandara Galela sekitar pukul 12.00 WIT,” ujar Yudhihart. Bandara Galela hanya bisa didarati pesawat kecil jenis ATR. Waktu penerbangan dari Manado sekitar 40 menit.