Kelangkaan Bisa Picu Penyalahgunaan Pupuk Bersubsidi
Kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, bisa memicu penyalahgunaan barang tersebut. Polisi harus mengantisipasi hal ini.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, bisa memicu penyalahgunaan barang tersebut. Petani pun berharap pemerintah memenuhi kebutuhan pupuk dan polisi menindak pelaku penyelewengan.
Dugaan penyalahgunaan pupuk bersubsidi diungkap Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Indramayu, Selasa (5/1/2021) pukul 22.00. Kasus itu bermula saat polisi mengetahui adanya bongkar muat 200 karung pupuk subsidi jenis NPK di Desa Mekarsari, Kecamatan Tukdana.
Pupuk NPK adalah pupuk yang mengandung unsur hara berupa nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (P). Setiap karung berisi 50 kilogram pupuk atau totalnya 10 ton.
Ketika dicek, polisi mendapati surat jalan truk dari luar daerah Indramayu milik perusahaan logistik. Polisi pun memeriksa sopir, penyalur, pemilik, dan lima saksi lainnya. Penyaluran pupuk bersubsidi seharusnya dilakukan oleh kios setempat kepada petani.
”Dari hasil investigasi, ternyata pelaku berencana menjual pupuk seharga Rp 330.000. Ini di atas harga eceran tertinggi (HET),” kata Kepala Satreskrim Polres Indramayu Ajun Komisaris Luthfi Olot Gigantara, Rabu (13/1/2021).
Permentan Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 mengatur, HET pupuk bersubsidi NPK adalah Rp 230.000 per kuintal. Artinya, pelaku ingin menjual pupuk itu lebih mahal Rp 100.000 per kuintal.
Atas temuan itu, polisi menetapkan dua tersangka, yakni SJR (47), warga Bangodua, dan seorang pedagang asal Tukdana berinisial BG (42). Terkait kemungkinan adanya tersangka lain, Luthfi mengatakan, ”Kasus ini masih kami telusuri.”
Jika terbukti bersalah, tersangka terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun. Tersangka diduga melanggar sejumlah aturan, seperti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/m.dag/per/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
Koordinator Asosiasi Bank Benih Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Masroni mendorong polisi mengungkap kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi hingga tuntas. ”Apalagi, petani sekarang kesulitan pupuk bersubsidi. Padahal, di gudang infonya pupuk ada,” ujarnya.
Masroni menilai ada pihak tidak bertanggung jawab yang menyelewengkan pupuk bersubsidi dengan memanfaatkan kelangkaan pupuk. Contohnya, menjual pupuk bersubsidi di atas HET, seperti yang ditemukan Polres Indramayu.
”Dengan harga pupuk subsidi NPK Rp 330.000, petani sangat mungkin membelinya karena tidak semahal pupuk nonsubsidi. Daripada padi mati, enggak makan?” kata Kuwu (Kepala Desa) Anjatan Baru, Indramayu, H Rodli. Sebagai perbandingan, harga pupuk nonsubsidi NPK berkisar Rp 600.000 per kuintal.
Apalagi, menurut Rodli, pupuk bersubsidi hanya bisa didapatkan di kios tertentu sesuai rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Petani juga dijatah 1,75 kuintal per hektar. ”Padahal, kebutuhan pupuk itu lebih dari 3 kuintal. Petani banyak yang ke Subang untuk cari pupuk,” ucapnya.
Kalau enggak ada pupuk bersubsidi, petani bisa saja ribut. Tahun lalu, petani juga kesulitan pupuk.
Saat ini, lanjutnya, sekitar 450 hektar sawah di Anjatan Baru dalam masa persemaian. Dua pekan kemudian, padi memasuki waktu pemupukan. ”Kalau enggak ada pupuk bersubsidi, petani bisa saja ribut. Tahun lalu, petani juga kesulitan pupuk,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah segera memenuhi kebutuhan pupuk berubsidi untuk petani. Apalagi, Indramayu termasuk lumbung pangan nasional dengan produksi padi mencapai 1,7 juta ton per tahun.