Masuk Kampus, Dosen dan Staf Universitas Brawijaya Wajib Tes Cepat
Dosen dan staf Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, harus menjalani tes cepat antibodi saat beraktivitas ke kampus. Jika reaktif, mereka akan menjalani tes usap PCR untuk memastikan kondisi kesehatan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Dosen dan staf Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, harus menjalani tes cepat antibodi saat beraktivitas ke kampus. Jika reaktif, mereka akan menjalani tes usap (swab) PCR untuk memastikan kondisi kesehatan. Hal itu guna mencegah meluasnya Covid-19 di lingkungan perguruan tinggi.
Rangkaian uji cepat dilakukan mulai Selasa (12/1/2021) terhadap sekitar 52 dosen dan staf di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (UB) yang bekerja di kampus. Hasilnya diperkirakan sudah keluar dalam dua hari. ”Hal ini dalam rangka screening (penapisan) untuk menghindari penyebarluasan Covid-19,” kata Winda Sabtikarisa, tenaga medis yang melakukan uji cepat tersebut, Rabu (13/1/2021).
Menurut Winda, hal itu dilakukan dalam memenuhi Instruksi Rektor Universitas Brawijaya Nomor 497/UN10/TU/2021 tentang Pembatasan Kegiatan Kampus di Lingkungan Universitas Brawijaya. ”Bagi mereka yang hasil rapid test antibodinya positif, masih harus dikonfirmasi ulang dengan melakukan swab PCR. Selama menunggu hasil swab PCR, yang bersangkutan wajib bekerja dari rumah,” kata Winda.
Selain mewajibkan pemeriksaan bagi sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di kampus, Rektor UB juga menekankan beberapa pembatasan, misalnya pembatasan jumlah SDM yang masuk kampus, yaitu maksimal 25 persen pada 11–24 Januari; mewajibkan seluruh kegiatan pertemuan dinas, seperti rapat/workshop/diskusi secara daring; melarang SDM UB melakukan perjalanan ke luar Malang Raya, serta mewajibkan tamu dari luar UB menunjukkan bukti hasil tes swab antigen dari lembaga kompeten.
Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Komputer Muhammad Arif Rahman berharap, dengan pemeriksaan itu, semua pihak di dalam kampus bisa bekerja dengan lebih aman dan nyaman. ”Harapannya, hasil pemeriksaan semua dosen dan tenaga pendidik tersebut nonreaktif sehingga bisa kembali beraktivitas di kampus,” katanya.
Sejak Desember 2020, UB semakin mengetatkan dan membatasi aktivitas di dalam dan luar kampus. Hal itu dilakukan karena banyak dosen, tenaga kependidikan, dan keluarganya terkonfirmasi Covid-19. Pembatasan kegiatan itu misalnya melarang kegiatan di hotel atau tempat umum lain di luar kampus, lebih selektif menerima kunjungan ke kampus dari pihak luar, dan lebih selektif memberi tugas dosen menjadi narasumber di luar kampus.
Hal itu tertuang dalam Instruksi Rektor Nomor 9644 Tahun 2020 tanggal 24 November 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan dan Pencegahan Penularan Covid-19 di Lingkungan Universitas Brawijaya untuk dipatuhi seluruh sivitas akademika UB.
Sebelumnya, Ketua Tim Monitoring Evaluasi Fasilitasi Implementasi Kampus Tangguh (Monevfas) UB Unti Ludigdo mengatakan, selama ini kasus Covid-19 di UB rata-rata akibat tertular dari luar kampus. ”Ada kelengahan kebijakan pemimpin dan masyarakat kita sehingga muncul banyak kasus seusai libur panjang dan seterusnya,” ujarnya.
Dia menambahkan, sivitas akademika UB adalah bagian dari komunitas sehingga selain beraktivitas di dalam kampus juga di luar kampus. ”Di kampus sudah dibatasi, di luar yang tidak dibatasi, maka sebagian dari teman-teman ini tertular. Selanjutnya, mereka yang tertular kemudian berinteraksi dengan teman-temannya dan menularkan kepada teman lain,” kata Unti.
Kasus pertama Covid-19 di Kota Malang juga dimulai dari seorang mahasiswa UB. Mahasiswa itu tertular saat mengikuti keluarganya bertemu dengan teman dekat keluarga tersebut. Teman dekat tersebut sebelumnya mengikuti seminar internasional di luar kota.
Kota Malang merupakan salah satu kota di Jawa Timur dengan tingkat kematian tinggi akibat Covid-19. Per Selasa (12/1/2021), jumlah kasus meninggal 412 kasus dari total 4.340 kasus positif. Artinya, tingkat kematian mencapai 9,4 persen. Jumlah tersebut jauh di atas tingkat kematian Jawa Timur sebesar 6,9 persen dan tingkat kematian nasional 2,9 persen.