Sembilan Kabupaten di NTT Belum Mendapatkan Vaksin Covid-19 Sinovac
Sembilan dari 21 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur belum mendapatkan vaksin Covid-19 tahap pertama karena masih ada beberapa kabupaten belum memiliki alat penyimpan vaksin.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sembilan dari 21 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur belum mendapatkan vaksin Covid-19 tahap pertama karena masih ada beberapa kabupaten belum memiliki alat penyimpan vaksin, cold chain. Pemprov didesak mendukung pengadaan alat pendingin sehingga vaksin segera didistribusikan ke kabupaten begitu tiba dari Jakarta.
Anggota Forum Akademia Nusa Tenggara Timur, Dominggus Elcid Li, di Kupang, Senin (18/1/2021), mengatakan, vaksin telah diluncurkan secara nasional, Rabu (13/1/2021), hampir sebagian besar provinsi sudah memulai vaksinasi terhadap tenaga kesehatan.
Namun, di NTT baru Kota Kupang dan Kabupaten Kupang mendapatkan dan baru tahap proses persiapan. Tenaga kesehatan belum divaksin. Dua daerah ini bergantung dari cold chain milik Pemprov NTT yang dekat dengan gudang farmasi pemprov.
”Sembilan kabupaten sampai 18 Januari 2021 ini belum mendapatkan vaksin Sinovac dengan alasan belum ada tempat penyimpanan vaksin secara aman. Kalau kabupaten kesulitan mengadakan cold chain itu, Pemprov harus membantu sehingga begitu vaksin tiba, langsung didistribusikan ke sembilan kabupaten itu,” kata Elcid.
Sampai kapan kami menunggu vaksin ini. Kabupaten/kota lain sudah menjalani vaksin tahap pertama, sementara NTT, vaksin tahap pertama saja belum dikirim ke kabupaten. Ini menyangkut nyawa orang, mengapa kerja lambat begini. (Danny Christian)
Ia mengatakan, koordinasi antara pemprov dan kabupaten/kota buntu di semua lini, terutama soal penanganan Covid-19. Jika ada pun tidak memiliki bobot untuk menyelesaikan masalah. Pandemi Covid-19 yang terus mengalami lonjakan di NTT, belum ada gebrakan pemprov atau pemkot/pemkab mengatasi hal ini.
Sejak awal kasus Pemprov NTT sudah menganggap pandemi ini biasa-biasa saja kemudian mengajak masyarakat tidak perlu takut dan peduli. Sekarang, virus terus menyerang masyarakat. Rata-rata setiap hari ada 100 kasus baru, tetapi masih dianggap biasa-biasa saja. Pemprov diam di rumah, mengamankan diri, sesuai ketentuan 75 persen kerja dari rumah. Masyarakat didorong ke luar rumah untuk bekerja.
Isolasi mandiri
Tetapi, ketika masyarakat terpapar Covid-19, mereka justru disuruh isolasi mandiri di rumah dengan alasan tidak ada tempat tidur lagi di rumah sakit. Pejabat dan pengusaha terpapar Covid-19 dirawat intensif di rumah sakit rujukan.
Ia mengatakan, tenaga kesehatan saja belum divaksin, belum lagi TNI/Polri dan PNS. Masyarakat NTT bakal mendapat giliran divaksin tahun 2022, itu pun kalau pemprov/pemkab bersedia mengadakan alat cold chain di kabupaten itu. Jika sampai 2022 masyarakat divaksin, korban di kalangan masyarakat terus berjatuhan.
Saat pandemi seperti sekarang akses kesehatan hanya untuk orang berduit dan pejabat daerah. Masyarakat miskin tersingkir dari layanan pemerintah. Di Atambua misalnya, UGD RSUD Atambua sudah dua pekan terakhir ditutup dengan alasan perawat terpapar Covid-19. Masyarakat Atambua membuka Posko pengaduan kesehatan sendiri dengan sebutan ”Hallo Atambua”, khusus untuk masyarakat bawah.
”Hampir semua rumah sakit rujukan Covid-19 di NTT saat ini menolak pasien Covid-19 dengan alasan tidak ada lagi tempat tidur. Masyarakat miskin dan tak berdaya disuruh isolasi mandiri, tetapi pengusaha dan pejabat masih sempat dirawat di rumah sakit,” kata Elcid.
Wakil Ketua Tim Pool Test Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT ini mengatakan, beberapa kabupaten yang belum memiliki alat cold chain, itu tidak mudah untuk segera diadakan, meski harga satu unit cold chain hanya ratusan juta rupiah.
Selain cold chain, NTT sebagai provinsi kepulauan juga memiliki lebih dari satu alat tes PCR. Saat ini NTT hanya memiliki satu unit alat tes PCR di RSUD Yohannes Kupang. Flores sebaiknya memiliki tiga alat PCR, masing-masing di Sikka untuk melayani masyarakat Sikka, Flores Timur, dan Lembata.
Satu lagi di Nagekeo untuk masyarakat Ende, Nagekeo, dan Ngada. Satu di Manggarai untuk masyarakat Manggarai, Manggarai Timur, dan Manggarai Barat. Pulau Sumba perlu satu alat PCR di Waingapu untuk melayani masyarakat Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, dan Sumba Tengah.
Pemprov bisa menggunakan anggaran darurat untuk menangani Covid-19, jika itu sangat mendesak, melalui peraturan gubernur. Terkait pengadaan alat cold chain, Pemprov boleh berkoordinasi dan berkolaborasi. (Viktor Mado)
Ia mengatakan, pengadaan alat PCR itu berkisar Rp 6 miliar – Rp 12 miliar per unit. Dana itu ada di kabupaten/kota tetapi tidak ada kemauan untuk mengadakan. ”Semua pengeluaran selalu dilihat dari kacamata untung rugi bagi diri dan kelompok. Kalau seperti ini NTT sulit berubah,” kata Elcid.
Direktur Rumah Sakit Kristen Imanuel Waingapu Sumba Timur, Danny Christian mengatakan, sebanyak 6.000 tenaga kesehatan di Sumba Timur resah. Kasus terus meningkat. Ratusan tenaga kesehatan termasuk dokter sudah terpapar Covid-19 setelah melayani pasien Covid-19.
”Sampai kapan kami menunggu vaksin ini. Kabupaten/kota lain sudah menjalani vaksin tahap pertama, sementara NTT vaksin tahap pertama saja belum dikirim ke kabupaten. Ini menyangkut nyawa orang, mengapa kerja lambat begini,” kata Danny.
Kepala Dinas Kesehatan NTT Messerasi Ataupah mengatakan, NTT baru mendapatkan vaksin tahap pertama sebanyak 13.200 dosis. Vaksin ini diprioritaskan untuk Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Jumlah perawat di dua daerah ini sekitar 6.600 orang. Mereka ini siap menjalani vaksinasi tahap pertama.
”Setelah vaksin perdana, mereka akan menjalani vaksin tahap kedua setelah 14 hari mendapat vaksin pertama. Untuk itu, vaksin yang dikirim dari Jakarta sebanyak 13.200 dosis ini diprioritaskan untuk Kota Kupang dan kabupaten Kupang,” katanya.
Sembilan kabupaten lain masih menunggu pengiriman vaksin dari Jakarta. Sambil menunggu vaksin beberapa kabupaten yang belum memiliki cold chain agar segera melengkapi alat itu sebelum vaksin datang.
Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT Viktor Mado Watun mengatakan, DPRD menunggu pertanggungjawaban dana Covid-19 tahun 2020 senilai Rp 100 miliar. Selama belum ada pertanggungjawaban, DPRD belum menyetujui anggaran penanggulangan Covid-19 tahun 2021.
”Pemprov bisa menggunakan anggaran darurat untuk menangani Covid-19, jika itu sangat mendesak, melalui peraturan gubernur. Terkait pengadaan alat cold chain, pemprov boleh berkoordinasi dan berkolaborasi,” kata Mado.