Pusat Bisnis di Manado Berantakan Diterjang Ombak Besar
Gempuran ombak tinggi dari Laut Sulawesi yang terjadi saat pasang merusak kawasan bisnis di Manado, Sulawesi Utara. Ombak tinggi yang menyusul hujan sedang hingga lebat tiga hari terakhir adalah dampak dari La Nina.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Gempuran ombak tinggi dari Laut Sulawesi saat gelombang pasang menghancurkan puluhan kios, tanggul batu, serta tambatan perahu di sepanjang Teluk Manado dan pantai utara Sulawesi Utara, Minggu (17/1/2021). Ombak tinggi yang menyusul hujan sedang hingga lebat tiga hari terakhir diperkirakan dampak fenomena La Nina.
Laut telah tampak tinggi sejak sore hari di Manado. Gulungan ombak juga tampak semakin besar dan memukul kuat tanggul batu dan beton di pusat bisnis yang berdiri di atas lahan reklamasi tersebut. Pukulan ombak yang sangat kuat pada tanggul menyebabkan air semburat hingga mencapai 6 meter, lalu meluber ke jalan hingga pertokoan.
Gulungan ombak besar terus menggempur hingga malam hari. Di pusat bisnis di kawasan Megamas, puluhan kios makanan yang terletak tepat di atas talud tepi laut porak-poranda diterjang ombak. Pecahan batu kecil hingga besar dari tanggul dan tambatan perahu nelayan berhamburan ke jalan. Sementara air laut menggenang dan sampah berserakan.
Para nelayan di pantai Megamas segera mengamankan perahunya. Namun, setidaknya enam perahu luluh lantak tak sempat terselamatkan. Ketua Kelompok Nelayan Firdaus, Sonny Broo (54), mengatakan, tiang-tiang lampu di atas tambatan perahu tumbang dan batu-batu yang menyusun tambatan sudah rontok semua.
”Seingat saya, sejak 1974, baru sekarang ini yang paling parah. Ombak sudah bisa lebih dari 4 meter tingginya. Beberapa perahu kami rusak ringan dan masih bisa diperbaiki dengan biaya Rp 600.000, tapi enam yang rusak itu sudah tidak terselamatkan,” ujar Sonny.
Menurut Sonny, anggota lima kelompok nelayan yang berpangkalan di pantai Megamas tidak melaut selama tiga hari terakhir karena ombak tinggi dan angin kencang. Biasanya mereka berangkat pukul 17.00 Wita hingga keesokan paginya. ”Tapi, setelah ini kami tidak tahu harus bagaimana karena tambatan sudah rusak,” katanya.
Sementara itu, penjaga keamanan kawasan Megamas, Reza U, menyatakan belum ada arahan manajemen apakah kawasan itu tetap buka pada Senin pagi. Mereka berencana membersihkan wilayah di tepi pantai lebih dulu. ”Buka atau tidaknya, kami belum tahu,” ujar Reza.
Sementara itu, area parkir kawasan bisnis dan mal Manado Town Square juga porak poranda oleh pecahan bebatuan dari tanggul pemecah ombak. Akibatnya, area parkir tidak dapat dilalui kendaraan. Jalan juga rusak karena bebatuan dan lumpur. Semua terjadi sekitar pukul 17.00 Wita.
Air laut yang meluber bahkan masuk ke dalam atrium mal. Para pegawai dikerahkan hingga tengah malam untuk membersihkan atrium mal dari air. ”Ombak kuat sekali sampai batuan tanggul terhambur,” kata Fanly, penjaga keamanan.
Akan tetapi, General Manager Manado Town Square Yono Akbar mengatakan, mal tidak akan tutup pada Senin (18/1/2021) karena tidak ada kerusakan pada sistem kelistrikan. ”Tidak ada tenant kami yang terganggu. Jadi, kami akan buka seperti biasa asalkan air tidak naik lagi,” kata Yono.
Air laut yang meluber bahkan masuk ke dalam atrium mal. Para pegawai dikerahkan hingga tengah malam untuk membersihkan atrium mal dari air.
Sementara itu, air juga meluber hingga ke Jalan Boulevard Piere Tendean. Mario (36), warga Sario Utara, mengatakan, air sudah menggenangi jalan sejak pukul 18.00 Wita. Lalu lintas tidak sampai macet, tetapi pengendara harus melambat. ”Untungnya hari ini tidak hujan, bisa-bisa banjir,” katanya.
Menurut Mario, ombak besar pernah terjadi semasa ia kecil. Namun, dampaknya tidak pernah sebesar ini karena wilayah yang kini menjadi area bisnis dulunya adalah pesisir pantai. Warga di sisi samping Boulevard tidak sampai terdampak. ”Mungkin ini kebetulan ombak tinggi saat pasang,” ucapnya.
Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Maritim Bitung Ricky Daniel Aror mengatakan, sepekan terakhir, Sulut dilanda cuaca ekstrem karena beberapa fenomena. Fenomena pertama adalah La Nina yang menyebabkan suhu permukaan Laut Sulawesi menghangat, berkisar 30-23 derajat celsius. Air pun menguap membentuk awan konvektif penyebab hujan.
Kedua, terdapat pusat tekanan rendah di wilayah selatan khatulistiwa, tepatnya di atas wilayah Australia, sehingga massa udara bergerak ke selatan dari Samudra Pasifik melalui langit Sulawesi Utara. Pada saat yang sama, udara di perairan Halmahera bertekanan lebih rendah, 1.008 milibar, dibandingkan dengan perairan di utara Kalimantan, yaitu 1.010 milibar.
Akibatnya adalah angin kencang dari barat ke timur dengan kecepatan berkisar 20-30 knot atau hingga 56 kilometer per jam. Gelombang pun ikut meninggi. Pada saat yang sama, Laut Sulawesi pasang hingga setinggi 2,3 meter. ”Puncaknya adalah hari Minggu ini. Besok (Senin, 18/1/2021) akan berangsur mereda. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir,” ujar Ricky.