Vaksinasi Kian Dekat, Pertarungan Baru Hadapi Pandemi
Pertarungan manusia melawan pandemi Covid-19 memasuki ronde baru saat vaksin kini ada diantara keduanya. Namun, vaksin bukan segalanya. Adaptasi manusia tetap menjadi penentu utamanya.
Pertarungan manusia melawan pandemi Covid-19 memasuki ronde baru saat vaksin kini ada diantara keduanya. Namun, vaksin bukan segalanya. Adaptasi manusia tetap menjadi penentu utamanya.
Mengenakan baju operasi, masker, dan pelindung wajah, Netty Fitrianingsih (41) mondar-mandir di Puskesmas Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (6/1/2021). Koordinator imunisasi itu harus memastikan simulasi pemberian vaksin Covid-19 berjalan lancar.
Simulasi dihadiri Bupati Cirebon Imron Rosyadi dan disiarkan langsung televisi lokal. Sejumlah tenaga kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi pun ikut datang.
Awalnya, calon penerima vaksin mencuci tangan di wastafel depan pintu puskesmas. Setelah suhu tubuh diukur, mereka duduk menjaga jarak sembari menunggu panggilan. Untuk menerima vaksin, mereka harus melewati empat meja yang ada di tiga ruangan berbeda.
Pertama, peserta melakukan registrasi dengan menunjukkan bukti terdaftar sebagai sasaran vaksin. Meja kedua, skrining berisi 16 pertanyaan terkait kondisi tubuh hingga riwayat penyakit. Jika lolos, peserta menerima vaksin Covid-19 CoronaVac buatan Sinovac Biotech, China. Dosis vaksin yang disuntikkan 0,5 mililiter.
Selanjutnya, peserta menunggu di ruangan observasi untuk mengetahui ada tidaknya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) selama 30 menit. Jika tidak ada KIPI, peserta bisa pulang. Sebaliknya, ketika merasakan gejala setelah vaksinasi, seperti alergi atau sesak, peserta langsung menuju ruang tindakan.
Rencananya, vaksinasi dilakukan dua sesi setiap Selasa-Jumat. Setiap sesi, ada 15 orang penerima vaksin. Sebanyak 6-7 tenaga kesehatan menjadi petugasnya, termasuk Netty.
Teknis vaksinasi serupa juga diterapkan di 60 puskesmas, 12 rumah sakit, dan 3 klinik di Cirebon, awal Februari. Sebanyak 8.009 nakes menjadi sasaran pertama vaksinasi. Selanjutnya, 1,5 juta warga Cirebon akan divaksin. Sebanyak 1.174 nakes disiapkan membantu vaksinasi.
Baca Juga : Kenali Virusnya dan Pahami Cara Kerja Vaksin Covid-19
Di Puskesmas Talun, Netty menjadi “manajernya”. Ia membuat mikroplaning yang memuat identifikasi sumber daya manusia, sarana, hingga teknis vaksinasi. Ia termasuk satu dari 75 nakes di Cirebon yang sudah mengikuti pelatihan vaksinasi Covid-19.
Pelatihan via daring itu berlangsung selama lima hari dari pagi hingga sore. Bagi Netty yang kerap mengimunisasi anak, vaksinasi kali ini cukup menantang. Pandemi Covid-19 menuntut pemberian vaksin sesuai protokol kesehatan. “(Imunisasi) ini sudah rutinitas kami. Tapi, karena pandemi, berhasil tidaknya vaksinasi ada di kami,” katanya.
Apalagi, lebih dari 300 nakes di Cirebon sudah terpapar Covid-19. Tiga di antaranya meninggal dunia, termasuk teman Netty yang bertugas di puskesmas lain. “Saya selalu berdoa, target vaksinasi tercapai 100 persen dan tidak ada KIPI. Kalau pun ada, itu bisa tertangani,” ujarnya.
Baca Juga : Jika Tidak Disiplin, PPKM di Jawa Barat Berpeluang Diperpanjang
Ia mengakui, masih ada yang meragukan vaksinasi Covid-19, termasuk keluarganya. “Bahkan, ada yang menolak vaksinasi karena sentimen agama. Asalnya dari China, dan lainnya. Saya coba menjelaskan pentingnya vaksinasi, tetapi tidak bisa memaksa,” katanya.
Netty pun mulai menyebarkan kabar vaksinasi ke tetangga dan pasien yang datang ke puskesmas. Di profil Whatsapp, ia memajang fotonya dengan lambang Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tampak tulisan “Perawat Siap Divaksin, Siap Terus Merawat Indonesia. Terus Terapkan 3M #Sukseskanvaksinasi”.
Dalam vaksinasi pertama ini, Jabar mendapatkan 97 ribu dosis untuk dua kali penyuntikan bagi nakes. Penyuntikan perdana direncanakan 14 Januari 2021, seperti di Bandung, Bekasi, Depok, hingga Bogor.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, sudah meminta semua kepala daerah menyiapkan tempat vaksinasi. Setidaknya, ada sekitar 1.000 puskesmas yang disiapkan. Ada 11.000 vaksinator yang bakal membantu vaksinasi. “Karena sedang darurat, menolak vaksin sama dengan membahayakan lingkungan sekitar,” kata Kamil, Selasa (12/1).
Akan tetapi, vaksin bukan segalanya. Kamil mengatakan, selama belum ada pengumuman bebas pandemi, protokol kesehatan ketat harus terus dilakukan. Jangan euforia. Oleh karena itu, pembatasan kegiatan tetap dilakukan di 20 daerah di Jabar. Para pelanggar tetap ditindak tegas.
Karena sedang darurat, menolak vaksin sama dengan membahayakan lingkungan sekitar
Bila masih ragu, warga Jabar bisa belajar pada orang tua zaman dulu saat sampar menewaskan 215.020 orang, periode tahun 1925-1939. Dalam buku “Jaman Woneng : Wabah Sampar di Priangan 1925-1937”, Atep Kurnia mengatakan, kondisi itu membuat banyak orang di mau ikut vaksin. Vaksinasi pertama dilakukan di Bandung, 2 November 1934.
Dibantu promosi film hingga tokoh agama, vaksinasi perdana berjalan minim penolakan. Ujungnya memuaskan. Bila tahun 1934 jumlah korban tewas 20.569 orang, di akhir tahun 1935, jumlahnya menjadi 10.307 orang.
Meski turun, tidak berarti kasus baru hilang. Kasus tetap ada meski tidak sebanyak sebelumnya. Oleh karena itu, tidak berhenti di vaksin, kebiasaan baru tetap diterapkan. Salah satunya, meminimalkan jerami dan bambu untuk konstruksi rumah. Keduanya rawan menjadi sarang tikus, penyebar sampar. Gantinya, atap rumah warga kala itu mulai menggunakan genteng tanah liat.
Akan tetapi, waktu berjalan, ragam niat baik itu bukan tanpa cela. Riak kecil sempat muncul. Di Cibugel, Sumedang, ada kerusuhan menolak vaksin tahun 1937. Pelakunya dipenjara. Pejabat setempat dicopot dari jabatannya. Semoga kali ini tidak ada kejadian serupa.
Kebiasaan baru tetap diterapkan. Salah satunya, meminimalkan jerami dan bambu untuk konstruksi rumah. Keduanya rawan menjadi sarang tikus, penyebar sampar.
Mimin Mintasih (45), petugas pelayan vaksin di Puskesmas Talun, tak ingin vaksinasi berujung penolakan. Berjaga di tempat observasi pascavaksinasi, Mimin siap dengan obat injeksi dan infus. “Kalau ada ruam-ruam, pusing, dan sesak, kami langsung tangani,” katanya.
Tidak hanya itu, dia menyakinkan vaksin dijaga bak anak sendiri. Di Puskesmas Talun, misalnya, suhu vaksin di dalam lemari pendingin berkisar 2 – 8 derajat Celcius. Hasil pemantauannya dicatat dua kali sehari.
"Dengan vaksin, harapannya Covid-19 segera pergi. Tapi, warga juga harus ikut membantu menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya untuk memastikan semua upaya ini berjalan dengan baik," katanya penuh harap.
Baca Juga : Secapa AD di Bandung Jadi RS Darurat, 180 Tempat Tidur Disiapkan