Banjir Sidoarjo Lumpuhkan Jalan Raya dan Permukiman di Enam Desa
Banjir di Sidoarjo, Jawa Timur, sejak Minggu malam tak hanya merendam permukiman warga di enam desa. Bencana tahunan itu melumpuhkan jalan nasional di Kecamatan Porong. Upaya penanganan bencana terus dilakukan.
SIDOARJO, KOMPAS — Banjir yang melanda Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak Minggu malam tak hanya merendam permukiman warga di enam desa. Bencana tahunan itu melumpuhkan jalan nasional di Kecamatan Porong, yang menghubungkan dengan Kabupaten Pasuruan. Upaya penanganan bencana terus dikerahkan agar banjir segera teratasi.
Hingga Senin (18/1/2021) sore, kondisi jalan nasional di Porong masih terendam banjir meski ketinggiannya mulai berkurang. Apabila sebelumnya mencapai 1 meter, kini ketinggian air menyusut tinggal 50-70 sentimeter. Kendati air surut, akses jalan masih lumpuh karena belum bisa dilalui kendaraan besar ataupun sepeda motor.
Jalan nasional di Porong itu lumpuh dua arah, yakni dari arah Surabaya dan arah Pasuruan. Panjang jalan yang terendam hampir 1 kilometer, mulai dari 100 meter sebelum tol buntung ke arah Porong. Satuan Lalu Lintas Polresta Sidoarjo menutup jalan yang terendam banjir tersebut karena membahayakan pengendara.
”Penutupan jalan raya Porong dilakukan sejak Minggu malam dan sampai sekarang belum dibuka karena genangan masih tinggi. Anggota Satlantas terus bersiaga di lokasi untuk mengatur lalu lintas,” ujar Kepala Unit Turjawali Polres Sidoarjo Iptu Abdul Cholil saat ditemui di lokasi banjir.
Baca juga : Banjir Melumpuhkan Jalan Nasional Porong Sidoarjo
Menurut Cholil, akses lalu lintas dari Sidoarjo menuju Pasuruan dialihkan melalui jalan arteri Porong yang lokasinya bersebelahan dengan tol Surabaya-Gempol. Pengalihan lalu lintas ini menyebabkan jarak dan waktu tempuh kendaraan jauh lebih panjang dan lama karena selain harus memutar juga terjadi penumpukan volume kendaraan.
Sementara itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Senin pagi, mengunjungi korban banjir di Jember dan korban erupsi Gunung Semeru di Lumajang. Di Jember, lokasi yang dikunjungi adalah Desa Bangsalsari, Kecamatan Bangsalsari, dan Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo.
Risma juga sempat meninjau Pondok Pesantren Ar-Rosyid di Kecamatan Bangsalsari dan posko kebencanaan serta dapur umum di Wonoasri didampingi Bupati Jember Faida.
Menurut mantan Wali Kota Surabaya itu, penanganan bencana di Pulau Jawa relatif lebih mudah. Bandingkan dengan di luar Jawa, jarak antarkabupaten saja jauh, butuh waktu tempuh 4 hingga 5 jam. Jadi, semisal mau mengerahkan tenaga dari daerah lain untuk membantu mempercepat pemulihan di daerah yang dilanda bencana, hal itu bukan pekerjaan mudah.
Tenaga psikolog akan segera tiba di lokasi bencana agar trauma warga segera teratasi. (Tri Rismaharini)
Kendati demikian, menurut Risma, semua digerakkan untuk mempercepat pemulihan dan bantuan bagi masyarakat yang terkena bencana. Kementerian Sosial tidak hanya membantu mengerahkan tenaga sukarelawan, tetapi juga akan mengirimkan bantuan makanan ke Jember, antara lain beras, telur, abon, popok anak balita, dan susu ibu hamil.
Baca juga : Genangan Air di Jember Mulai Surut, Potensi Banjir Susulan Tetap Diwaspadai
Sementara untuk penyembuhan trauma korban, Kementerian Sosial akan mengerahkan tenaga psikolog untuk membantu dan menangani. ”Tenaga psikolog akan segera tiba di lokasi bencana agar trauma warga segera teratasi,” ujar Risma.
Pada kesempatan itu Risma meminta agar pemerintah menyiapkan cadangan bahan makanan di seluruh daerah di Indonesia guna mengantisipasi bencana kembali terjadi. ”Paling tidak, stok selalu ada, yakni kebutuhan pokok, karena terjadinya bencana tidak bisa diprediksi,” katanya.
Enggan lewat
Banyak pengendara sepeda motor enggan melewati jalur arteri Porong. Mereka memilih menaiki tanggul lumpur Lapindo yang berada di sebelah jalan raya. Hal itu sebenarnya berbahaya karena kondisi tanggul rawan ambles. Permukaan tanggul juga tidak dikondisikan untuk jalan kendaraan umum.
Banjir yang merendam jalan nasional di Porong disebabkan oleh hujan deras yang terus mengguyur Sidoarjo sejak Minggu sore. Hujan deras juga menyebabkan Kali Ketapang di dekat jalan nasional itu meluap. Upaya mengatasi banjir di Porong dilakukan oleh Pusat Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (PPLS) dengan mengerahkan lebih dari tujuh mesin pompa.
Air dari badan jalan itu dipompa terus-menerus menuju ke kolam retensi yang dibangun di sepanjang tepi jalan raya Porong. Namun, meski beroperasi penuh, mesin pompa PPLS itu tetap tak mampu mengatasi banjir. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akhirnya mengerahkan Tim Reaksi Cepat (TRC) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.
Koordinator Tim TRC BBWS Brantas Dhofir mengatakan, pihaknya mengerahkan dua unit pompa dan 10 personel untuk mengoperasikannya. Kapasitas setiap mesin pompa ini 150 liter per detik. Tambahan mesin pompa ini untuk memperkuat empat mesin pompa PPLS. Harapannya, pemompaan bisa dilakukan tanpa henti agar genangan cepat surut.
Baca juga : Banjir di Sidoarjo Meluas
”Apabila kondisi cuaca panas dan tidak terjadi hujan lagi, pemompaan diprediksi selesai selama dua hari. Namun, apabila hujan terus turun, durasi pemompaan bisa lebih lama,” kata Dhofir.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan, hujan deras menyebabkan banjir di sejumlah lokasi. Selain di jalan nasional di Porong, banjir juga merendam ribuan rumah warga di Desa Kedungbanteng, Banjarasri, dan Banjarpanji. Selain itu, Desa Gedang, Candipari, Pesawahan, dan Wunut, Kecamatan Porong, juga terdampak banjir.
”Pemkab Sidoarjo sudah berupaya maksimal mengatasi banjir dengan mengerahkan mesin pompa untuk menyedot genangan di jalan raya Porong dan desa-desa yang terendam banjir. Selain mesin pompa milik pemda, juga ada bantuan mesin pompa dari BPBD Jatim, PPLS, serta BBWS Brantas,” ucap Hudiyono.
Untuk menangani banjir di jalan raya, misalnya, telah dikerahkan tujuh pompa milik PPLS dengan kapasitas masing-masing 500 liter per detik ditambah dua mesin pompa milik TRC BBWS Brantas. Menurut rencana, ada penambahan mesin pompa lagi dari Pemprov Jatim untuk mempercepat penanganan.
Apabila kondisi cuaca panas dan tidak terjadi hujan lagi, pemompaan diprediksi selesai selama dua hari. Namun, apabila hujan terus turun, durasi pemompaan bisa lebih lama. (Dhofir)
Camat Tanggulangin Sabino Mariano menambahkan, untuk mengatasi banjir di Kedungbanteng, Banjarasri, dan Banjarpanji, saat ini dikerahkan 14 mesin pompa. Mesin itu memompa air di permukiman warga dan mengalirkannya menuju ke sungai-sungai yang melintasi desa serta kolam penampungan yang disiapkan pemda.
Baca juga : Banjir di Dua Desa Tak Kunjung Surut, Pemkab Sidoarjo Tetapkan Status Tanggap Darurat
”Permasalahannya, sungai-sungai yang melintasi desa itu juga penuh sehingga genangan sulit berkurang meski terus-menerus dilakukan pemompaan,” ujar Sabino.
Sabino mengatakan, ketinggian air di Desa Kedungbanteng mencapai 80 cm, sedangkan di Banjarasri ketinggian genangan 60 cm. Sementara itu, tinggi genangan di Desa Banjarpanji rata-rata 45 cm. Pendataan jumlah rumah terdampak terus dilakukan.
Mendirikan posko
BPBD Sidoarjo telah mendirikan posko siaga bencana untuk penanggulangan banjir di Tanggulangin. Ribuan warga terdampak banjir di tiga desa telah menerima bantuan bahan pokok. Air bersih dan toilet portabel juga disediakan karena sumur warga tercemar banjir.
Banjir yang melanda Sidoarjo sejatinya merupakan masalah klasik yang terjadi setiap tahun, bahkan setiap musim hujan. Jalan nasional di Porong kerap terendam banjir. Durasinya pun tidak main-main karena pernah terendam hampir sebulan. Padahal, di daerah itu banyak obyek vital.
Di sebelah jalan nasional, misalnya, ada jalur kereta api yang menjadi nadi transportasi ke wilayah timur (Banyuwangi, Jember) dan selatan Jatim (Malang). Ahli geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Amin Widodo, mengatakan, banjir di Porong disebabkan penurunan tanah yang signifikan setiap tahun sebagai dampak semburan lumpur Lapindo yang masih aktif.
Kondisi serupa terjadi di tiga desa di Tanggulangin dan dua desa lain di Kecamatan Porong. Selain terjadi penurunan tanah secara signifikan, kondisi tanah susah menyerap air sehingga apabila terjadi genangan, butuh waktu lama untuk surut. Kondisi itu diperparah oleh sungai-sungai yang mengalir di sekitarnya. Daya tampung sungai-sungai tersebut kurang maksimal karena sedimentasi dan kurangnya pemeliharaan.
Baca juga : Banjir Pamekasan dan Sidoarjo Dimitigasi