Sebagian Pengungsi Pulang, Pemkab Sleman Tegaskan Belum Ada Rekomendasi
Sebagian pengungsi yang bukan kelompok rentan di Balai Desa Glagaharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman, mulai kembali ke rumah. Salah satu alasannya perubahan rekomendasi bahaya dari BPPTKG.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Sebagian pengungsi yang tak masuk kelompok rentan di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai kembali ke rumah. Hal ini dipengaruhi perubahan rekomendasi ancaman erupsi Gunung Merapi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi. Pemerintah setempat menegaskan belum ada instruksi pemulangan pengungsi.
Para pengungsi yang menempati barak pengungsian di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, merupakan warga dari Dusun Kalitengah Lor. Mereka tinggal di barak pengungsian itu sejak 7 November 2020 setelah peningkatan status Merapi dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) pada 5 November 2020.
Dalam peningkatan status tersebut, salah satu rekomendasi yang dikeluarkan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTK) adalah agar kelompok rentan yang tinggal dalam radius 5 kilometer mengungsi lebih dahulu. Dusun Kalitengah Lor berada dalam radius tersebut. Namun, pada praktiknya, bukan hanya warga kelompok rentan yang mengungsi. Sebagian warga usia produktif ikut mengungsi karena merasa khawatir terhadap ancaman erupsi.
”Minggu (17/1/2021) malam sudah ada pengurangan banyak. Sebelumnya, jumlah pengungsi bisa mencapai sekitar 300 orang. Malam tadi, jumlahnya hanya tinggal 187 orang. Pengungsi yang sudah pulang merupakan warga berusia produktif, di bawah 50 tahun,” kata Kepala Desa Glagaharjo Suroto saat ditemui di Balai Desa Glagaharjo, Senin (18/1/2021).
Suroto menjelaskan, salah satu alasan kepulangan warga ke rumah yang sebenarnya berada dalam radius 5 kilometer dari puncak Merapi adalah perubahan rekomendasi BPPTKG, Sabtu (16/1/2021). Kepulangan pengungsi dilakukan secara mandiri oleh warga.
Pada Sabtu, BPPTKG mengubah rekomendasi ancaman bahaya erupsi Merapi berupa guguran lava dan awan panas ke sektor selatan dan barat daya, yang meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih sejauh maksimal 5 kilometer dari puncak Merapi. BPPTKG juga mengingatkan ancaman lontaran material vulkanik apabila terjadi letusan eksplosif bisa menjangkau area 3 kilometer dari puncak gunung. (Kompas, 16/1/2021)
Sebelum ada perubahan rekomendasi tersebut, potensi bahaya erupsi berupa guguran lava, lontaran, material, dan awan panas berada dalam radius 5 kilometer dari puncak Merapi. Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, yang berada di sisi tenggara Merapi, termasuk salah satu daerah dalam ancaman bahaya.
Suroto mengungkapkan, meski terjadi perubahan rekomendasi, pihaknya tetap meminta warga kelompok rentan bertahan di barak pengungsian. Dia menilai, aktivitas vulkanik tidak bisa diprediksi. Di sisi lain, ia masih merasa trauma dengan erupsi Merapi, tahun 2006. Kala itu, warga dipulangkan ke rumah masing-masing setelah tinggal lama di pengungsian. Tetapi, erupsi justru terjadi saat warga sudah berada di rumah.
Saya tidak ingin peristiwa 2006 terjadi lagi. Saat itu, warga dipulangkan karena menunggu erupsi belum juga terjadi. Setelah dua hari pulang, gunung langsung meletus. (Suroto)
”Bagi kami, keselamatan warga yang utama. Saya tidak ingin peristiwa 2006 terjadi lagi. Saat itu, warga dipulangkan karena menunggu erupsi yang belum juga terjadi. Setelah dua hari pulang, gunung langsung meletus,” kata Suroto.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Seksi Mitigasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Lelono menegaskan, belum ada rekomendasi pemulangan pengungsi Merapi di Kabupaten Sleman. Para pengungsi yang didominasi warga kelompok rentan diminta tetap bertahan. Terlebih masa tanggap darurat Merapi juga masih berlangsung hingga 25 Januari.
”Ini untuk mengantisipasi jangan sampai jatuh korban jiwa. Jadi, jangan sampai peristiwa erupsi 2006 terulang kembali. Maka, pengungsian tetap dipertahankan untuk kelompok rentan,” kata Joko.
Joko menyampaikan, warga yang tinggal di lereng Merapi perlu terus menjaga kewaspadaan. Meski guguran lava pijar dan awan panas lebih banyak mengarah ke selatan dan tenggara, ancaman letusan eksplosif tetap perlu diperhatikan.
Sayem (65), warga Dusun Kalitengah Lor, yang sudah 2,5 bulan tinggal di barak pengungsian di Balai Desa Glagaharjo, mengaku mengungsi karena mengikuti anjuran pemerintah desa. Ia memilih mengikuti semua anjuran agar selamat dari ancaman erupsi Merapi.
”Kalau bosan tinggal di pengungsian, memang sudah terasa. Tetapi, bagaimana lagi. Ini semua harus kami jalani. Saya berharap semua warga bisa selamat. Maka, saya mengikuti saja anjuran untuk tetap tinggal di pengungsian,” kata Sayem.