Merapi Terus Keluarkan Awan Panas dan Guguran Lava Pijar
Gunung Merapi masih terus mengalami erupsi dengan mengeluarkan awan panas guguran dan guguran lavar pijar. Meski begitu, jarak luncur awan panas dan lava pijar itu masih dalam radius bahaya yang telah ditetapkan.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·6 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta masih terus mengalami erupsi dengan mengeluarkan awan panas guguran dan guguran lavar pijar. Meski begitu, jarak luncur awan panas dan lava pijar itu masih dalam radius bahaya yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, status Gunung Merapi masih Siaga (Level III).
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), pada Senin (18/1/2021) pukul 05.43, Gunung Merapi kembali mengeluarkan awan panas guguran. Awan panas tersebut tercatat di seismogram dengan amplitudo maksimal 22 milimeter (mm), durasi 112 detik, dan tinggi kolom 50 meter di atas puncak.
Hasil pemantauan BPPTKG menunjukkan, awan panas guguran itu meluncur ke arah barat daya atau ke hulu Kali Krasak di perbatasan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan Kabupaten Sleman, DIY. Jarak luncur awan panas itu sekitar 1 kilometer (km). BPPTKG juga menyatakan, saat awan panas guguran itu muncul, angin tengah bertiup ke arah tenggara.
Luncuran awan panas itu merupakan kejadian ke sembilan setelah Gunung Merapi mulai mengalami erupsi pada 4 Januari 2021. Adapun awan panas muncul sejak 7 Januari.
Sebelumnya, pada Sabtu (16/1/2021), Gunung Merapi mengeluarkan dua kali awan panas guguran. Awan panas pertama terjadi pada Sabtu pukul 04.00 dengan jarak luncur 1,5 km, amplitudo 60 mm, durasi 150 detik, serta tinggi kolom 500 meter.
Setelah itu, pada Sabtu pukul 17.00, Merapi kembali mengeluarkan awan panas guguran. Awan panas tersebut tercatat di seismogram dengan amplitudo 28 mm, durasi 83 detik, dan tinggi kolom sekitar 200 meter. Saat awan panas guguran itu muncul, visual Gunung Merapi tertutup kabut sehingga jarak luncur awan panas tersebut tak bisa dipastikan. Namun, BPPTKG memperkirakan jarak luncur awan panas itu kurang dari 1 km.
Selain awan panas, Gunung Merapi juga terus mengeluarkan guguran lava pijar. Pada Senin antara pukul 00.00-06.00, Gunung Merapi tercatat mengeluarkan 6 kali guguran lava pijar dengan jarak luncur maksimum 600 meter ke arah barat daya. Sementara itu, pada Minggu (17/1/2021), teramati 42 kali guguran lava pijar dengan jarak luncur maksimum 1,5 km ke arah barat daya.
Meski Merapi terus mengeluarkan awan panas guguran dan guguran lava pijar, status gunung api tersebut masih Siaga sejak 5 November 2020. Hal ini karena jarak luncur maksimum dari awan panas dan guguran lava pijar yang dikeluarkan Merapi masih di dalam radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG.
Sampai saat ini, jarak luncur maksimal awan panas dan lava pijar itu sekitar 1,5 km mengarah ke barat daya. Sementara itu, radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG adalah 5 km ke arah selatan-barat daya.
Kubah lava
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso menyatakan, jarak luncur awan panas yang dikeluarkan Merapi ke depan diperkirakan masih kurang dari 5 km dari puncak. Agus juga menuturkan, saat ini, volume kubah lava baru di Gunung Merapi masih tergolong kecil.
Berdasarkan data BPPTKG, hingga 14 Januari 2021, volume kubah lava yang berada di sisi barat daya puncak Merapi itu sekitar 47.000 meter kubik. Adapun laju pertumbuhan kubah lava baru itu diperkirakan sekitar 8.000 meter kubik per hari.
Keberadaan kubah lava baru itu menjadi salah satu potensi bahaya erupsi Gunung Merapi. Sebab, runtuhnya kubah lava tersebut bisa menyebabkan terjadinya awan panas. Namun, karena volumenya yang masih kecil, jarak luncur awan panas yang terbentuk karena runtuhnya kubah lava itu diperkirakan masih berada dalam radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG.
Untuk menghitung jarak luncur awan panas yang bisa terjadi, tidak bisa hanya melihat volume kubah lava saat ini karena bisa jadi magma dari dalam langsung keluar membentuk awan panas. (Agus Budi Santosa)
Agus memaparkan, perkiraan jarak luncur awan panas yang berpotensi terjadi sebenarnya tak bisa dihitung hanya dari volume kubah lava. Hal ini karena magma yang keluar dari dalam tubuh Gunung Merapi bisa saja langsung membentuk awan panas. Oleh karena itu, untuk menghitung jarak luncur awan panas, harus dipertimbangkan pula volume magma yang keluar dari dalam tubuh gunung.
”Untuk menghitung jarak luncur awan panas yang bisa terjadi, tidak bisa hanya melihat volume kubah lava saat ini karena bisa jadi magma dari dalam langsung keluar membentuk awan panas,” ujar Agus.
Meski begitu, Agus menuturkan, awan panas yang dihasilkan dari magma yang keluar dan runtuhnya kubah lava itu diperkirakan masih berada dalam radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG.
”Ini tidak akan besar banget, kecuali ada sesuatu yang luar biasa. Tapi, kalau ada sesuatu yang luar biasa, biasanya Merapi memberi tahu (menunjukkan tanda). Jadi, untuk kemungkinan saat ini, luncuran awan panas maksimal masih di bawah 5 km,” ungkap Agus.
Perubahan rekomendasi
Sementara itu, beberapa hari sebelumnya, BPPTKG telah mengeluarkan rekomendasi baru terkait dengan daerah yang berpotensi terkena bahaya akibat erupsi Merapi. Rekomendasi baru itu dikeluarkan karena aktivitas kegempaan dan deformasi di Gunung Merapi menurun signifikan selama beberapa hari terakhir.
Dalam rekomendasi yang lama, BPPTKG menyatakan, potensi bahaya akibat erupsi Merapi itu berupa guguran lava, lontaran material vulkanik, dan awan panas sejauh maksimal 5 km dari puncak. Dalam rekomendasi yang lama itu, BPPTKG juga secara detail menyebutkan dusun-dusun yang masuk dalam daerah yang berpotensi terkena bahaya erupsi Gunung Merapi.
Ada 30 dusun yang disebut BPPTKG masuk dalam daerah prakiraan bahaya. Sebanyak 30 dusun itu tersebar di empat kabupaten, yakni Kabupaten Sleman di DIY serta Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten di Jawa Tengah.
Namun, dalam rekomendasi yang baru, BPPTKG menyebut potensi bahaya erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas ke sektor selatan-barat daya yang meliputi wilayah Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih sejauh maksimal 5 km dari puncak. Meski begitu, BPPTKG juga mengingatkan, lontaran material vulkanik apabila terjadi letusan eksplosif bisa menjangkau area 3 km dari puncak.
Dalam rekomendasi barunya, BPPTKG tidak secara detail menyebutkan nama-nama dusun yang masuk dalam daerah yang berpotensi terkena bahaya erupsi Gunung Merapi. BPPTKG hanya menyebutkan sejumlah sungai yang berhulu ke Merapi yang berpotensi terkena bahaya apabila erupsi terjadi.
Agus menyatakan, dengan adanya rekomendasi baru itu, warga yang berada di luar daerah bahaya diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing. ”Rekomendasi bahaya yang kami sampaikan tadi itu mengandung konsekuensi bahwa masyarakat yang tinggal di luar daerah bahaya bisa kembali ke rumah,” ungkapnya.
Akan tetapi, Agus juga menyebut, pemulangan pengungsi itu menjadi kewenangan pemerintah daerah. Selain itu, dia juga mengingatkan, masyarakat tetap harus siap apabila aktivitas vulkanik Merapi mengalami kenaikan kembali.
Meski BPPTKG telah mengeluarkan rekomendasi baru terkait dengan daerah bahaya, ratusan warga Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, masih mengungsi dari tempat tinggal mereka. Para warga itu mengungsi di tempat pengungsian yang ada di kompleks Balai Desa Glagaharjo.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman, hingga Minggu (17/1/2021) malam, masih ada 187 warga yang mengungsi di tempat pengungsian yang ada di Balai Desa Glagaharjo. Selain itu, 62 hewan ternak milik warga juga masih diungsikan.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman Makwan mengatakan, pihaknya tidak ingin terburu-buru memulangkan pengungsi. Hal ini karena BPBD Sleman masih harus berkoordinasi dengan sejumlah pihak lain, termasuk pemerintah desa setempat, sebelum mengambil keputusan untuk memulangkan pengungsi.
”Kami tidak akan tergesa-gesa memulangkan pengungsi. Masih akan kami koordinasikan dengan pemerintah desa hingga pemerintah kabupaten. Untuk memulangkan, harus ada persiapannya,” tutur Makwan.