Dalam dua hari terakhir, harga karet di Sumatera Selatan terkoreksi akibat penguatan kurs mata uang rupiah terhadap dollar AS. Walaupun begitu, harga karet saat ini masih jauh lebih baik daripada saat awal pandemi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Dalam dua hari terakhir, harga karet di Sumatera Selatan terkoreksi akibat penguatan kurs mata uang rupiah terhadap dollar AS. Walaupun begitu, harga karet saat ini masih jauh lebih baik dibandingkan pada awal pandemi. Harga karet kini sangat bergantung pada efektivitas vaksinasi Covid-19, terutama di negara pengimpor karet.
Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian, Rabu (13/1/2021), menerangkan, dalam dua hari terakhir harga karet di Sumsel terkoreksi. Pada Rabu, karet dengan kadar kering 100 persen dihargai Rp 18.217 per kilogram (kg). Angka itu turun Rp 733 dibandingkan dengan dua hari sebelumnya Rp 18.950 per kg. Harga terkoreksi karena menguatnya kurs mata uang rupiah terhadap dollar AS.
Namun, secara umum harga karet masih lebih baik dibandingkan dengan awal pandemi. Di tingkat petani yang ikut dalam sistem lelang, mereka bisa mendapatkan harga sekitar Rp 9.000-Rp 10.000 per kg untuk karet dengan kadar air 30-40 persen.
Hanya yang menikmati harga masih sangat terbatas karena sebagian besar petani di Sumsel masih bergantung pada pengepul. ”Untuk petani swadaya (menjual pada pengepul), harga karet berada di kisaran Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per kg,” ujarnya.
Rudi berpendapat, dalam kondisi saat ini, sangat sulit bagi petani untuk memperoleh harga karet yang optimal layaknya tahun 2011 saat harga karet di tingkat petani mencapai Rp 20.000 per kg. Kini persaingan pasar global yang kian ketat setelah munculnya produsen karet baru, seperti Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Selain itu, saat ini ada laporan dari produsen mobil yang menunda impor karet karena kekhawatiran tidak bisa menjual produk akibat pembatasan wilayah yang dilakukan sejumlah negara. Isu itu dimainkan para spekulan karet di pasar global sehingga harga karet turun. ”Sampai saat ini belum ada faktor yang bisa memicu kenaikan harga karet apalagi saat ini kondisi perekonomian di sejumlah negara importir masih belum pulih,” kata Rudi.
Karena itu, petani diminta untuk lebih kreatif dalam mengelola lahannya, misalnya, dengan mulai menanam sejumlah tanaman sela yang lebih produktif, seperti porang. Atau cara lain adalah dengan mengubah produksi karet beku menjadi lateks yang kini sedang banyak peminatnya. Lateks digunakan untuk membuat sejumlah produk terutama sarung tangan.
Irwanto (34), seorang petani karet di Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, menuturkan, harga saat ini turun menjadi Rp 9.700 per kg setelah sebelumnya pada November 2020 menyentuh harga Rp 10.500 per kg. Namun, harga karet saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan awal pandemi saat harga menyentuh Rp 6.000 per kg.
Menurut Irwanto, saat ini produksi karet tengah menurun karena kebanyakan pohon karet sudah menua sehingga produktivitasnya rendah. Produksi karet hanya sekitar 50 kg per hektar per minggu, lebih rendah daripada masa puncaknya, yakni 100 kg per hektar per minggu. Perlu waktu sekitar setengah tahun untuk membuat produktivitas tanaman kembali bagus dengan cara mengistirahatkan pohon dan memupuknya
Harga karet ke depan, sangat bergantung pada efektivitas vaksinasi di sejumlah negara. Jika vaksinasi di negara pengimpor karet berhasil, harga karet akan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan. (Alex K Eddy)
Adapun penamaman pohon baru sulit dilakukan apalagi di tengah kebun karet yang pohonnya telah menjulang. ”Penggunaan tanaman sela di tengah kebun karet hanya bisa dilakukan di tiga tahun pertama, yakni waktu ukurannya masih kecil,” ujarnya.
Untuk produksi lateks, belum banyak petani yang mampu menerapkannya karena terbatasnya pengetahuan. ”Apalagi saat ini pasar lateks belum jelas,” kata Irwanto. Butuh bimbingan dari pemerintah untuk bisa mengubah pola pikir petani.
Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Selatan Alex Kurniawan Eddy menyatakan, memang dalam rupiah harga karet turun tetapi dilihat dari mata uang dollar AS, harga karet tetap pada kisaran 1,55 dollar AS per kg (harga di atas kapal). Ini jauh lebih baik daripada awal pandemi di mana harga karet di atas kapal sekitar 1,06 -1,08 dolar AS per kg.
Alex mengatakan, selain pergerakan di pasar global, harga karet di tingkat petani juga sangat bergantung pada kondisi infrastruktur dari kebun karet ke pabrik. ”Jika kondisi jalan dari kebun menuju pabrik rusak, biaya transportasi akan meningkat dan petanilah yang menanggung biaya tersebut. Dampaknya uang yang diterima petani tidak maksimal,” ujarnya.
Menurut Alex, harga karet ke depan, sangat bergantung pada efektivitas vaksinasi Covid-19 di sejumlah negara. Jika vaksinasi Covid-19 di negara pengimpor karet berhasil, harga karet akan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan. Sebaliknya, jika pandemi masih menyeruak, pergerakan ekonomi akan tersendat dan pemesanan karet pun akan menurun. ”Dampaknya, harga karet pun akan semakin terpuruk,” jelas Alex.