Sembilan hari berlalu, longsor di Cimanggung, Sumedang, Jawa Barat, masih menyisakan duka mendalam. Namun, gelombang empati yang tak berhenti mengalir menguatkan warga untuk bangkit menata kehidupan lebih baik.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Longsor di Dusun Bojong Kondang, Cimanggung, Kabupaten Sumedang, masih menyisakan duka mendalam. Mereka kehilangan keluarga, tetangga, dan harta benda. Namun, gelombang empati yang tak berhenti mengalir menguatkan penyintas untuk bangkit menata kehidupan.
Suara deru kendaraan yang hilir mudik membawa bantuan membuat suasana Kantor Kecamatan Cimanggung, Sumedang, Jawa Barat, tak pernah sunyi sejak Minggu (10/1/2021). Kebisingan mesin kendaraan-kendaraan itu menandakan empati untuk warga penyintas longsor di Dusun Bojong Kondang, Desa Cihanjuang, selalu menyala.
Salah satu kendaraan membawa bantuan dari Yayasan Dana Kemanusian Kompas, Minggu (17/1/2021). Bentuknya beragam, di antaranya berupa alas tidur, bantal, selimut, masker, sabun mandi, vitamin C, hand sanitizer, dan kantong sampah.
Bantuan diterima Sekretaris Camat Cimanggung Ahmad Aradea. Sejak longsor menerjang Dusun Bojong Kondang, Sabtu (9/1/2021), ia mendapat tugas tambahan sebagai penanggung jawab penerimaan logistik untuk warga korban longsor.
Aradea berterima kasih atas bantuan dari pembaca harian Kompas tersebut. ”Terima kasih untuk empatinya. Semoga semua dukungan ini bisa membantu warga untuk menata kehidupan pascalongsor,” ujarnya.
Wajahnya tampak lelah. Sudah sepekan ia kurang istirahat. Kesibukan mengoordinasikan bantuan membuatnya nyaris setiap hari tidur larut malam.
Akan tetapi, ia tidak mengeluh. ”Bantuan ini bentuk kepedulian kepada warga korban longsor. Mereka belum tentu saling kenal, tetapi tergerak membantu. Lelah saya terbayar ketika bantuan ini meringankan beban korban,” ujarnya.
Bantuan datang tak kenal waktu. Bisa pagi, siang, malam, dan dini hari. Bentuknya pun bervariasi, dari makanan, pakaian, alas tidur, hingga peralatan mandi.
Derasnya aliran bantuan membuat Aula Kecamatan Cimanggung seluas sekitar 200 meter persegi tak cukup menampung. Empat ruangan lainnya pun dialihfungsikan untuk menyimpan barang-barang bantuan itu.
Aradea menuturkan, hingga Minggu sore, lebih dari 2.000 pihak, baik instansi pemerintah, perusahaan, yayasan, komunitas, maupun perorangan yang menyalurkan donasi. ”Setelah didata, bantuan dikirim ke pos bantuan di tingkat RW,” ujarnya.
Bantuan tidak langsung dikirim ke lokasi pengungsian atau rumah-rumah warga terdampak longsor. Tujuannya agar proses evakuasi korban tidak terganggu oleh kepadatan kendaraan yang membawa bantuan. Kantor Kecamatan Cimanggung berjarak sekitar 1,7 kilometer dari lokasi longsor.
Harta benda sudah hancur. Hidup dimulai dari nol lagi. Kalau boleh memilih, saya ingin diberi anak domba saja daripada uang. (Iim, penyintas longsor di Cimanggung)
Meskipun sudah menyediakan pos bantuan di tingkat RW, tetap ada warga yang langsung mengambil bantuan ke Kantor Kecamatan Cimanggung. Salah satunya Indra (26) yang membutuhkan bahan makanan dan alas tidur.
Sudah tujuh hari ia mengungsi di rumah keluarganya di Desa Sawahdadap, berjarak sekitar 800 meter dari lokasi longsor. Persediaan makanan di rumah itu sudah menipis karena ia mengungsi bersama tiga keluarga lainnya.
”Tidak menyangka bantuannya sebanyak ini. Kepedulian mereka (donatur) menguatkan kami untuk menghadapi rintangan setelah dilanda longsor,” ujarnya.
Longsor di Cihanjuang terjadi dua kali, Sabtu pukul 15.30 dan pukul 19.30. Lokasinya berada pada tebing curam setinggi sekitar 20 meter. Di bawah tebing tersebut terdapat permukiman warga.
Sabtu sore, Indra bersama ibunya, Tati (50), berada di rumah saudaranya, Kusnandar (60), yang sedang mempersiapkan hajatan. Namun, satu jam sebelum longsor kedua terjadi, ia pergi menjemput kakaknya.
Delapan orang tertimbun longsor di lokasi itu. Tati (50) ditemukan meninggal, Selasa (12/1/2021) malam. Tujuh orang lainnya juga ditemukan tewas dalam waktu berbeda.
Longsor itu menewaskan 40 orang. Di tengah guyuran hujan lebat dan timbunan tanah longsor tebal, semua korban berhasil ditemukan tim gabungan setelah delapan hari pencarian. Terakhir, dua korban ditemukan pada Senin malam.
Iim (41), korban selamat lainnya, juga merasa terbantu dengan uluran tangan para donatur. Sebab, selain kehilangan anaknya, Syarif (22), yang tewas tertimbun longsor, rumahnya juga tertimbun dengan tanah. Enam dombanya pun ikut terkubur.
”Enggak tahu mau mulai kehidupan lagi dari mana. Tetapi, ketika melihat bantuan yang datang, jadi bersemangat untuk bangkit,” ujarnya.
Iim menanti wacana pemerintah untuk merelokasi korban. Selain itu, ia juga berharap bantuan modal untuk menyambung hidup.
”Harta benda sudah hancur. Hidup dimulai dari nol lagi. Kalau boleh memilih, saya ingin diberi anak domba saja daripada uang,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Sumedang Herman Suryatman mengatakan, sesuai dengan arahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), warga terdampak langsung longsor akan dievakuasi. Namun, ia belum dapat memastikan target waktu relokasi tersebut.
”Relokasi menjadi fokus jangka menengah dan akan segera dicari lokasinya. Untuk saat ini, fokus pada evakuasi korban,” ujarnya.
Sembilan hari pascalongsor, warga Bojong Kondang masih dirundung duka. Namun, berlarut-larut dalam kesedihan akan membuat hidup semakin sulit. Uluran tangan berbagai pihak membantu mereka lepas dari bayangan keraguan untuk menatap kehidupan lebih baik.