Kematangan Emosional Anggota Keluarga Cegah Kekerasan pada Anak
Seorang bayi yang baru lahir di Magelang dibunuh oleh ibunya sendiri. Kekerasan pada anak mesti dicegah dengan menyiapkan kematangan emosional keluarga terdekat.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Kekerasan terhadap anak masih terus berulang, terutama dari keluarga terdekat. Seorang bayi di Magelang, Jawa Tengah, dibunuh ibu kandungnya. Kematangan emosional keluarga terdekat menjadi kunci lingkungan tumbuh kembang ideal bagi anak.
RH (25), warga Indramayu, Jawa Barat, membunuh anaknya di kamar mandi asrama Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof Dr Soerojo, Magelang, Senin (11/1/2021). Ia mencekik dan menyumpal mulut bayinya dengan kapur barus hingga meninggal.
Pelaksana Tugas Kepala Kepolisian Resor (Polres) Magelang Kota Ajun Komisaris Besar R Fidelis Purna Timoranto mengatakan, aksi itu dilakukan oleh pelaku seorang diri demi menutupi aibnya karena melahirkan bayi hasil dari hubungan di luar nikah.
”Karena demikian gugup dan takut, pelaku pun hanya berupaya membungkam bayi tersebut dengan menyumpal mulutnya dengan kapur barus di kamar mandi rumah sakit,” ujar Fidelis dalam jumpa pers, Selasa (19/1/2021).
Selain dicekik dan disumpal dengan kapur barus, bayi perempuan tersebut diduga juga mendapatkan kekerasan dengan benda tumpul. Hal ini diketahui dari adanya luka memar pada kepala dan pipi sebelah kanan. Serta luka adanya luka lecet pada leher dan perut kanan.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Magelang, Rayinda Faizah, mengatakan, kehamilan di luar nikah memang sering direspons kurang baik oleh ibu dan ayah kandungnya sendiri. Kondisi ini juga kerap diperparah lingkungan keluarga keduanya yang kurang mendukung.
Ketidaksiapan emosional untuk menerima hubungan di luar nikah ini bisa dipicu banyak alasan dan terjadi pada ibu dan ayah dari beragam kalangan usia. Setelah biasanya banyak terjadi pada kalangan ibu yang masih di bawah umur, banyak kasus kekerasan ternyata juga dilakukan oleh para ibu dari kalangan usia matang atau dewasa. ”Usia tidak memengaruhi kematangan emosional,” ujarnya.
Untuk mencegah kekerasan pada anak, kesiapan ayah dan ibu kandung beserta keluarga masing-masing harus berjalan bersama. Kesiapan ibu saja tidak akan cukup karena penolakan keluarga suatu saat akan membuat dirinya lelah. Sementara itu, kesiapaan keluarga yang tidak disertai kesiapan ayah ibunya akan mengganggu tumbuh kembang anak pada masa depannya.
”Mungkin anak bisa dilahirkan dengan selamat. Namun, karena ibunya tetap menolak, anak akan terus menjadi korban kekerasan. Dia tetap dianggap sebagai sumber masalah yang harus disingkirkan,” ujarnya.
Adapun RH adalah mahasiswa sebuah akademi keperawatan di Cirebon, Jawa Barat, yang baru magang sebagai tenaga perawat di RSJ Prof dr Soerojo selama dua minggu. Sekalipun perutnya memang terlibat besar, rekan-rekan dan lingkungan sekitarnya tidak menaruh curiga karena sejak awal pelaku mengaku dirinya memiliki kista.
Pada Senin (11/1/2021) siang, karena merasa mulas, sakit perut pertanda akan melahirkan, pelaku bergegas ke kamar mandi di asrama yang ditinggalinya di RSJ Prof dr Soerojo. Setelah dilahirkan, bayi tersebut seketika langsung dicekik dan disumpalnya menggunakan kapur barus di kamar mandi.
Rekan-rekan dan lingkungan sekitarnya tidak menaruh curiga karena sejak awal pelaku mengaku dirinya memiliki kista.
Setelah dipastikan tidak bernyawa lagi, bayi itu pun dibungkus dengan handuk dan plastik, kemudian dibawa ke kamar tidurnya. Bayi itu kemudian dilapisinya lagi dengan seprai dan bed cover, kemudian dimasukkan dalam tas koper. Dia berencana tas beserta bayinya di dalamnya akan segera dikuburnya sendiri di halaman.
Setelah kejadian, agar tidak memancing kecurigaan apa-apa, pelaku pun masih mencoba berperilaku santai. ”Setelah membungkus mayat bayinya, dia masih menelepon, bercerita kepada rekannya bahwa kista dalam perutnya sudah berhasil dikeluarkan,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Magelang Kota Inspektur Satu Kadek Pande Apridya Wibisana.
Rekannya kemudian mengajak pelaku untuk memeriksakan diri ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSJ Prof Dr Soerojo. Namun, dari hasil pemeriksaan, dokter memastikan bahwa pelaku baru melahirkan dan harus dirawat karena mengalami pendarahan.
Kejadian ini pun langsung dilaporkan oleh pihak rumah sakit ke polisi. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh jajaran Polres Magelang Kota, tersangka kemudian mengakui perbuatannya dan mengatakan bahwa bayi tersebut merupakan hasil hubungan dengan kekasihnya, warga Kabupaten Indramayu. Saat ini, teman pria pelaku pun sudah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Saat ini, pelaku belum bisa kembali dimintai keterangan karena masih depresi dan harus menjalani perawatan di rumah sakit. Pelaku terancam hukuman dengan pasal berlapis. Dia dinyatakan melanggar Pasal 80 Ayat 3, Ayat 4 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 76 UU No 35/2014 juncto Pasal 341 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Atas perbuatannya ini, pelaku terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar.