Upaya perlindungan gajah sumatera di Aceh tidak serius. Menurut Nur, perlindungan seharusnya dilakukan dengan menyelamatkan habitat dan penegakan hukum yang kuat.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
REDELONG, KOMPAS — Gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) liar mati di perkebunan warga di Desa Blang Rakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, diduga karena makan pupuk. Hasil neokropsi perubahan pada organ dalam, jantung hancur, dan lidah membiru.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto, Kamis (14/1/2021), menuturkan perubahan pada organ dalam diduga karena pengaruh zat kimia pada pupuk. Sekitar 100 meter dari lokasi bangkai ditemukan terdapat sebuah gubuk dalam keadaan rusak dan pupuk berhamburan.
”Diduga gajah memakan pupuk sehingga mengalami keracunan,” kata Agus.
Satu ekor gajah liar ditemukan mati di perkebunan warga di Desa Blang Rakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, Selasa (12/1/2021).
Diduga gajah memakan pupuk sehingga mengalami keracunan.
Lokasi gubuk berada di perkebunan atau bukan dalam kawasan hutan. Sehari sebelum mati, gajah ini berkeliaran di permukiman warga. Gajah ini seperti terpisah dari kelompoknya.
Agus menuturkan, pada tubuh gajah tidak ada luka bekas kekerasan. Artinya, gajah itu mati bukan karena perburuan. Namun, sayangnya, gajah betina berusia 10 tahun sedang bunting.
Agus mengatakan, kasus ini tetap akan diproses oleh polisi. Sampel organ dalam tetap akan diperiksa di laboratorium forensik. ”Setelah hasil laboratorium keluar, baru bisa kita simpulkan penyebab kematian,” kata Agus.
Tak kunjung reda
Konflik gajah dengan manusia di kawasan Pintu Rime Gayo tidak kunjung terselesaikan. Nyaris sepanjang tahun konflik terjadi. Gajah memasuki kawasan permukiman dan merusak tanaman serta rumah warga.
Agus mengatakan, kondisi habitat gajah banyak yang berubah fungsi menjadi perkebunan dan sebagian besar populasi gajah berada di luar area konservasi sehingga konflik sulit diredam.
Dari 2016-2020, konflik gajah terjadi sebanyak 429 kali. Kawasan paling sering terjadi konflik Aceh Timur, Pidie, Aceh Jaya, dan Bener Meriah.
Konflik menjadi pemicu utama kematian gajah. Sejak 2016-2020 sebanyak 41 ekor. Faktor kematian 57 persen karena konflik, 33 persen mati alami, dan 10 karena perburuan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh Muhammad Nur mengatakan, upaya perlindungan gajah sumatera di Aceh tidak serius. Menurut Nur, perlindungan seharusnya dilakukan dengan menyelamatkan habitat dan penegakan hukum yang kuat.
”Dalam habitat satwa banyak aktivitas ilegal, seperti perambahan dan tambang ilegal,” kata Nur.